Senin, 20 Februari 2012

TANAH KITA DI BANUA


 NASKAH : H. ADJIM  ARIJADI

                                             TANAH KITA DI BANUA                                          



           Sebuah fragment awal pemberontakan rakyat Banjar yang seluruh tanah tumpah darahnya telah dikuasai pemerintah Belanda. Mengetengahkan konflik antara Pangeran Tamjidillah II dengan Pangeran Hidayatullah. Pangeran Hidayatullah yang mempercayakan Pangeran Antasari untuk menjadi Panglima Perang, kini tengah mengatur taktis dan strategisnya di tengah kesibukan orang Belanda dalam mencampuri urusan kerajaan.

Dramatic personal  :

Pangeran Hidayatullah
Pangeran Tamjidillah
                         Nyai Aminah
Ratu Siti
Puteri Bulan
Pangeran Amin
Pangeran Surya Mataram
Pangeran Tambak Anyar
Demang Lehman
Graaf van Benthem Tecklenberg
Van Kinsbergen
Leutenant Backman
O p s i r .
Pendukung silat
Pendukung Rudad
Pendukung kuda Gepang
Pendukung Upacara Batatai
Orang-orang
Seseorang
Yang lain











TANAH KITA DI BANUA


              
           SEBUAH RUANG DI PASIRAPAN, SECARA KESELURUHAN DAN SELINTAS LALU RUANGAN ITU MEMANG MENCERMINKAN WARNA DAN BENTUK DAERAH BANJAR. NAMUN APABILA KITA TELITI SECARA CERMAT, BAIK NILAI TRADISI MAUPUN TATA KEHIDUPANNYA TAMPAK SUDAH TIDAK MURNI LAGI. BETAPA JELAS PENGARUH BELANDA TELAH MENDOMINASINYA. NAMUN DARI KALANGAN PEMBESAR KERAJAAN MASIH JUGA ADA YANG PUNYA KEINGINAN UNTUK KEMBALI KEPADA ADAT ISTIADAT YANG DISEBUT ASLI BANUA BANJAR.
           WAKTU ITU TANGGAL 3 NOVEMBER 1857, ADALAH HARI DIANGKAT DAN DILANTIKNYA PANGERAN TAMJIDILLAH MENJADI SULTAN DI KERAJAAN BANJAR MARTAPURA. DARI KALANGAN BANGSAWAN KERAJAAN, KALANGAN IBU-IBU YANG BERLAGAK SOK EROPA BERBAUR BEBAS DENGAN PEMBESAR BELANDA, TAK KETINGGALAN PARA ALIM ULAMA DAN MUFTI SEGALA, BAU PARFUM DAN ALKOHOL TELAH MENGALAHKAN BAU MAYANG DAN KEMBANGAN YANG WANGI.
           SEMUA ISI ISTANA SETELAH MENDENGAR ABA-ABA PEMBAWA ACARA LALU MENYUSUN DIRI MENURUT SHAF YANG SUDAH DITENTUKAN DALAM SIKAP DAN ATURAN SOPAN.
            
Pembawa Acara      : ” Pangeran Tamjid Bin Pangeran Abdurrahman Bin Sultan Adam Al-Wasiqu Billah sudah berada di ambang pintu Sasirapan dan akan segera menuju ruang upacara pelantikan.
Pangeran Yang Di Pertuan Rakyat di Banua ! ”
( KEDATANGAN PANGERAN TAMJID YANG DIIRINGI OLEH BEBERAPA ORANG PEMBESAR ISTANA TERMASUK IBUNDA PANGERAN YANG BERNAMA NYAI AMINAH DIELU-ELUKAN DENGAN HANGAT OLEH ORANG-ORANG YANG ADA DIRUANG SASIRAPAN PANGERAN TAMJID LANGSUNG DUDUK DI TEMPAT YANG SUDAH DISEDIAKAN SERTA DIDAMPINGI OLEH IBUNDANYA, NYAI AMINAH )

Pangeran Tamjid   : ” Hari ini kita akan bersuka ria dalam pesta dan dansa. Kita akan Curahkan rasa kebahagiaan kita yang paling puncak. Tapi saya belum melihat kehadiran kanda Pangeran Hidayat. ”

Nyai Aminah            : ” Jangan memikirkan diri orang lain, anaknda harus menghadapi upacara dilantiknya diri anaknda sendiri. ”

Pangeran Tamjid   : ” Tapi ibunda, kanda Hidayat juga akan dilantik sebagai Mangkubumi kerajaan. Kenapa belum hadir ? ”


P.Tambak Anyak    : ” Baginda Yang Mulia, hamba sempat mampir di kediaman Baginda Pangeran Hidayatullah, agaknya Pangeran Hidayatullah sedikit terlambat datang ke tempat ini, sebab hamba lihat beliau sedang bermusyawarah dengan Tuan Mufti, Ibunda Ratu Siti dan beberapa orang pemuka masyarakat lainnya. 

Pembawa Acara      : ” Harap didengarkan. Yang Mulia, Tuan Yang Maha Agung Tuan Reseden Graaf Van Benthem Tecklemberg segera akan memasuki Balai Sasirapan, kepada para pembesar Kerajaan Banjar diperintahkan untuk hormat dan berdiri.
( SEMUA ORANG SEPERTI TIKUS YANG DISIRAM AIR MENDIDIH SAMBIL BERDIRI DENGAN KAKU YANG TIDAK TERKENDALIKAN. GEMETAR DAN SERBA SALAH MENGINJAKKAN KAKINYA  )
Hormat kepada Tuan Resident……………………….Siap! “
( SEMUA HORMAT DALAM KEKAKUAN )

Resident                     : ( DENGAN DIIRINGI OLEH VAN KINSBERGEN, SEPERTI BINATANG BUAS MELIHAT MANGSA MEMANDANG TAJAM KEPADA ORANG ORANG DI DALAM ISTANA )
                                        “ Upacara boleh dimulai! ”

Pembawa Acara      : ” Hormat kepada Yang Mulia, selesai !! ”

P. Tamjid                   : ” Tuan Resident. Apakah jabatan Mangkubumi akan dilantik hari ini ?”

Resident                     : ” Ini pertanyaan yang amat tolol, Tamjid. Kamu orang sudah resmi menjadi Sultan. Tuan Van Kinsbergen telah kami utus ke Martapura ini untuk menyampaikan SK Gubernur Jenderal di Batavia atas pengangkatanmu secara resmi sebagai Sultan. ”

Van Kinsbergen      : ” Surat Keputusan ini tertanggal 18 Mei 1856.”

Resident                     : ” 1856. Sekarang tahun 1857, tepat tanggal 3 November. Sudah satu setengah tahun kami telah berikan kesempatan memimpin, mengatur kerajaan. Masa untuk upacara pelantikan sebagai salah satu acara yang paling kecil, masih juga seperti orang bodoh. ”

Nyai Aminah            : ” Upacara sudah kami atur sedemikian rupa tuan. Masalahnya, orang yang bersangkutan untuk dilantik ada yang belum hadir. ”



Leutenant                  : ( BICARA KEPEDA RESIDENT )
                                       ” Itu perempuan ikut campur. Apakah itu perempuan tuan tunjuk sebagai penjabat kerajaan? Cara itu harus ditekan, indisipliner!!! “

Pembawa Acara      : ( MENDEKATI P. TAMJID DAN BERBISIK DI TELINGA )

P.Tamjid                    : ( MENDEKATI DAN HORMAT KEPADA RESIDENT )
                                       “ Orang yang kita tunggu akan memasuki ruangan ini tuan. ”

Resident                     : ( DIIKUTI OLEH YANG LAIN MEMANDANGI KEDATANGAN PANGERAN HIDAYATULLAH )
                                       “ Sultan Tamjid. Apa kamu orang tahu, di mana letak kesalahan putera raja, cucunya tersayang Sultan Adam ini? ”

P.Tamjid                    : “ Kesalahannya selain tidak berdisiplin, juga tampak kampungan. ”

P.Hidayatullah       : ( AGAK TERSINGGUNG, TAPI DITEGUR IBUNDANYA AGAR BIASA-BIASA SAJA )

Resident                     : “ Kau sadar Hidayat , atas kesalahanmu itu ? Nah, sekarang coba kamu tunjukkan dirimu itu intelek tidak dungu dan tolol seperti itu.Kau seorang Mangkubumi kerajaan. Pemerintah Hindia Belanda menuntut orang-orang yang menjadi penjabat di mana saja tanah yang diurusinya harus mampu mengikuti adat, tata karma dan kepandaian bangsa Belanda itu sendiri. Oke, upacara boleh dimulai ! ”

Pembawa Acara      : “ Upacara pelantikan Pangeran Tamjid sebagai Sultan Kerajaan Banjar akan segera dimulai, sekaligus akan dilantik pula Pangeran Hidayatllah sebagai Mangkubumi kerajaan. Kepada tuanku Pangeran Tamjid dan Pangeran Hidayatullah dipersilahkan mengambil tempat yang telah disediakan. ”

Mufti                            : “ Sebentar, tuan resident. Harap dimaafkan. Barusan tadi kami para alim ulama, pemuka masyarakat dan sebagian dari pembesar istana telah bermusyawarah dan bermufakat. Kemufakatan kami tersebut yaitu mungukuhkan dan mengusulkan agar keputusan Gubernur Jenderal ditangguhkan. Ini mengingat atas ketakutan rakyat di tanah banua kami, takut kalau kutukan almarhum Sultan Adam mencelakakan tanah banua kami. Dari itu kami meminta agar pemerintah Belanda mau menerima isi dari surat wasiat almarhum Sultan Adam Al-Wasiqu Billah. ”

Nyai Aminah            : “ Tidak bisa! Tidak seorangpun yang boleh menggugat keputusan penguasa dari Batavia. ”

Ratu Siti                     :  “ Saya ingin bertanya, siapakah yang berhak memberikan jawaban atas pertanyaan kami ? ”

Nyai Aminah            :  “ Saya justeru mendukung wibawa dan kekuasaan pemerintah. Tuan resident, upacara pelantikan harus segera dilaksanakan! ”

Leutenant                  :  “ Mulut orang-orang ini harus dibungkam ! ”

Van Kinsbergen      :  “ Tuan resident. Apa saya boleh bicara ? ”

Resident                     :  “ Silakan. ”

Van Kinsbergen      :  “ Terima kasih. Semuanya orang di tanah Banjar Martapura ini tidak punya adab. Kita sekarang sedang melaksanakan suatu upacara keramat. Upacara dinobatkannya seorang putera daerah banua Banjar menjadi seorang penguasa tertinggi dengan jabatan raja. Semuanya harus menginsyafi, bahwa jabatan ini adalah sebuah hadiah yang paling besar bagi rakyat di tanah ini. Saya dengan susah payah, datang ke Martapura ini, mewakili pemerintah Hindia Belanda untuk menyampaikan surat keputusan Gubernur Jenderal Batavia tertanggal 18 Mei 1856, yang memutuskan diangkatnya Pangeran Tamjid sebagai SULTAN. Surat keputusan ini juga telah disetujui oleh Yang Di Pertuan Sultan Adam Al-Wasiqu Billah serta Sultan telah setuju pula untuk mengangkat Pangeran Hidayat menjadi Mangkubumi. Dari itu, usul saya upacara pelantikan bisa dimulai. ”

Mufti                            :  “ Tapi surat itu. Kutukan itu ! ! ”

Resident                     :  “ Pemerintah Hindia Belanda, tidak pakai itu surat wasiat. Sebab tanah di banua ini bukan lagi milik kalian. Tanah banua Banjar adalah tanah milik kami! ”

P.Hidayat                  :  ( BANGKIT DAN MAU PROTES )

P.Surya Mataram   :  ( MENAHAN EMOSI P. HIDAYAT )
                                       “ Pangeran, duduklah! Tenangkan diri Pangeran. Sabar, percayalah kita sekarang tidak bisa berbuat apa-apa. ”

Resident                     : “ Ya, mulai!!! “

Pembawa Acara      :  “ Kepada tuanku P. Tamjid dan tuanku P. Hidayatullah dipersilakan mengambil tempat. ”
P.Tamjid                    :  ( MENGAMBIL TEMPAT DAN DIARAHKAN OLEH IBUNDANYA )
  
P.Hidayatullah       :  ( BERDIRI MENUJU TEMPAT YANG DISEDIAKAN. TAPI SEKEDAR UNTUK MENGAMBIL PERHATIAN SAJA, SETELAH ITU IA KELUAR MENINGGALKAN RUANGAN )

Ratu Siti                     :  ( BERDIRI DAN KAGET )
                                       “ Anaknda ! ” ( MENYUSUL )

Mufti                            :  ( IKUT MENYUSUL. KEMUDIAN YANG LAINNYA MENYUSUL BERAMAI-RAMAI )

Leutenant                  :  ( DENGAN SIKAP MILITERNYA INGIN BERTINDAK, TAPI DIHALANGI OLEH RESIDENT )

Resident                     :  “ Soal kecil. Hidayat toh, putera daerah yang tidak mungkin bisa maju. Dia bukan orang yang terpelajar. ”

Lieutenant                 :  “ Tapi seluruh rakyat berpihak kepadanya. Mungkin ini merupakan titik api, bara api di dalam sekam. ”

P.Tamjid                    :  “ Kanda Hidayat tidak punya kemampuan untuk memimpin. Apalagi memimpin perang. ”

Resident                     :  “ Oke, oke. Hari ini tanggal 3 November 1857, saya Graaf Van Tecklenberg atas nama Gubernur Jenderal di Batavia yang membuat surat keputusan tanggal 18 Mei 1856 tentang pengangkatan P. Tamjid menjabat Sultan di kerajaan Banjar Martapura, dengan ini saya lantik dengan gelar Sultan Tamjidillah II. ”
                                       ( MENJABAT TANGAN SULTAN , KEMUDIAN DISUSUL OLEH PEMBESAR LAINNYA )

           UPACARA DISAMBUNG PESTA MERIAH ALA EROPAH. MINUMAN ALKOHOL BEREDAR, DANSA PUN DILAKUKAN.

Leutenant                  : ( MENGAJAK RESIDENT BICARA )
                                       “ Saya punya usul resident, walau bagaimana  Sultan Tamjidillah II sudah menjadi boneka kita, namun ketegangan yang timbul akibat surat wasiat itu harus kita dinginkan. Yang kita kuatirkan akan lahir orang ke-3 yang akan menggalang amarah rakyat menjadi suatu kesatuan yang akan memberontak pemerintah. Bagi kita peranan Hidayatullah amat penting. Kita harus jinakkan Hidayat . ”
Resident                     :  “ Tahta tidak mungkin lagi bukan ? ”
               
Lieutenant                 :  “ Puteranya Pangeran Tamjidillah dan peterinya Hidayatullah. Kawin politik harus kita laksanakan! Pangeran Hidayat harus menjadi orang yang patuh dan taat pada kita. ”

Pembawa Acara      :  “ Acara berikutnya, santap bersama. Kepada tuan Resident, tuan Leutenant dan para pembesar istana lainnya , kami persilakan menuju ruang yang telah kami sediakan. ”
                                       ( SEMUA ORANG BERSAMA-SAMA MENGIKUTI RESIDENT, LEUTENANT DAN SULTAN TAMJIDILLAH II )

  +C  U  T +
          
           SEBUAH PENDOPO, RUMAH SEORANG BANGSAWAN BANJAR. BEBERAPA PILAR TELAH MENGISI RUANGAN TERSEBUT. DIANTARA PILAR TERDAPAT TEMPAT-TEMPAT DUDUK. DI TEMPAT INILAH LOKASI UNTUK MENGGEMBLENG  PARA PEMUDA DALAM KETANGKASAN FISIK.
            WAKTU INI TAMPAK PARA PESILAT DI BAWAH BIMBINGAN SEORANG PELATIH SEDANG MEMPERHALUS RAGAM GERAK KETANGKASAN. TIDAK BERAPA LAMA MUNCUL PANGERAN ANTASARI DAN DEMANG LEHMAN DENGAN BUSANA KERAKYATAN. BEGITU PELATIH MELIHAT , LATIHAN LANGSUNG DIISTIRAHATKAN. PELATIH BURU-BURU MENJABAT DAN MENCIUM TANGAN KEDUA ORANG YANG BERPENGARUH ITU. DEMIKIAN PULA DENGAN ORANG-ORANG YANG BERLATIH ITU TURUT PULA HORMAT DAN MENJABAT TANGAN PANGERAN ANTASARI DAN DEMANG LEHMAN.

P.Antasari                 :  “ Suruh mereka duduk dengan tertib . ”

D.Lehman                  :  “ Rombongan Pangeran Hidayat sebentar lagi akan datang. ”

Pelatih                        :  “ Ya, coba duduk semua ! ”

P.Antasari                 :  “ Suasana kerajaan sudah berada pada puncak yang kurang sehat. Rakyat tengah bergolak. Perasaan tidak nyaman benar-benar seperti bara yang akan membakar kerajaan di Martapura ini. ”

D.Lehman                  :  “ Di samping, kelompok kita pun sedang dicurigai. ”

P.Antasari                 :  “ Makanya kanda P. Hidayat dengan diam-diam mengumpul kita di tempat beliau ini. Bagaimana dengan Jalil dan Haji Buyasin, Tumenggung Antaludin ? “

D.Lehman                  :  “ Keadaan jalanan tidak mengizinkan untuk mendatangkan pemuka masyarakat dari Hulu Sungai. Satu-satunya cara harus ada diantara kita yang menyamar sebagai tukang gerobak untuk menghubungi orang-orang yang kita anggap penting. Terutama bagi mereka yang mau kerjasama. ”

P.Antasari                 :  “ Harus bisa bekerjasama. Karena kita bergerak di atas nasib dan perasaan yang sama. ”

D.Lehman                  :  “ Bagaimana dengan Aling di banua Tapin ? “

P.Antasari                 :  “ Aling mendirikan kerajaan di Muning dan mendudukkan puteranya  Sambang sebagai raja, karena dilandasi kemarahannya pada Belanda. Aling juga cukup marah terhadap Pangeran Tamjidillah. 

D.Lehman                  :  “ Besar kemungkinan Aling akan menguasai tanah kita di banua Banjar ini. ”

Pelatih                        :  “ Tampaknya Pangeran Hidayat sudah datang. ”

D.Lehman                  :  ( SEGERA MENYONGSONG KELUAR PENDOPO )

P.Antasari                 :  ( KEPADA PELATIH )
                                       “ Berasal dari kampung-kampung mana saja mereka yang kamu latih ini ? ”

Pelatih                        :  “ Kebanyakan dari Karang Intan, Pandak Daun dan Kampung Melayu  serta Sungai Batang. ”

P.Antasari                 :  “ Kenapa dari Istambul dan Pasar Jati tidak diikut sertakan? “

Pelatih                        :  “ Kampung-kampung itu termasuk orang yang siap di tempat dari kita yang mengirim pelatih ke sana, termasuk Kampung Lok Labang, Lok Sapila dan Campaka. ”

P.Hidayat                  :  “ Assalamu ‘Alaikum ”

Orang-orang             :  ( SERENTAK MEMBALAS SALAM )

P.Antasari                 :  ( MENJABAT TANGAN P. HIDAYAT. DISUSUL PELATIH, KEMUDIAN ORANG-ORANG )

P.Hidayat                  :  “ Kanda Antasari. Sudah lama menunggu? “

P.Antasari                 :  “ Baru saja, sehabis shalat isya. Kanda bersama Demang Lehman tiba di sini. ”

P.Hidayat                  :  “ Makin larut malam, makin baik. Kita sudah dibuntuti. Jejak kita harus mampu mengelabui orang-orang Belanda. ”
P.Antasari                 :  “ Kanda sebenarnya menyesalkan sikap dan tindakan dinda di hari pelantikan itu. ”

P.Hidayat                  :  “ Dinda tidak kuasa  menahan perasaan. Benar-benar panas. Coba kanda pertimbangkan, kita semua dianggap meminjam tanah banua ini dari Belanda. Ini tanah banua kita sendiri bukan ? ”

P.Antasari                 :  “ Kanda memakluminya. Namun kanda masih mengharapkan agar dinda jangan terlalu cepat tersinggung. Tahan perasaan dengan menunjukkan muka secara wajar. Dari dinda sangat kami harapkan sikap seorang politikus yang jitu, dalam rangka kita mengatur taktis dan strategis perang. ”

P.Hidayat                  :  “ Mudah-mudahan bisa dinda lakukan. Dinda Demang Lehman !
                                       ( MEMBERI ISYARAT KEPADA YANG LAIN YANG BERTUGAS MEMEGANG SENJATA KERIS DAN TOMBAK )
                                       Ini namanya si Singkir.
                                       ( MENUNJUKKAN SEBILAH KERIS PANJANG )
                                       Keris pusaka keraton ini ku serahkan kepada dinda. Dan ini namanya Kali Belah. Tombak turun temurun kami. Pegang dan pertahankan Kerajaan Banjar dengan ke-2 senjata pusaka ini. “  
                                       ( MENYERAHKAN KEPADA DEMANG LEHMAN )

D.Lehman                  :  ( MENERIMA DENGAN RASA BANGGA )

P.Hidayat                  : “ Mari kita duduk.
                                       ( SEMUANYA MENGAMBIL TEMPAT DUDUK MASING-MASING )
                                       Bagaimana keadaan di luar pendopo ? “

D.Lehman                  : ( SEGERA BERDIRI KEMBALI DAN MENELITI SITUASI LALU KEMBALI MELAPORKAN )
                                       Kelihatannya cukup aman kanda. “

P.Hidayat                  :  “ Bagus. “

Seseorang                  :  “ Apakah perlu kita teliti orang-orang yang hadir dalam pertemuan ini. “

P.Antasari                 :  “ Tidak perlu. Kalau ada diantara kita yang bermuka dua silakan. Silakan lapor dan cari muka dihadapan Belanda, lalu cari keuntungan sebanyak-banyaknya. Allah pun pasti akan murka pula kepadanya. Ayo, siapa yang ingin berkelakuan seperti itu ? Kami tidak akan melakukan kekejaman. Siapa yang punya keinginan, silakan meninggalkan ruangan ini. Pilih dari sekarang!! Ikut P. Tamjid yang berarti pro pemerintah Belanda yang buas dan serakah. Ada ? Sekarang ini kita masih adil. Saat ini adalah saat di mana kita masih memberi kesempatan untuk memilihnya. Tapi apabila nanti baru ketahuan, kita tidak segan-segan untuk menghukum pancung di tempat. Penghianatan berarti darah dan nyawa. “

P.Hidayat                  :  “ Betul. Kita akan melakukan gerakan secara terang-terangan. Tidak lagi bergerak di bawah tanah. Kita akan umumkan perang dengan Belanda. Adapun dasar perjuangan kita ialah mengambil alih milik kita. Tanah banyu kita yang sudah tergadaikan kepada pemerintah Belanda. Tanah kita di banua kita ini, bukan lagi tanah kerajaan yang murni dari adat, tapi sudah menjadi tanah gubernemen yang berbau alcohol dan dansa yang haram. Bau harumnya pudak sudah lenyap. Kita akan mengusir habis orang kulit putih. Tahta kerajaan harus dikembalikan kepada isi surat wasiat kakekku, Sultan Adam Al-Wasiqu Billah. “

D.Lehman                  :  “ Kita harus dirikan kerajaan kita sendiri. Kerajaan yang suci sesuai ayat Al-Qur’anul Karim. Dan kita tidak mau mengakui Pangeran Tamjidillah II sebagai Sultan dan sebagai Raja Banjar. Raja kita hanya satu, raja yang syah, sultan kita yang tulen Pangeran Hidayatullah!!! Setuju???????? “

Orang-orang             :  ( BANGKIT SEMANGATNYA DAN HAMPIR TAK TERKENDALIKAN OLEH YEL-YEL YANG BERGEMA )

P.Antasari                 :  ( BERUSAHA MENENANGKAN SUASANA )
                                       “ Tenang……Tenang…..( HENING )
                                       Belum waktunya berjuang lewat teriakan. Barisan kita belum waktunya berjuang lewat teriakan. Barisan ini belum tersusun rapi. Percayalah, suara keras atau tepuk sorak cuma sebuah gertakan yang tidak akan laku satu sen pun. Itu perjuangan omong kosong. Mulut besar tapi hampa. Kita harus banyak berbuat. Bersuara harus sepadan dengan isi. Dan gagasan otak harus sepadan dengan nilai perbuatan. Lalu saya bertanya, apakah dengan seratus orang prajurit yang belum punya pengalaman perang, akan bisa mengalahkan ribuan serdadu yang dilengkapi dengan persenjataan bedil dan meriam ? Apakah kita mampu dan yakin dengan jimat dan kesaktian ilmu yang kita miliki dapat menang ? Ilmu dan kesaktian boleh saja kita gunakan, tapi sementara itu akal waras dan perhitungan taktis dan strategis harus menjadi perhitungan yang paling cocok. “
                                       ( PEMBICARAAN TERHENTI KARENA DATANGNYA RATU SITI )
Ratu Siti                     :  “ Assalamu ‘Alaikum. “

Orang-orang             :  “ Wa ‘Alaikum Salam. “

P.Hidayat                  :  “ Ada apa ibunda ? “

Ratu Siti                     :  “ Ini penghinaan lagi anaknda. “

P.Hidayat                  :  “ Dari Pangeran Tamjid atau dari dari orang Belanda. “

Ratu Siti                     : “ Apa beda antara Pangeran Tamjid dan orang Belanda. “

P.Antasari                 : “ Duduklah. Mari kita musyawarahkan bersama. “

Ratu Siti                     : “  Hatiku panas. Benar-benar panas. Dan dada ibu rasa sesak. Oh, kenapa malapetaka ini terus-menerus menimpa diri ibu? Mungkin ibu yang terkena kutuk almarhum. “

P.Hidayat                  : “  Kita belum terkena kutuk. Kita tidak salah. Bukannya kita melengahkan isi surat wasiat almarhum  kakek Sultan Adam. Tapi Tamjid dan orang-orang Belanda sendiri yang tidak tahu diri. “

Ratu Siti                     : “  Dan sekarang tambah tidak tahu malu lagi. Puterimu, si Bulan …. ? “

P.Hidayat                  :  “ Ada apa dengan puteriku ? “

Ratu Siti                     :  “ Si Bulan puterimu itu adalah cucuku yang  syah. Cucu yang kusayangi. Kini Belanda semacam memaksanya harus kawin dengan puteranya si Tamjid. Apakah ini bukan penghinaan? “

P.Hidayat                  : “ Apa ? Mau dikawinkan ? Siapa walinya yang syah ? Tamjid atau aku ayahnya ? “

P.Antasari                 :  “ Sabar. Barusan tadi sudah kanda peringatkan, jadilah pengatur strategis yang baik. Kami tidak ingin memperbesar ketegangan antara dinda Pangeran Hidayat dengan orang Belanda. Dinda masih diakui sebagai Mangkubumi. Agaknya dengan perkawinan puteranya Tamjid dengan puterinya dinda, merupakan bleid orang Belanda, agar dinda dua saudara seayah bisa rukun dan bisa lebih akrab lagi. Ini kanda anggap satu anugerah dari Allah. Dan kita bisa mengambil hikmahnya. Dari sisi ini sudah kita lihat betapa nilai dan harga diri adinda. Belanda benar-benar merasa ketakutan terhadap dinda. Terimalah bleid ini. “

P.Hidayat                  :  “ Tapi kanda,…. ”           

P.Antasari                 : “ Kanda mengerti, apa yang dinda rasakan. Inilah yang disebut dengan perjuangan. Penuh dengan korban perasaan. Demi strategis yang tidak menyimpang dari hukum agama, adalah lebih baik kalau lamaran itu dinda terima. “

Ratu Siti                     :  “ Tapi aku neneknya yang syah, tidak setuju. Untuk apa menjalin kekeluargaan dengan saudaramu yang beribukan Cina itu ! “

P.Hidayat                  :  “ Memang sulit mengambil keputusan. “

P.Antasari                 :  “ Persoalan ini, jangan sampai dikaburkan oleh pertimbangan Cina atau Pribumi. Yang jelas lamaran itu justeru akan menyelamatkan puteri dinda yang sudah dewasa itu. Pertimbangan lain, demi terhapusnya kecurigaan dan yakinnya pemerintah Belanda terhadap kesetiaan dinda. Dengan demikian dinda akan leluasa mengetahui seluk beluk pemerintah dan rahasia kerajaan. Ini penting untuk mencapai kemenangan kita sendiri. “

Ratu Siti                     :  “ Itu namanya munafik. Bermuka dua ! “

P.Antasari                 :  “ Ibu menghendaki agar dinda Hidayat, menjadi buruan orang Belanda ? “

Ratu Siti                     :  “ Orang munafik akan menghadapi ancaman dari dua arah. Dari muka dihadang oleh peluru, sedangkan di belakang akan ditikam oleh ujung keris. Hidayat, tegaskan saja bahwa Tamjid dan Belanda adalah musuhmu ! “

P.Antasari                 :  “ Tamjid dan Belanda sudah lama menjadi musuh kita. Tapi kita harus memikirkan pula, bagaimana usaha dan taktik kita mengalahkan musuh. “

D.Lehman                  :  “ Dinda berpendapat, bahwa musuh itu harus dibunuh. Haram kita dijamah. Dan haram kita menyerah. Haram juga kita dijajah. “

Ratu Siti                     :  “ Tolak lamaran itu. Bunuh Tamjid. Demang Lehman lakukan itu ! Aku siap menerima hukumannya. “

P.Antasari                 :  “ Lantas sesudah Tamjid mati terbunuh, apakah akan kita kira dinda Hidayat akan naik tahta ? “

P.Hidayat                  :  “ Kita telah dianggap Belanda sebagai anak kecil. Namun kita telah yakin, dengan dasar kesatuan yang kokoh akan kita dapatkan kekuatan yang dahsyat. Dalam hal ini, musuh adalah musuh. Musuh harus kita lumpuhkan. “

Ratu Siti                     :  “ Dan lamaran Tamjid terhadap puterimu harus kau tolak. “

P.Hidayat                  :  “ Tidak. Demi kebaikan puteriku sendiri, lamaran itu akan kuterima. “

Ratu Siti                     :  “ Apa ? Kau benar-benar munafik Hidayat. Tidak bisa membedakan antara musuh dengan kawan. Kau boleh menerimanya, tapi aku neneknya tidak merelakannya ! “
                                       ( PERGI )

P.Hidayat                  :  “ Bunda ! “

P.Antasari                 :  “ Sikap dinda sangat terpuji. “

P.Hidayat                  :  ( KEPADA DEMANG LEHMAN )
                                       “ Dinda atur pelaksanaan perkawinan puteriku. Upacara ini harus dilaksanakan di Bumi Selamat Martapura ini. Jangan di Banjarmasin. Cari jalan yang baik, untuk membunuh resident. Salah satu harus ada yang mati ! “

D.Lehman                  :  “ Pasti dinda bunuh. “

P.Hidayat                  :  “ Bagus. Tapi harus diingat hati-hatilah. Selanjutnya untuk meyakinkan Aling di Muning agar bisa bergabung dengan gerakan kita, apakah perlu dinda sendiri yang datang ke sana? ”

P.Antasari                 :  “ Buat sementara dinda jangan meninggalkan kerajaan dulu! Biar kanda yang menemuinya. “

D.Lehman                  :  “ Aling terlalu angkuh dengan kekuasaan yang diumumkannya. Apakah tidak lebih baik, kalau Ki Ngabe Jaya Negara saja yang kita utus ? 

P.Hidayat                  :  “ Ki Ngabe Jaya Negara memang putera Datu Kabul yang ditakuti saat ini. Tapi Ki Ngabe Jaya Negara sudah bukan Panglima Perang Kerajaan lagi. Beliau saat ini lebih suka beribadat. “

P.Hidayat                  :  “ Riwayat Ki Ngabe Jaya Negara, memang bagus dalam menundukkan datu-datu, termasuk Datu Muning. Dan kanda akan mencoba menundukkan Datu Muning itu dengan cara kanda sendiri. “
D.Lehman                  :  “ Aling punya ribuan prajurit yang tangguh. “

P.Antasari                 :  “ Inilah yang penting. Prajurit itu harus yakin dengan tujuan gerakan kita. Setelah Aling, kanda temui Tumenggung Antaludin. Berikut Kiai Suta Sura Negara, Kiai Reksapati, Kiai Cakrawati, Pangeran Citrakesuma, Pangeran Singa Terbang dan Pangeran Mira Dipa. Kanda akan temui juga Tumenggung Macan Negara. Mereka akan kita satukan dalam gerakan Haram Manyarah. Daerah Martapura, Hulu Sungai harus menjadi daerah benteng pertahanan kita. Dan Tanah Dusun Barito, Kapuas, Kahayan yang terdiri dari suku Dayak harus mendukungnya. Beberapa orang yang kita dengar gagah berani dan sama-sama membenci Belanda di daerah pedalaman Barito ini, seperti Tumenggung Surapati juga seorang kiai yang bergelar Tumenggung Jaya Raja, harus kita tarik ke dalam gerakan kita. “

D.Lehman                  :  “ Dan jangan kanda lewatkan kenalan baik dinda di Barito, yakni Mas Anom, Tumenggung Kartapata, Tumenggung Mangkusari. “

Orang-orang             :  ( BURU-BURU MASUK )
                                       “ Pangeran, ada orang- orang Belanda menuju ke tempat ini. “

D.Lehman                  :  “ Kita diintai ? Atau mungkin ada mata-mata diantara kita ? “

P.Hidayat                  :  “ Tenang, teruskan berlatih ! Jangan banyak bicara. Kanda mari. “
                                       ( P. HIDAYAT, P. ANTASARI DAN DEMANG LEHMAN MENINGGALKAN TEMPAT ITU )

Orang-orang             :  ( MENERUSKAN LATIHAN KUNTAU DALAM RAGAM BELEBATAN. TAMPAK VAN KINS BERGENS DIIKUTI OLEH P. TAMBAK ANYAR DAN P. SURYA MATARAM )

Kins Bergen              :  ( AGAK BERANG KARENA ORANG-ORANG TIDAK MENARUH HORMAT SAMA SEKALI KEPADANYA )
                                       “ Tidakkah kamu orang tahu adat istiadat ?
                                       ( ORANG-ORANG TERUS TETAP SAJA LATIHAN YANG LEBIH MENGARAH PADA SHOW FORCES. VAN KINSBERGEN SEMAKIN BERANG )
                                       Hentikan semuanya !!
                                       ( MEMANDANGI SEMUA ORANG DENGAN JALANG )
                                       Kamu orang telah lakukan kegiatan dan perkumpulan tanpa izin pemerintah. Hhh… !! Kamu orang bisa kami tuntut dan bisa kami tuduh subversive. Kamu akan dipanggil dan ditangkap. Mengerti ? Coba kamu orang menghadap kemari !
                                       ( MENUDINGKAN TELUNJUKNYA KEPADA PELATIH )
                                       Di mana itu orang yang bernama Hidayat ? “

Pelatih                          :  “ Kami di sini hanya latihan kuntau. Jadi saya tidak tahu. Mungkin ada, mungkin juga tidak ada. “

Van Kinsbergen          :  “ Surya Mataram. Coba kamu tengok itu Hidayat. “

S.Mataram                   :  “ Baik tuan. “
                                       ( MENUJU TEMPAT P. HIDAYAT ISTIRAHAT )

Van Kinsbergen          :  “ Tambak Anyar. Apakah kau bisa jamin maksud dari resident ini akan disetujui oleh Hidayat ? “

P.Tambak Anyar         :  “ Biasanya sepanjang perbuatan itu tidak melanggar larangan agama, Pangeran Hidayat tidak pernah menolaknya. “

Van Kinsbergen          :  “ Sudah berapa lama kalian mengadakan latihan seperti ini ? “

Pelatih                          :  “ Oh, sudah sejak lima tahun tuan. “

Van Kinsbergen          :  “ Begitu lama ? Tidak seorangpun yang tahu ? Kamu o


                                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar