Perang Banjar
Karya : H. Adjim Arijadi
Episode à
TERATAK DERMAGA DARAH
SEBUAH TANAH TERBUKA DI PINGGIR HUTAN BELANTARA. TANAH BANUA
BANJAR TAHUN 1857 – 1859. BEBERAPA BATANG POHON TEMPAT TERKULAINYA PARA LELAKI
PEJUANG. DIMANA TANGAN-TANGAN MEREKA TERIKAT TALI DAN TERGANTUNG.
SCENE I
Beberapa kelompok rakyat:
1. Kelompok Hitam-hitam (K.HH)
2. Kelompok Putih-putih (K.PP)
3. Kelompok Merah-merah (K.MM)
KELOMPOK-KELOMPOK INI, TERIAK HISTERIS LALU MENGGERUMUNI
TUBUH-TUBUH LELAKI YANG TERGANTUNG TERKULAI ITU.
Pimpinan
K.HH : (Muncul
dan tercengang) Ya Tuhan, apa yang sedang
terjadi?!
Seluruh
Kelompok : (Teriak histeris)
Belanda kejam! (Masing-masing kelompok menunjukkan rasa harunya dan
saling menggerumuni pejuang-pejuang yang tergantung itu)
Pimpinan
K.MM : Seharusnyakah kita tangisi kejadian seperti
ini?!
Pimpinan
K.HH : Kekejaman seperti ini, bukan Cuma kali ini.
Begitu banyak darah, air mata dan nyawa terbuang dan sia-sia.
Pimpinan
K.MM : Lalu akan kita biarkan korban semacam ini,
berulang kembali?
Pimpinan
K.PP : Martabat kita sebagai manusia, sudah
terkuras dan menjadi kering. Kesalahan siapa?
Pimpinan
K.MM : Kesalahan siapa?! Kenapa mesti kita cari
siapa yang bersalah?
Pimpinan
K.PP : Ini penting sobat! Apabila kita tahu, siapa
yang bersalah, maka kitapun akan tahu pula, apa yang akan tahu pula, apa yang kita
perbuat.
Kelompok
HH : Begitu banyak sudah darah
Begitu
banyak sudah air mata
Kematian
dan kesedihan
Silih
berganti
Begitu
banyak sudah luka
Begitu
banyak sudah
Begitu
banyak sudah
Begitu banyak sudah
Duka
dan malapetaka
Tumpang
tindih
Begitu
banyak sudah
KEADAAN MENUJU KEHENINGAN. SUNYI DAN SUNYI.
Kelompok
PP : Belum juga terjawab. Martabat kita, makna
dari kehidupan kita, masih berputar pada tanda tanya.
Ini
namanya sebuah teka-teki.
Ayolah,
marilah kita kembalikan makna kehidupan kita kepada yang paling awal dan paling
mendasar. Dan kita harus menjawabnya. Kita harus menjawabnya!
Komandan : (Out
Stage) Semua regu tembak, Siaaap!
(Terdengar genderang)
Seluruh
Kelompok : (Serentak mengarahkan pandang
kepada datangnya suara)
Pimpinan
K.HH : Serdadu Marsose
Kelompok
HH : Mari bersembunyi
Pimpinan
K.MM : Bersembunyi, berarti akan menampakkan
ketakutan. Itu tidak benar. Kita harus berbuat. Kalau tidak kapan lagi.
Kelompok
MM : Benar. Kapan lagi. Kita harus tunjukkan,
(Menepuk dada masing-masing). Inilah dada
kita.
Pimpinan
K.MM : Kita harus unjuk gigi. Sebab kalau tidak,
kita pun akan mati tanpa arti. Kalian siap?!
Kelompok.MM : Kami siap untuk mati!
Pimpinan
K.PP : Sabar. Pertimbangkan sekali lagi. Kita masih
dalam tanda tanya. Sebab apabila kita bertarung, tanpa ada kejelasan pokok
persoalan dan sumber kesalahannya, mana mungkin semangat perlawanan dilandasi
oleh minat kemanuntungan.
Kelompok
PP : Benar. Kita harus bersabar.
Kita
cari alasan yang paling dasar.
Kelompok
MM : Bah! Bedebah!
Belanda
lah yang salah!
Kelompok
HH : Dan tangsisan telah menyenandungkan rasa
duka. Mematahkan tulang belulang kita membasahnya tanah kita di Banua oleh
sebab air mata.
Kami
mau hidup.
Dan
hidupkanlah kembali keluarga kami yang mati dibinuh oleh Kompeni.
Pimpinan
K.MM : Nah, sudah jelas bukan? Dan kita tidak usah
mencari siapa yang salah. Hanya orang yang beritikad jeleklah yang masih
mencari-cari sebab dari semuanya ini.
Dan
sekarang kita harus bangkit!
Kelompok
MM : Kami setuju!
Kelompok
HH : Kami pun mendukungnya.
Pimpinan
K.MM : Dan kalian? (Kepada kelompok PP)
Pimpinan
K.PP : Kami akan memperhitungkan kekuatan kami.
Kami juga siap bangkit dan bergerak maju, dan menuntut hak dan martabat kami
yang sebenarnya.
Tapi
nanti.
Pimpinan
K.MM : Kapan?
Pimpinan
K.PP : Sampai kami tahu persis, bahwa kesalahan
itu, bukan karena orang asing. Sampai kami tahu jelas, bahwa sumber malapetaka
ini, justru datangnya dari manusia kita di Banua sendiri.
Pimpinan
K.HH : Mata kepala kita sendiri sudah tahu, bahwa
kita berada pada pihak yang dikorbankan.
Pimpinan
K.MM : Dan kompeni Belanda yang melakukan kekejaman
itu. Kenapa harus diputar balikkan kenyataan yang sebenarnya. Kita penduduk
pribumi. Pemilik syah Banua Banjar kita ini. Semua hasil yang mendatangkan
kekayaan yang diperas dari perut bumi Banua kita ini, telah dilalap secara
rakus oleh orang asing, yaitu Kompeni Belanda. Kemudian seluruh penduduk yang
dijadikan alat untuk bekerja, telah dijadikan alat untuk bekerja, telah
dijadikan kurus dan bahkan banyak yang dibinasakannya. Seharusnyakah kita
berdiam diri?!
Kelompok
MM : Bagus! Dan orang-orang seperti mereka?
Kelompok
MM – HH : Hancurkan! Lumatkan!
Pimpinan
K.HH : Mereka itulah yang kita sebut
golongan-golongan hitam yang berbaju kesucian. Orang yang setiap saat akan
menikam lawan dari belakang!
Kelompok
MM – HH : Mari kita bereskan mereka! (Kemarahannya
meluap-luap)
Pimpinan
K.MM : Nanti dulu. Kita sudah bersatu dalam nafsu
yang sama. Kita akan maju berperang, tidak sekedar balas dendam semata, tapi
keinginan kita yang sudah padu dan bulat untuk membahagiakan hidup kita.
Kekuasaan dan kekayaan, itulah inti dari hasil yang ingin kita capai. Oleh
sebab itu, mereka (K.PP) sudah kita anggap sebagai orang yang tergilas oleh
massa. Dan mereka Cuma sekelompok kecil. Cuma setitik air di tengah gelombang
samudera. Kecil sekali.
Pimpinan
K.HH : Kami setuju kalau kita tinggalkan saja
kelompok mereka.
Pimpinan
K.MM : Itu bagus sekali. Sekarang, pergunakan saja
senjata apa saja yang kita miliki. Mari kita kacaukan pemerintahan Kompeni
Belanda. Kita akan jungkir balikkan keraton di Kayu Tangi Martapura. Kalian
sudah siap?!
Kelompok
MM – HH : Allahu Akbar!
GENDERANG TERDENGAR. SELURUH KELOMPOK JADI BINGUNG. SEDANG
KEBERANIAN MEREKA YANG BERKOBAR-KOBAR, JADI LENYAP.
Pimpinan
K.HH : Serdadu Marsose! Mereka bersenjata hebat!
Kelompok
HH : Kami tidak mau mati!
Pimpinan
K.MM : Bodoh! Pengecut! Kita sudah sepakat untuk
melawannya. Ayo, siapkan senjata kalian!
Pimpinan
K.HH : Tidak! Ini bunuh diri namanya. Cepat!
Selamatkan diri kita!
Kelompok
HH : (Mencoba
melarikan diri. Tapi sempat dicegat oleh beberapa pasukan serdadu kompeni)
Komandan : (Out
Stage). Kejar mereka! Tangkap dan tembak!
SCENE II
Kel.
Serdadu I : (Memburu Kelompok HH)
Kelompok
MM : (Mencoba
menghadang Komandan)
Komandan
: (Tanpa
merasa takut, siap menghadapi ancaman).
Oho, sudah punya keberanian hah? Ik, Cuma seorang Komandan dari pasukan
Marsose. Cuma seorang alat dari pemerintah Kompeni Belanda yang diberi kuasa
dalam pertahanan militer dan keamanan rakyat. Kamu orang mau apa, hah?
Kel.
Serdadu I : (Muncul, menyeret kelompok HH).
Komandan : Bagus! Kamu orang (Kepada kelompok MM) agar bersujud mencium sepatu
Ik....rupa-rupanya kamu orang belum tahu, bagaimana kalau seorang Komandan
pasukan serdadu Marsose, marah? Kamu orang memang bukan orang terpelajar. Ik,
belum tahu jelas, apakah ajaran adat Kesultanan Banjar sudah pernah diberikan
kepada kamu orang? Bagaimana seorang rakyat jelata, kalau berada di hadapan
seorang Sultan? Bagaimana ia harus bersimpuh dan bersujud. Kamu orang belum
diajari oleh seorang keraton? Serdadu...paksa itu orang-orang pembangkang,
mencium ujung sepatu, Ik.
Kel.
Srerdadu I : (Melakukan paksa kepada kelompok MM).
Komandan : (Kepada
kelompok PP) Kamu orang masih tahu arti
keramah-tamahan. Punya adat yang cukup baik. Ik, memang senang sekali. Ik akan
berikan hadiah yang bagus-bagus untuk kemu sekalian.
Kelompok
PP : Terima Kasih!
Komandan : Serdadu..... Bawa kemari itu pemberontak.
GENDERANG MENGIKUTI PELAKSANAAN PERINTAH INI. MUNCULLAH PARA
SERDADU MARSOSE MENYERET BEBERAPA TAWANAN. SEMUA KELOMPOK DIAM DAN KETAKUTAN.
Komandan : Kamu (Kepada K.MM) kenal siapa mereka ini? Mereka lah yang menamakan tokoh masyarakat yang
membangkang pemerintahan di daerah Banua Lima. Mereka Cuma pembangkang dan
bukan pemberontak.
Kopral,
buatlah suatu pertunjukkan yang bagus untuk penjahat-penjahat ini.
Kopral : Siap! Kamu semua lihat itu orang tergantung
di sana. (Kepada K.HH dan Kelompok HH pada melihatnya). Regu tembak
seluruhnya...Ya!
Serdadu : (Menembak
habis kelompok HH)
KELOMPOK HH BERJATUHAN TERKENA SASARAN PELURU SENAPAN SERDADU
MARSOSE.
Pimpinan
K.MM : Allahu Akbar!(Mau menebaskan mandaunya,
tapi dihalangi oleh ujung bayonet serdadu).
Komandan : Kamu orang, bukan seorang pribumi yang baik.
Bagus. Sersan, buat suatu pertunjukkan yang lebih bagus.
Sersan : Siap. Kamu, maju ke depan (Menunjuk
tawanan yang barusan dibawa, kemudian kedua tangannya yang terikat direntangkan
ke atas dan tergantung pada tali yang mengulur ke bawah. Tali itu ditegangkan,
sehingga kedua tangannya tergantung). Kamu
orang akan mendapat giliran yang sama. Kamu! (Pimpinan MM) pegang potongan kayu
ini. Puaskan kemarahan kamu orang, dengan memukul penjahat ini, sampai mampus.
Komandan : Aha, satu pertunjukkan yang benar-benar baru
dan menarik. Bagus...bagus.
Sersan : Lakukan itu.....ayoh, kalau ingin tubuhmu
tidak menjadi sasaran peluru....kamu boleh pilih, kamu yang mati atau penjahat
itu.
Pimpinan
K.MM : (Diam
tidak mau berbuat).
Sersan : Bagus. Kamu orang lebih suka mati sendiri.
Bagus. Saya akan lakukan itu. Tapi nanti. Saya akan berikan kesempatan kepada
kamu semua. Serdadu seluruhnya, agar waspada dengan senjata. Saya akan berikan
potongan-potongan kayu, kepada mereka. Kopral, berikan seluruhnya Gada kepada
mereka.
Kopral : (Membagikan
kepada kelompok MM).
Sersan : Ayoh, jangan coba membangkang seperti dia.
Kalian akan mati serentak apabila menolak kerja yang kami berikan. Pukul orang
jahat itu, sampai mati.
Kelompok
MM : Dengan terpaksa, telah dipukulkannya ke
tubuh tawanan yang terikat itu.
STILISASI C
1. Kel. Serdadu Marsose : Dengan
sikap penguasa yang angkuh dan macam perintah (yang berjaga dengan senjata dan
bangga dengan tindakan)
Figure-figure à
Komandan, Sersan, Kopral, Beberapa serdadu lainnya
2. Kelompok HH : Adalah kelompok yang
serba pasrah, namun kelompok ini sudah tergeletak mati. Tapi tentu saja
semangat mereka untuk hidup masih terpancar pada geliat tubuh-tubuh mereka.
3. Kel. PP + Pimpinan : Mereka
ini, serba menyesuaikan dengan sikon yang ada. Dengan demikian mereka bisa
bertahan dalam hidup dan telah mendapat simpati dari serdadu Marsose.
4. Kel. MM + Pimpinan : Penuh
semangat, tapi tidak terkontrol dengan baik. Pada saat ini, mereka sedang
melakukan penyiksaan terhadap tawanan yang tergantung. Sedang pimpinan kelompok
MM tidak bisa berbuat apa-apa, karena diancam oleh ujung bayonet serdadu
Marsose.
Fokus masalah adalah penyiksaan orang
pribumi yang dilakukan secara paksa oleh orang pribumi sendiri.
PADA SAAT KEJADIAN ITU MEMUNCAK KEPADA
KESADISAN DAN KEHARUAN, MUNCULLAH SEORANG LEUTENANT BELANDA, DAN MEMBUYARKAN
KEJADIAN ITU.
Leutenant : Hentikan! Hentikan! Perbuatan konyol, hah?
Orang tidak berdaya, masih juga kamu siksa hah? Serdadu, tembak ini
orang-orang!
Pimpinan
K.MM : Jangan lakukan itu tuan. Mereka tidak
bersalah.
Leutenant : Apa kamu bilang, tidak bersalah, hah?
Pimpinan
K.MM : Mereka, cuma......
Komandan : Tutup kamu punya mulut!
Leutenant : Kamu orang yang sepantasnya, tutup mulut!
Indisiplinnir. Apa kamu orang, mau bicara apa?
Pimpinan
K.MM : Mereka tidak bersalah. Saya juga tidak
bersalah. Kami telah dipaksa, untuk memukul orang kami sendiri sampai mati.
Leutenant : Omong kosong. Begitu? Apa betul dia punya
ucapan?
Sersan : Betul, Leutenant. Saya juga melakukan apa
yang diperintahkan Komandan kami.
Leutenant : Kamu telah lakukan, di luar dari
kebijaksanaan pemerintah Kompeni. Hari ini juga, kamu orang harus menghadap
Assistent Resident di Martapura. Saya akan usulkan, dicopotnya semua tanda
pangkat Kamu. Mengerti?!
Komandan : Kalau
boleh, saya minta maaf Leutenant.
Leutenant : Minta
lah maaf kepada pribumi yang tidak punya kesalahan. Vonis hanya boleh
dijalankan, apabila seseorang sudah dihadapkan di muka pengadilan.
Mengerti...?! Nah,besok semua pangkat dan jabatan kamu, harus dicopot. Bebaskan
mereka!
SEMUA
PASUKAN SERDADU MELEPASKAN SEMUA TAWANAN.
Leutenant : Semua
serdadu kembali ke Pos penjagaan.
PARA
SERDADU MARSOSE MENGATUR BARISAN DI BAWAH SATU ABAH-ABAH.
Kelompok
PP : (Dengan wajah berseri-seri dan
hormat kepada sang Leutenant)
Pimpinan
K.MM : Tuan
telah berbuat baik terhadap kami.
Kelompok
MM : Tuan
telah selamatkan nyawa kami.
Terima kasih. Terima kasih.
Leutenant : Saya
bangga terhadap orang-orang yang mau berterima kasih. Tapi saya meminta kalian
agar tidak membikin kekacauan di daerah Kerajaan Banjar ini. Hargailah Raja
kalian, Tamjid.
Kelompok
PP : Tamjid?
Bukan Pangeran Hidayat?
Leutenant : Hidayat
juga seorang penguasa yang berpangkat sebagai Mangkubumi kerajaan. Kenapa?
Kalian tidak menyukainya?
Pimpinan
K.MM : Jadi
bukan Pangeran Hidayat, raja kami?
Leutenant : Ah,
jabatan raja kan cuma simbol saja. Tapi untuk jabatan Mangkubumi, justru lebih
penting. Itulah sebabnya mengapa si Tamjid yang kami dudukkan sebagai Raja
Kerajaan Banjar. Kalian tentunya membenci Tamjid. Dari itu, jabatan Mangkubumi
yang kami anggap penting, kami serahkan kepada Pangeran yang kalian sukai,
Hidayat. Mengerti.
Kelompok
MM : Ya,
kami sudah mengerti. Mengerti sekali.
Leutenant : Bagus,
rukunlah satu sama lain. Bantu lah jabatan Hidayat, dengan memelihara
ketentraman kampung, tidak saling berkelahi, dan jangan sampai memusuhi
Pemerintah Kompeni. Saya akan kembali ke Keresidenan, untuk memecat serdadu
yang kurang ngajar itu.
Kelompok
MM : Terima
kasih. Terima kasih, Tuan.
Leutenant : Kasih
kembali. Selamat siang (Pergi menghilang).
Pimpinan
K.MM : lalu
siapa yang salah?
Kelompok : Belanda.
Tapi tidak mungkin. Ada Belanda jahat, dan ada belanda yang berbudi.
Pimpinan
K.PP : Memang
ada kesucian yang bertopengkan hitam-hitam. Tapi sementara itu, kebusukan pun
dapat dipolesi dengan bedak.
Kelompok
PP : Kita
belum tahu persis, siapa yang salah.
Pimpinan
K.PP : Betul.
Kita Cuma segelintir pribadi yang belum mampu mewakili hati nurani rakyat.
Sound : (Sorak
Sorai di Out Stage).
KELOMPOK-KELOMPOK ITU SALING INGIN TAHU, APA YANG TERJADI. LAMPU
MEMISAHKAN WAKTU.
NARASI:
Dengan diputar balikkannya fakta oleh Belanda, telah membuat rakyat
kebingungan. Rakyat menghendaki pangeran Hidayatullah yang menjadi Raja mereka.
Tapi pemerintah Kompeni Belanda, justru menunjuk pangeran Tamjidillah.
1 Nopember 1857, adalah hari wafatnya Sultan Adam
Alwasiqubillah. Kemudian tahta kerajaan diduduki oleh Pangeran Tamjidillah.
Tepatnya tanggal 3 Nopember 1857, adalah hari dilantiknya Pangeran Tamjidillah
menjadi Raja. Sedang Pangeran Hidayatullah yang diwasiatkan oleh Almarhum
Sultan Adam Alwasiqubillah untuk menjadi Raja, Cuma diangkat sebagai seorang
mangkubumi. Dan kini, bertahta Pangeran Tamjidillah sebagai seorang Sultan yang
berkuasa penuh. Tapi sementara itu, Pemerintah Kompeni Belanda, Cuma
menganggapnya hanya sebuah boneka saja. Berubahlah warna dan bau keraton dari harumnya pribumi Banjar, menjadi warna
dan baunya kebudayaan asing.
STILISASI D
MUNCULLAH IRING-IRINGAN KESULTANAN YANG BARU, TERJADI DARI:
-
Pangeran
Tamjidillah
-
Ibunda
Nyai Aminah yang berwajah Cina
-
Pembesar-pembesar
Istana lainnya
-
Residen
-
Asisten
Residen
-
Para
Opsir
-
Para
Abdi Dalam
SCENE:
Dalam iring-iringan, tampat pangeran Tamjidillah berada di dalam
balai Tandu. Begitu sampai ke Balairungsari, beberapa orang dayang melayaninya,
dan menuju tahta kerajaan.
Nyai Aminah, sang Ibunda Pangeran, bersikap angkuh. Para
pengawal dan punggawa kerajaan penuh pengabdian. Juga para pembesar Kompeni,
berlaku dengan hormat yang dibuat-buat.
Muncul pangeran Hidayat, Ibunda Ratu Siti, Mufti dan beberapa
orang pengawal Pangeran Hidayat termasuk Demang Lehman. Kehadiran rombongan
ini, tak mendapat perhatian sedikit pun.
NARASI:
(Bersama munculnya Rombongan Pangeran Hidayat). Inilah Pangeran
Hidayat yang diberi jabatan Mangkubumi, hadir bersama Ibunda Ratu Siti,
pengawal yang setia Demang Lehman dan beberapa orang keluarga dekat lainnya.
Tidak sekilas hormat pun yang diberikan penguasa Kompeni Belanda kepada
Pangeran Hidayat. Namun dihati para pembesar istana telah tersembunyi rasa
kekaguman mereka kepada pangeran yang paling dicintainya itu.
Pembesar
Istana : (Tidak
dapat menahan rasa kagumnya, lalu memberikan sembah sujudnya kepada pangeran
Hidayat)
Pangeran
Tamjid : Tuan
Residen, siapakah sebenarnya yang Tuan tunjuk untuk menjadi Raja di kerajaan
banjar ini?
Residen : Apakah
tuan Sultan masih meragukannya?
Nyai
Aminah : Tamjidillah, anakku. Engkau adalah seorang raja. Seorang penguasa
tunggal di kerajaan ini.
Residen : Tak
seorang penguasa lainpun, yang diberikan kepercayaan oleh Pemerintah
Gubernemen, selain Tuanku Sultan.
Pangeran
Tamjid : Tapi
Hidayat ini?
Residen : Hidayat
Cuma seorang Mangkubumi. Cuma seorang pembantu, bilamana Tuanku memerlukannya.
Pangeran
Tamjid : Lalu
dengan sikap dan sembah sujud para pembesar Istana ini kepada Hidayat?
Nyai
Aminah : Betul Tuan Residen. Ini berarti suatu penghinaan kepada Raja.
Puteraku Pangeran Tamjidillah, adalah penguasa Tunggal di kerajaan ini. Dan
tuan sudah berjanji untuk membantu dan melindunginya bukan? Saya berkeberatan
dengan sembah sujud orang istana lainnya kepada Hidayat ini!
Mufti : Tuan
Residen, boleh hamba ikut bicara?
Nyai
Aminah : Tuan Mufti, sebaiknya tuan berdiam diri saja. Sebab apabila tuan
ingin berfatwa dengan menuturkan Kitab Al-Qur’an atau berceramah mengenai
ajaran agama, pergilah ke Masjid. Di sanalah tempatnya. Istana sekarang ini,
sudah muak dengan ajaran-ajaran kuno. Istana ingin kami alihkan kepada hal-hal
yang berhubungan dengan pembangunan duniawi, serta kepada sikap manusiawi yang
pandai, yang bermutu yang hidupnya serba berkecukupan baik perumahan maupun
makanan dan pakaian.
Mufti : Alhamdulillah,
apabila Tuanku Sultan mampu mengembalikan kehidupan rakyat Kerajaan Banjar ini,
kepada masa bersihnya kerajaan dari campur tangannya orang luar. Namun ada satu
hal yang mungkin punya perbedaan yang sangat mendasar sekali antara keinginan
Ibunda Nyai Aminah dengan masa jayanya Pemerintahan Kerajaan Banjar tempo dulu.
Pangeran
Tamjid : Apa
itu?
Mufti : Almarhum
Syekh Muhammad Arsyad Al-banjari, begitu mulus membawa rakyat kepada ajaran
Islam yang sebenarnya.
Nyai
Aminah : Saya sudah peringati bahwa di sini bukan tempatnya memuntahkan
fatwa-fatwa.
Ratu
Siti : maaf Tuan Residen. Kalau hamba dianggap lancang mohon dihentikan
saja pembicaraan hamba. Kami tetap menyadari bahwa pemerintahan Kerajaan Banjar
ini masih terikat oleh surat-surat perjanjian, yang menyatakan bahwa seluruh
Wilayah Timur dan Selatan tanah Borneo ini, adalah milik Pemerintahan
Gubernemen. Dan di wilayah ini, tidak seorang Raja pun yang punya kuasa penuh.
Nyai
Aminah : Kamu merendahkan jabatan puteraku Tamjidillah?
Ratu
Siti : Saya seorang permaisuri. Dan Hidayatullah puteraku adalah seorang
Pangeran yang syah dan malah punya hak penuh untuk menduduki tahta kerajaan.
Namun sekalipun puteraku dicintai dan disegani oleh rakyat, ia pun terpaksa
untuk tunduk terhadap Kompeni. Di wilayah ini, hanya kompeni yang berkuasa.
Residen : Ucapan
yang bagus sekali. Teruskan.
Nyai
Aminah : Tamjid, kamu adalah Raja. Hentikan omong kosong Ratu Siti itu.
Ratu
Siti : Nah sekarang, tuan Residen lihat sendiri betapa lancangnya Nyai
Aminah itu. Di sini yang berkuasa penuh adalah Tuan Residen bukan? Tapi
nyatanya Nyai Aminah tidak mengakui kekuasaan yang ada pada Tuan. Tapi, maaf
tuan Residen. Demi kekuasaan Raja, hamba terpaksa menghentikan pembicaraan
hamba.
Residen : Teruskan
saja. Kami senang dengan pembicaraan yang lahir dari pemikiranmu yang cerah
itu. Teruskan.
Ratu
Siti : Untuk selanjutnya saya serahkan kepada tuan Mufti.
Mufti : Tidak
banyak. Hamba hanya ingin, agar keraton tetap punya wibawa dalam mengembangkan
ajaran agama. Dan apabila hamba bicara soal agama, ini tidak berarti
mengenyampingkan masalah-masalah lain, seperti masalah budaya, perdagangan,
pertanian dan sebagainya. Keraton malalui kuasa raja, agar tetap memegang
Undang-undang yang dibuat oleh Sultan Adam Alwasiqubillah dan dalam mencapai
kesejahteraan rakyat, tetap dalam garis keseimbangan antara lahiriyah dan
batiniyah sebagaimana yang dikehendaki oleh Almarhum Syekh Muhammad Arsyad
Al-banjari.
Nyai
Aminah : Mufti! Sekali lahgi saya peringatkan agar Mufti jangan lagi
menceramahi kalangan pembesar di sini, puteraku Sultan Tamjidillah sudah
mengadakan kesepakatan, untuk mengembangkan tata cara hidup dan adat istiadat
yang datang dari negeri Belanda. Mufti jangan memaksakan penguasa kerajaan
dengan sikap dan ajaran yang sudah ketinggalan zaman.
Pangeran
Tamjid : Betul
kata ibunda. Dengan tutup mulut, adalah suatu cara untuk menyelamatkan dirimu
Mufti. Dan kamu Hidayat, apakah kamu jalankan dengan baik tugas kamu sebagai
Mangkubumi?
Pangeran
Hidayat : Saya
hanya melakukan tugas, sepanjang tugas itu diberikan kepada saya.
Nyai
Aminah : Orang yang tahu adat. Hidayat, semua pembesar istana di sini tahu
bagaimana adat berbicara yang sopan terhadap raja?
Pangeran
Hidayat : Hamba
tahu, ibunda. Hamba bicara dengan Tamjidillah, tidak bicara seperti antara mangkubumi
dengan seorang Raja. Tapi Tamjid saat ini, saya anggap sebagai adik seayah
sekalipun berlainan ibu.
Nyai
Aminah : Tapi kamu seorang Mangkubumi dan puteraku Tamjid adalah Rajamu.
Bersikaplah dengan tata cara dan adat yang digariskan oleh leluhur.
Pangeran
Hidayat : Sesuai
dengan keinginan ibunda, bahwa tata cara dan adat istiadat leluhur yang
diwariskan, adalah adat istiadat yang sudah basi. Oleh karena itu saya akan
taati kehendak ibunda itu. Nah sekarang ijinkanlah saya bicara sebagaimana
sikap dan tata cara Belanda.
Nyai
Aminah : Lancang sekali! Tamjid!
Pangeran
Tamjid : Ibunda.
Tahanlah kemarahan bunda.
Pangeran
Hidayat : Para
pembesar istana semuanya, bangkitlah dan marilah kita manfaatkan tata cara
Hollandia. Saya memohon sekali lagi, agar para pembesar istana berkenan untuk
mensejajarkan diri kita dengan para penguasa Pemerintah Gubernemen Belanda.
Saya meminta untuk bangkit dan berdiri.
(Pembesar Istana yang tadinya
bersembah sujud dan menunduk, mulai bangkit berdiri satu persatu. Sementara itu
Nyai Aminah menunjukkan rasa berangnya, karena para petugas istana berdiri
sejajar dengan puteranya Sultan Tamjidillah).
Tuan Residen dan Tuan Asisten
Residen, serta para pembesar istana yang saya hormati.
Residen : (Melihat
ke pintu). Gangga Suta. Marilah menghadap. (Gangga Suta hormat kepada Residen).
Apakah kamu orang akan menyampaikan kabar yang bagus-bagus?
Gangga
Suta : (Seperti
enggan bicara karena memang ada orang-orang yang diseganinya).
Residen : Ayolah,
Tidak mengapa. Bicara saja secara terbuka.
Gangga
Suta : Hamba
akan menyampaikan kabar yang tidak menyenangkan tuan. Kabar ini ada sangkut
pautnya dengan gerakan gelap yang sudah tersusun rapi dari kalangan orang-orang
istana sendiri, dihampir seluruh daerah afdeling Banjarmasin dan afdeling Banua
Lima hingga tanah Dusun Atas dan Barito.
Residen : Apakah
masih menyangkut nama pemberontakan Jalil di Amuntai?
Gangga
Suta : Tumenggung
Jalil, memang merupakan bagian yang tidak terpisahkan, Residen.
Pangeran
Tamjid : Untuk
apa menyangkut pautkan Tumenggung Jalil? Toh, pemberontakannya Jalil sudah
dapat hamba padamkan, Residen.
Gangga
Suta : Tuanku
Sultan mungkin belum tahu persis perkembangan keamanan wilayah saat ini.
Pemberontakan Jalil memang sempt dipadamkan oleh Tuanku Pangeran Hidayat,
dengan cara memberhentikan Adipati Danureja di Amuntai. Tetapi setelah
kebijaksanaan Pangeran Hidayat itu tuan tarik, maka Jalil pun makin mengganas.
Tapi Jalil masih belum apa-apa, kalau dibandingkan dengan kabar yang akan hamba
sampaikan ini.
Ratu
Siti : Tuan Residen. Karena pembicaraan sekarang hanya menyangkut persoalan
yang berhubungan dengan keadaan wilayah, ijinkanlah hamba untuk meninggalkan
ruangan ini. Dan kalau boleh, hamba mohon kiranya putera hamba Pangeran Hidayat
dapat mengantarkan hamba ke tempat peristirahatan hamba, sebab kesehatan hamba
agak terganggu.
Residen : Silahkan.
Hidayat, kamu orang saya ijinkan untuk mengantarkannya.
Pangeran
Hidayat : Terima
kasih tuan Residen.
Mufti : Dan
hamba pun demikian Tuan Residen.
Residen : Mufti.
Silahkan.
ROMBONGAN RATU SITI YANG TERDIRI DARI PANGERAN HIDAYAT, MUFTI
DAN PENGGIRING LAINNYA PUN, MENINGGALKAN BALAIRUNGSARI.
Residen : Teruskan
kamu punmya berita. Gangga Suta.
Gangga
Suta : Tuan
Residen. Bara api pemberontakan sudah mulai menjalar kemana-mana. Mereka telah
digalang oleh seorang tokoh rakyat, yang selama ini belum pernah kita kenal
dengan baik.
Residen : Siapa
Dia?
Gangga
Suta : Pangeran
Antasari.
GENDERANG TELAH MENGAGETKAN SELURUH ISI ISTANA. WAKTU PUN
BERLALU.
NARASI:
Nama Pangeran Antasari, begitu muncul di permukaan Banua Banjar,
benar-benar merupakan kejutan suara halilintar di siang hari. Nama itu begitu
santer di kalangan rakyat. Pangeran Antasari yang sebenarnya adalah turunan
bangsawan, namun sejak masa kecilnya ia diasuh oleh kedua orang tuanya di
sebuah perkampungan kecil dan hidup merakyat sebagaimana hidupnya rakyat jelata
lainnya.
Pangeran Antasari dengan dada penuh Iman dan Taqwanya kepada
Tuhan, serta kerendahan hatinya, keramahannya, ketinggian ilmunya dan ketangkasan
fisiknya, tampillah ia sebagai pemimpin yang penuh wibawa dan terpercaya,
jadilah ia seorang besar, seorang pemimpin kenamaan yang tumbuh dari perpaduan
darah kebangsawanan dan berjantung kerakyatan.........
SOUND SORAK SORAI
BERMUNCULLAH KELOMPOK-KELOMPOK RAKYAT, TERDIRI DARI:
1. Kelompok Putih-putih dengan Pimpinan
K.PP
2. Kelompok Merah-merah dengan Pimpinan
K.MM
3. Kelompok Hitam-hitam dengan aneka
ragam bentuk fisik yang tidak karuan sebagai lambang rakyat yang tidak berdaya,
punya Pimpinan K.HH.
Mereka membuat suasana riang gembira sambil mengelu-elukan
seorang pemimpin yang selama ini mereka harapkan.
STILISASI E
Kelompok Putih-putih, dalam gerakan lentur karena saat ini
mereka adalah suara hati nurani rakyat. Kesucian hati terpancar dalam rasa suka
dan jelita. Tokoh-tokoh ini didukung oleh pemain wanita.
Kelompok Merah-merah, adalah kelompok yang memancarkan semangat
juang. Mereka tambah bersemangat, setelah mereka tahu orang yang
dinanti-nantikan sebentar lagi akan tiba.
Tapi untuk Kelompok Hitam-hitam, kelihatan serba loyo dan rasa
putus asaannya masih terlihat, sekalipun kegembiraan ikut juga mewarnainya.
Sunyi.
Pimpinan
K.PP : Akhirnya
teka-teki yang menyilang di hadapan kita, sudah terjawab.
Kita tahu sudah, siapa yang
salah.
Pimpinan
K.MM : Lalu
kita akan bergerak maju, berkelahi dan merampas harta benda kita yang dirampas?
Pimpinan
K.PP : Itu
juga satu jawaban yang mendekati ketepatan.
Tapi bukan itu tujuan kita.
Kelompok
MM : Lalu
apa bunyi jawaban yang benar itu.
Kelompok
HH : Yah,
benar. Katakan, katakan kepada kami. Sebab kami sudah payah.
Pimpinan
K.PP : Jawaban
yang benar itu, hanya orang-orang tertentu yang mampu mengatakannya.
Seluruh
Kelompok : Siapa? Katakan. Yah, Katakan!
Pimpinan
K.PP : Itulah
dia orangnya.
Kelompok : Pangeran
Antasari.
MEMANCARLAH KEBAHAGIAAN ITU KEMBALI, LEWAT TUBUH-TUBUH KELOMPOK.
LAGU PERJUANGAN TERDENGAR DARI PADUAN SUARA YANG MENGIKUTI MUNCULNYA
IRING-IRINGAN PANGERAN ANTASARI.
BEBERAPA ORANG PEJUANG MENDAHULUI KEHADIRAN PANGERAN ANTASARI,
DENGAN SIKAP MENELITI KEADAAN, KEWASPADAAN MAKIN DIPERKETAT.
Pimpinan
K.MM : Apakah
Pangeran Antasari mu menerima kami sebagai anggota pasukannya?
Kelompok
MM : Kami
siap mati bersama beliau.
Pimpinan
K.HH : Kami
butuh Pimpinan Pangeran Antasari.
Kami tidak ingin mati. Kami
ingin hidup.
Kelompok
HH : Ingin
hidup selama-lamanya.
Pimpinan
K.PP : Lapanglah
sudah dada kami. Sebab orang yang akan kami nanti-nantikan sudah lahir di muka
bumi ini.
Kelompok
PP : Kami
bahagia. Dan do’a baik untuk semua.
Pimpinan
K.PP : Hidup
Pangeran Antasari.
Semuanya : Hiduup...!!!
Pimpinan
K.MM : Hidup
pemimpin perang kami!
Semuanya : Hiduup...!!!
(Sembah sujud dan mencium bumi)
Pang.
Antasari : Dengan tidak bermaksud untuk melunturkan nilai-nilai adat dan
tradisi leluhur orang Banjar di banua ini, tapi sekedar memberitahukan serta
peringatan untuk rakyat sekalian. Janganlah menyembah saya seperti hamba sahaya
menyembah seorang raja. Bangkitlah dan berdirilah. Lihatlah dan tataplah diri
saya ini. Ayolah, saya mohon kesadaran kalian, untuk tidak menyembah saya.
Kalian mematuhi saya??
(Semua bangkit pelan-pelan
antara berani dan tidak)
Lihatlah diri saya baik-baik.
Pimpinan
K.PP : (Mendadak
gentar, lalu menyembah)
Oh, tidak. Ampun beribu ampun
tuanku.
Semua
Kelompok : (Serentak diserang ketakutan bercampur rasa kagum).
Oh, ampun beribu ampun tuanku
(menyembah).
Pang.
Antasari : Tenangkan diri kalian dengan baik. Hening lalu renungkan, siapa kita
ini sebenarnya. Siapa diri kalian dan siapa diri saya. Kalian dan diri saya
adalah diri yang berasal dari segumpal darah, lalu hidup bergerak karena adanya
Roh yang sama yang datang dari Tuhan kita bersama, yakni Allah. Sembilan bulan
sembilan hari di dalam kandungan ibu, lalu kita lahir tanpa selembar kain pun.
Akhirnya kita pun disebut
manusia. Kalian adalah manusia, danm saya pun disebut manusia, yang punya panca
indera yang sama, akal, perasaan dan darah kita pun sama merah.
Apa yang kalian takutkan. Dan
apa yang kalian bedakan antara diri kalian dengan diri saya. Nah, apabila
kalian betul-betul memerlukan saya untuk memimpin perjuangan ini, marilah kita
berdiri sama tinggi dan duduk sama di bumi.
(Kelompok-kelompok mulai
bangkit, Pangeran Antasari melihat ke satu arah).
Oh, kanda Pangeran Aminullah.
Pang.
Aminullah : (Datang terburu-buru). Dinda Pangeran. Gerakan kita sudah tersebar
ke mana-mana.
Pang.
Antasari : Justru itu yang kita kehendaki, agar mendapat simpati dari kalangan
rakyat.
Pang.
Aminullah : Tapi dari sisi lain, kita justru dirugikan.
Pang.
Antasari : Mungkin ada hikmahnya.
Pang.
Aminullah : Begini Pangeran. Kiai Gangga Suta telah menghianati kita. Gangga
Suta lah yang membuka rahasia gerakan yang selama ini kita lakukan secara
diam-diam.
Pang.
Antasari : Oh, begitu. Tapi untuk menyesalkan perbuatan Gangga Suta itu, sudah
tidak ada gunanya bagi kita. Kita lebih baik berharap, bahwa dengan berita yang
disampaikan Gangga Suta, akan bisa menimbulkan rasa takut Kompeni. Biarlah
kompeni tahu semua gerakan kita ini. Ini berarti bahwa rakyat di Banua Banjar
tidak lagi dianggap patung dan diberlakukan sekehendak hati Kompeni.
Pang.
Aminullah : Kanda merasakan, bahwa perbuatan Gangga Suta justru membuat Kompeni
lebih berhati-hati dan memperbesar pasukan perangnya.
Semua
Kelompok : Bunuh, Gangga Suta. Bunuh!
Tumpaskan penghianat!
Tumpaskan!
Pang.
Antasari : Saya menghargai rasa kebersamaan kalian, dalam menumbuhkan rasa
kebencian terhadap penghianat tanah air dan musuh-musuh perjuangan kita. Saya
yakin, bahwasanya rasa kebersamaan itu, lahir dari kesadaran kita masing-masing
pada rasa cinta tanah Banua, rasa cinta kemerdekaan, rasa badangsanak dan rasa
sanasib sapenanggungan.
Pang.
Aminullah : dan rasa kebersamaan kita saat ini, ialah rasa bergeloranya hati
untuk membunuh setiap pendurhaka tanah air. Dari itu, gangga Suta si penghianat
itu, harus kita tangkap dan harus kita bunuh!
Semua
Kelompok : Benar! Bunuh dan Bunuh!
Pang.
Antasari : (Melihat ke satu arah). Siapa mereka itu?
SEGEROMBOLAN PEJUANG PRIBUMI (KELOMPOK PRIBUMI), MEMBAWA
SEKELUARGA TAWANAN YANG BERASAL DARI SUKU ACEH, YANG BERKULIT SAWO MATANG.
TAWANAN INI DIHADAPKAN KEPADA PANGERAN ANTASARI.
Pang.
Aminullah : Leutenant!
Pang.
Antasari : Dia seorang opsir Kompeni?
Pejuang
I : Dia
serdadu Marsose.
Kelompok
Pribumi : Dia
musuh kita! Pancung lehernya!
Pang.
Antasari : Sebentar. Apakah benar Tuan adalah opsir Kompeni Belanda?
Leutenant : Betul
Tuanku.
Pang.
Antasari : Dan yang lainnya ini?
Leutenant : Mereka
adalah serdadu Marsose yang mengikuti jejak saya meninggalkan tugas dalam pasukan
tempur Kompeni Belanda.
Pang.
Antasari : Tanah asal tuan?
Leutenant : Tanah
Aceh.
Tawanan
I : Dan
saya dari tanah Jawi.
Pang.
Antasari : Serdadu pemburu pejuang Diponegoro?
Tawanan
I : Betul.
Sentot Ali Basah musuh kami bebuyutan.
Kelompok
Pribumi : Gila.
Serdadu Kafir!
Pang.
Antsari : Sabar. Tenanglah. Hargai tamu kita ini.
Pejuang
I : Tamu?
Mereka bukannya tamu. Mereka justru musuh yang harus kita sudahi.
Kelompok
Pribumi : Pancung
saja! Pancung lehernya!
Pang.
Antasari : Tenang. Tenang. Saya masih memerlukan beberapa keterangn dari
mereka. Percayalah, pada akhirnya kita juga akan jalankan apa yang kalian
kehendaki itu, apabila ternyata itikad hatinya memang jahat. Karena itu, kalian
saya minta untuk mengikuti dan merenungkan hasil dari pertanyaan-pertanyaan
saya.
Selanjutnya saya teruskan.
Tuan dari suku bangsa Aceh, pendatang dari pulau Andalas.
Leutenant : Betul.
Pang.
Antasari : Dan Tuan dari tanah Jawi. Lalu yang lainnya?
Tawanan
II : Hamba
dari pulau Selebes.
Pang.
Antasari : Suku Bugis. Musuhnya Sultan Hasanuddin. Dan Tuan?
Tawanan
III : Petualang
dari negeri jauh juga Tuan.
Pang.
Antasari : Asal?
Tawanan
III : Ambon.
Pattimura adalah musuh kami.
Kelompok
pribumi : (Geram).
Mh! Ces!
Leutenant : Dan
ini sitri saya, yang saya peroleh secara paksa. Dia seorang putri dari keluarga
pejuang prajuritnya Tengku Tjik Di Tiro. Sedangkan gadis ini, adalah anak
angkat saya yang saya pungut sejak kecilnya, ketika saya mengadakan penyerangan
terhadap tanah Minangkabau untuk menumpas pemberontak yang dipimpin Imam
Bonjol.
Pang.
Antasari : (Kepada Pejuang I). Kamu tawan para serdadu Marsose ini, waktu
perkelahian di mana?
Pejuang
I : Mereka
kami sergap di pinggir sungai Batang, pada saat mereka singgah dalam
perjalanannya menuju Kayu Tangi. Semua senjata mereka telah kami rampas.
Pang.
Antasari : Kalian bermaksud hendak menewaskan pejuang-pejuang kami?
Leutenant : Kami
memang disergap dan telah diperlakukan dengan kejam. Padahal kami bermaksud
hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang dipimpin oleh Pangeran Antasari.
Pejuang
I : Itu
tidak benar. Mereka menyerah karena kalah berani dengan pasukan kami. Mereka
memang serdadu Marsose yang harus kita tumpaskan.
Leutenant : Pada
mulanya saya memang seorang opsir. Pangkat saya adalah Leutenant. Dan masa
jabatan saya sudah lama sekali, kalau dihitung dari mula saya menjadi sedadu di
Aceh. Tapi sekarang saya dipecat, karena alasan bahwa saya memecat seorang
komandan serdadu Kompeni yang menurut saya tidak punya perikemanusiaan menyiksa
dan mebunuh penduduk pribumi di sini.
Kelompok
MM : Tidak
salah lagi. Itulah orangnya.
Pimpinan
K.MM : Paduka
Tuan Pangeran. Hamba bersedia memberi jaminan atas kebaikan tuan ini. Tuan
inilah yang pernah menyelamatkan nyawa kami.
Kelompok
HH : Tapi
kami masih menyandang cacat atas penyiksaan dari serdadu Kompeni.
Leutenant : Di
mana-mana serdadu Kompeni selalu berlaku kejam. Saya tahu persis, karena saya
adalah serdadu yang pernah menjelajahi pulau-pulau. Dan sekarang, saya sudah
menginsyafinya. Dosa sudah terlalu banyak. Lalu apakah salah, apabila saya dan
keluarga serta rekan-rekan dari pulau lainnya, ikut mengabdikan diri dalam
perjuangan tanah Banjar ini. Saya rindukan Pangeran Antasari. Apakah Tuan,
orang yang dibanggakan sebagai Pemimpin perang di banua Banjar ini?
Kelompok
Pribumi : Racun
berbisa! Ular bermuka dua!
Pejuang
I : Penghianat
atau bekas penghianat, dalam hukum perang kita adalah musuh. Dan musuh tidak
perlu diampuni.
Genderang
yang mengalihkan perhatian semuanay kepada pasukan perang yang datang.
STILISASI F
NARASI:
Suatu hari di bulan april 1859, adalah hari yang akan menentukan
sikap pejuang-pejuang Banua Banjar dalam menghadapi dalamnya cengkeraman kuku
Kompeni Belanda di kerajaan Banjar martapura.
Inilah hari munculnya Pangeran Antasari terjun ke lapangan bara
api rakyat di banua, untuk membakar semangat juang rakyat melawan kekejaman dan
keserakahan orang kulit putih yang merampas hak kemerdekaan rakyat. Hari itu
adalah hari dipertemukannya seluruh pejuang di Banua Banjar. Inilah pasukan
Panambahan Aling dari Muning.
PERAGAAN
PASUKAN INI BERSENJATAKAN PARANG BUNGKUL, TOMBAK DAN BEBERAPA
PUCUK BEDIL.
Figure-figure à Panambahan Aling, Sambang (Sultan
Kuning) dan Saranti (Putri Panambahan Aling atau adiknya Sambang) dan pasukan
pejuang. Di belakang tampak pejuang tangguh lainnya seperti Gusti Mat Seman dan
Gusti Mat Said, dan lain-lain.
NARASI:
Ratusan Prajurit Muning dan Tapin dengan didahului oleh Sambang
yang bergelar Sultan Kuning putra Panambahan Aling. Turut berjuang Saranti, putrinya
yang Srikandi.
PASUKAN INI BERHENTI SETELAH MENDAPAT ABAH-ABAH DARI PIMPINAN
PASUKAN.
Inilah Putra Pangeran Antasari yang gagah perkasa Gusti mat
Seman dan Gusti Mat Said yang dikawal oleh pejuang tangguh lainnya asal
Martapura.
ROMBONGAN MAT SEMAN DAN MAT SAID, MEMASUKI JALAN YANG DISEDIAKAN
DIANTARA BARISAN, DAN LANGSUNG BERSEMBAH SUJUD DI HADAPAN PANGERAN ANTASARI.
Menyusul barisan pejuang Sampai Kaputing dari Riam Kiwa dan Riam
Kanan dipimpinan Demang Lehman.
BARISAN PEJUANG INI, TERDIRI DARI KELOMPOK GENDERANG, KELOMPOK
BENDERA BADUL, DAN KELOMPOK BERSENJATA SENAPAN DAN PARANG SERTA TOMBAK. ADA
JUGA PASUKAN HAJI-HAJI YANG BERSENJATAKAN KERIS. BARISAN MENGAMBIL TEMPAT YANG
TELAH DITENTUKAN. DI TEMPAT INILAH ANGGOTA PASUKAN MENUNJUKKAN KEBOLEHANNYA
DALAM KEAHLIAN BELA DIRI.
Aling : (Setelah
melihat demonstrasi dari MartapuraàRiam Kiwa, Riam Kanan dan Karang
Intan ini, lalu tampil dengan keangkuhannya).
Kahada urang Banua martapura
haja nang harat Urang Banua Tapin, banyak haja nang taguh lawan
gancang-gancangnya.
Sambang! Ikam ni, kutunjuk
menjadi raja. Kada tahu disupan, kada tahu dimalu. Ai, kahada paham haja lah.
Ayu, a’agakan dihurang. (Dialek bahasa Tapin/Margasari).
Sambang : Nangapang
ti. Ada urang handak manungkihkah?
Aling : Hi,
nangapang. Dasar raja nang bungul jua.
BELUM LAGI TUNTAS, MUNCUL PASUKAN HAJI BUYASIN DARI TANAH LAUT.
DALAM BARISAN INI, HAJI BUYASIN MALAH BERADA DI DALAM BARISAN, SEHINGGA TIDAK
TERLIHAT KESAN ADANYA PEMIMPIN DALAM BARISAN INI. BEBERAPA BENDERA DAN UMBUL-UMBUL,
SERTA ANGGOTA PASUKAN YANG MENGACUNG-ACUNGKAN SENJATANYA KE UDARA SAMBIL
MENERIAKKAN YEL-YEL YANG BERSEMANGAT.
Pasukan ini menamakan dirinya, pasukan Dalas Hangit! Inilah
pejuang yang datang dari Tanah Laut. Siapakah pemimpin pasukan yang siap mati
di jalan Allah ini? Inilah haji Buyasin.
TEMPIK SORAK ANGGOTA PASUKANNYA MENIMPA MUNCULNYA HAJI BUYASIN.
Masyarakat Tanah Laut Pelaihari, menyebutnya si kancil yang
lincah. Sekali pun umurnya baru 21 tahun, namun tingkat kemampuannya,
keberaniannya dan kepemimpinannya, telah menempatkan diri haji Buyasin sebagai
pemimpin yang cerdik dan terpercaya.
Haji
Buyasin : Assalamu’alaikum.
Seluruhnya : Wa’alaikumussalam.
Haji
Buyasin : Hari ini, dalas bacancang unda lawan. Dalas hangit. Lamun manyarah
kahada.
Aling : Ia
pulangam. Baba kalah taruh. Ai, Sambang kanapa jadi hinip.
Pang.
Antasari : Kanda Aling. Kita masih menunggu kedatangan dangsanak-dangsanak kita
dari Hulu Sungai lainnya dan yang datang dari Amuntai.
GENDERANG
Kini berdatanganlah tokoh-tokoh masyarakat yang masing-masing
punya pasukan dan pernah melakukan gerakan bersenjata melawan Belanda.
Tumenggung Antaluddin......... Kiai Suta Suranegara..........
Pangeran Citra Kusuma........ Kiai Reksapati.................. Pangeran Singa
Terbang......... Pangeran Miradipa............. Sutakarsa dan Kiai
Cakrawati..............7
TOKOH-TOKOH INI BERDATANGAN DAN SALING JABAT TANGAN DENGAN
PANGERAN ANTASARI SERTA YANG LAIN-LAINNYA.
Dan masih ada lagi, Tumenggung Macan Nagara.
Aling : (Tampil)
Manang nangaran macaaan tii....
MUNCULLAH IRING-IRINGAN PASUKAN MACAN NAGARA, YANG TIDAK TERLALU
BANYAK, TAPI PENAMPILAN MEREKA SEPERTI ORANG-ORANG BUTA TULI.
Aling : (Setelah
melihat penampilan pasukan ini)
Omai. Ia’am. Cagar mangaluar
jua kajian.
Macan
Negara : (Basalaman, lalu menampilkan kehebatannya)
Lamun kahada ditampaiakan,
balum asiam. (Demonstrasi ilmu kebatinan)
Aling : (Tercengang)
Ilmu nangapang, tii... Ajian Waringin Sung ngah? Ia luku.
Macan
Negara : (Senyum Saja). Ayuha, ikam pulang.
Aling : Nangapang?
Ilmu batampai tu tii, ruah.
Macan
Negara : Nang panting bukti. Handak tahuwah? (Menunjuk anak buah yang lain)
Kel.Macan
Negara : (Demonstrasi
menampilkan bermacam-macam jenis ilmu kebatinan)
Aling : He-eh,
bujur harat. Sambang, Saranti, kemari. Ikam Sambang, sudah tingkat kabarapa
ajian serat jiwa, ikam.
Sambang : Ulun
balum tahu.
Aling : Dasar
bungul balawasan. Ikam pang Saranti. Nang ujar urang wahini, ilmunya si
Mantili.
Saranti : Maginnya
ai ulun kada tahu sahama-hama.
Aling : Bungul.
Ai....Itu nang di pinggang ikam tu, anu kalu.....Pedang Setan kalu.
Saranti : Nangini(Menghunus
parang bungkulnya)
Nangini parang bungkul
banarai. Pakai manungkih kayu.
Aling : (Manggaruk
kapala). Nang kaya ini haja. Kita bataruh mambunuh Belanda. Babanyakan. Dan
kita kahada mati tatimbak. Itu haja. Nah, pabila kita tulak manyarang,
Pangeran?
Pang.
Antasari : Silahkan kembali ke pasukan Kanda.
Assalamu’alaikum
Warahmatullahi wabarakatuh.
Seluruhnya : Wa’alaikumussalam
Warahmatullahi Wabarakatuh
Pang.
Antasari : Apabila saya, barkata Haram Manyarah, sahutlah bersama-sama dengan
ucapan Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing. Paham??
Seluruhnya : Pahaaam.
Pang.
Antasari : Saya akan mencoba........
(Dengan suara yang berat dan
lantang penuh wibawa dan semangat yang menggelora)
Haram Manyarah
Seluruhnya : Haram
Manyarah
Waja Sampai Kaputing
Pang.
Antasari : Terima kasih.
Hari ini kita berada di
perbatasan afdeling Banjarmasin, dipinggiran Martapura, dengan pinggiran Tapin
afdeling Hulu Sungai.
Kita bakumpul di sini, untuk
membulatkan tekad berperang melawan Kompeni Walanda.
Tentunya dalam perlawanan kita
masing-masing yang bergerak melawan Kompeni Belanda secara terpisah jauh
sebelum kita bersatu di tempat ini, punya dasar dan tujuan yang sama.
Dinda Demang Lehman, berkenan
menyampaikan azas dan tujuan perang dari pasukan Martapura, Riam kanan dan Riam
Kiwa serta Karang Intan?
Demang
Lehman : Mengusir
orang kafir, dan memperjuangkan tuanku Pangeran Hidayat menduduki tahta
kerajaan.
Haji
Buyasin : Menegakkan Kalimah Syahadat, Laa Ilaaha illallah. Dan merebut
kembali tahta kerajaanyang dikuasai Kompeni untuk diserahkan kepada yang punya
hak, yaitu pangeran Hidayatullah. Itulah yang membuat rakyat di Tanah Laut
bergejolak dan memberontak.
Pang.
Antasari : Bagaimana dengan rakyat di Banua Lima?
Adinda Temenggung Antaluddin,
atau Temenggung Jalil.
Tem.
Antaluddin : Rakyat Banua Lima, khususnya Kandangan sudah siap berperang sampai
mati, demi tuanku pangeran Hidayatullah sebagai Putra Mahkota Kerajaan Banjar,
bisa merebut tahtanya kembali.
Tem.
Jalil : kamilah pemberontak yang mungkin dianggap paling bandel oleh Sultan
Tamjidillah yang menduduki tahta kerajaan di Martapura.
Sebab kami lah pejuang Amuntai
yang ingin menggulingkan ketahtaan Sultan Tamjidillah, kemudian mendudukkan
Sultan Hidayatullah sebagai Sultan yang syah. Namun karena Belanda selalu
menghalang-halangi usaha kami, bahkan menekan rakyat dengan menaikkan pajak,
maka musuh kami yang utama adalah Belanda itu sendiri.
Pang.
Antasari : Landasan dan tujuan serta azas ini tidak jauh berbeda dengan
tokoh-tokoh pejuang yang berada di wilayah Timur, Kutai dan yang berjuang di
pedalaman Borneo Tengah. Saya sudah tahu benar bahkan sudah punya kesepakatan
untuk mengusir Kompeni Walanda dari bumi kita ini.
Seperti Temenggung Surapati,
Mas Anom, Temenggung Kartapata, Mangkusari, Singapati dan lain-lain, itu semua
mendasarkan perjuangannya untuk membersihkan bumi kita dari campur tangan orang
asing.
Aling : Cah,
nangapang tii, nang panting Raja Tamjid kita ampihi. Kita pilih nang lain jadi
raja. Kalu parlu, anakku Sambang, sanggup haaa....
Saranti : Umailah
Bah. Jangan katalaluan. Kaina tasupani pulang.
Pang.
Antasari : Baik. Sekarang saya teruskan.
Agaknya azas dan tujuan dari
perjuangan kita ini, punya kesamaan yang mendasar.
Perang mengusir penjajah.
Hidup dan mati semata untuk Allah.
Saranti : Dan
tegaknya kerajaan Banjar di Martapura.
Tem.
Jalil : Lalu Pangeran Hidayatullah kita nobatkan menjadi Raja.
Pimpinan
K.MM : Hidup
Pangeran Hidayatullah!!
Seluruhnya : Hiduuuuup!!
Demang
Lehman : Hidup
Pangeran Antasari!
Seluruhnya : Hiduuuuup!!
Hidup pemimpin perang kita! Hiduuup!!
Pang.
Antasari : Terima kasih
Sambang : Kenapa
mesti pangeran Hidayat yang akan kita jadikan Raja. Bukankan Pangeran Hidayat
sendiri sedang memangku jabatan Mangkubuminya raja Tamjid. Dan Pangeran Hidayat
sampai saat ini masih berada di keraton Martapura yang sudah tentu bekerja sama
dengan orang Belanda.
Demang
Lehman : Itu
betul. Tapi percayalah kepada saya, bahwa Tuanku Pangeran Hidayat, secara
diam-diam telah melakukan gerakan pula, bahkan sudah siap dengan ratusan pucuk
bedil untuk diberikan kepada kita.
Leutenant : Maaf
Tuanku Pangeran. Bolehlah saya ikut bicara?
Pang.
Antasari : O, ya. Saya merasa perlu untuk mengenalkan teman-teman kita yang
sudah punya keahlian dalam pertempuran. Inilah mereka yang tadinya sebagai
serdadu Marsose, yang kini telah berbalik dan masuk ke dalam satuan perang
kita.
Dan kita patut berbangga hati,
sebab tuan-tuan ini berasal dari suku-suku bangsa yang datang dari Pulau
Andalas, Pulau Jawa, Selebes dan ada yang berasal dari Ambon. Mereka telah
menyatakan keinginannya untuk menumpas bangsa walanda.
Aling : Nangapang
Agamanya?
Pang.
Antasari : Agama jangan dulu dinomor satukan. Tapi semangat juang dan hasrat
untuk menumpas penjajahan itulah yang kita nomor satukan.
Leutenant : Boleh
saya bicara?
Pang.
Antasari : Silahkan.
Leutenant : Saya
mengaku, bahwa pada mulanya saya ini adalah musuh rakyat, sebab saya berada di
pihak Belanda. Di mana-mana, di daerah tempat saya bertempur di kepulauan
Nusantara ini, musuh saya bertempur tidak lain, adalah orang-orang pribumi.
Begitu banyak saya membunuhnya.
Aling : Jangan
beagak, tii.
Leutenant : Tapi
dengan banyaknya membunuh, justru saat ini saya merasa banyak berdosa. Berdosa
pada suku bangsa saya sendiri. Dan dosa inilah yang ingin saya tebus. Saya
ingin mati di medan tempur, tapi kematian saya di atas dasar perjuangan pribumi
melawan orang kafir, yakni Belanda. Itulah yang menyebabkan saya berfikir balik
ketika saya diajak bicara oleh orang yang ingin tuan perjuangkan, yakni
Pangeran Hidayat.
Demang
Lehman : Nah
sekarang sudah jelas bagi kita, bahwa Pangeran Hidayat adalah sesepuh kita
dalam peperangan melawan Kompeni.
Pang.
Antasari : Itu betul. Kalau Pangeran Hidayatullah sekarang ini masih berada di
keraton dan menyediakan diri menjabat sebagai Mangkubumi kerajaan ini memang
atas anjuran saya pribadi, agar semua rahasia kerajaan dan rahasia pemerintahan
Gubernemen dapat diketahui secara terperinci. Namun saya dan Pangeran Hidayat
selalu setiap saat untuk mengadakan kontak secara tersembunyi.
Demang
Lehman : Apabila
sekarang ini, ada diantara kita yang meragukan kebesaran Pangeran Hidayatullah
dalam barisan Haram Manyarah ini, langkahi dahulu mayat Demang Lehman. Baganti
tungkih kulawan (Membuka bajunya dan menantangkan dadanya). Ayoh, siapa yang
menuduh Pangeran Hidayat ikut Walanda?
Pimpinan
K.MM : Hidup
Demang Lehman!
Semuanya : Hidup
(Tempik Sorak)
Demang
Lehman : Hidup
Pangeran Hidayat!
Semuanya : Hidup!
Demang
Lehman : Hidup
Pangeran Antasari!
Semuanya : Hidup.
Hidup Panglima Perang kita.
Hidup!
Demang
Lehman : Haram
Manyarah!
Semuanya : Haram
Manyarah!
Waja Sampai Kaputing!
Demang
Lehman : Tuanku
Pangeran. Kita sudah dapatkan titik temu kita yang sebenarnya. Semua sepakat
berani mati dan berjuang sampai selesai.
Tuanku Pangeran sudah kami
akui, sebagai Panglima Perang. Kalau Tuanku sudah mendapat restu dari Pangeran
Hidayatullah, adalah lebih baik kalau hari ini, tuanku keluarkan perintah dan
komandountuk kami.
Bagaimana saudara-saudara,
apakah setuju apabila penyerangan kita mulai hari ini??
Semuanya : Setuju...!!!
Pang.
Aminullah : Sebelum kita melakukan penyerangan, entah kemana nantinya serangan
kita, amatlah perlu kalau kita ketahui situasi angkatan perang Kompeni Walanda.
Barusan tadi, saya telah
ceritakan adanya penghianatan dari Gangga Suta. Gangga Suta telah memata-matai
gerakan kita selama ini. Dan Gangga Suta telah memberi tahukan rahasia kita
untuk menyerang Benteng Belanda di Pengaron.
Pang.
Antasari : Dan tujuan kita yang pertama memang benteng Pengaron, lalu merebut
tambang batu bara “Oranye Nassau” di sekitar benteng itu. Berikut adalah
pertahanan Belanda di tambang batu bara Juliana Hermina di Sungai Durian.
Pang.
Aminullah : Semua itu telah diketahui oleh Belanda. Dan oleh sebab itu pula,
Belanda lalu memperkuat pertahanannya dengan menambah jumlah serdadu marsose di
benteng itu.
Leutenant : Tidak
perlu kita takuti. Benteng Pengaron itu, hanya dipimpin oleh dua orang opsir
Belanda. Satu diantaranya seorang Leutenant yang bernama Beckman, yang
bertindak sebagai komandan pasukan.
Hanya ada lima puluh serdadu
kelas satu yang bersenjata lengkap ditambah tiga ratus orang kelasi yang juga
dipersenjatai. Selebihnya hanya orang-orang hukuman yang disuruh kerja paksa,
sebanyak kurang lebih empat ratus orang.
Aling : Nangapang
takutan. Serdadunya Cuma tiga ratus lima puluhannya. Amun kita, ribuan. Amun
kalah jua, paraya jadi laki-laki. Cancang, ranai.
Saranti : Tuanku
Pangeran, kami minta agar pasukan kami dari Muning Tapin yang dikirimpaling
muka.
Kelompok
MM : Hidup
Tapin!
Pang.
Antasari : Memang, kami sudah mempertimbangkannya dengan Pangeran Hidayat,
untuk menguji kehebatan Tentara Muning dari Tapin untuk berkelahi melawan
Belanda.
Kelompok
MM – HH : (Bertepuk
dan bersorak-sorai)
Aling : Barisan......Maju....(Memberi
abah-abah)
ANGGOTA PASUKAN MULAI BERGERAK, TAPI DIHENTIKAN OLEH PANGERAN
ANTASARI.
Haji
Buyasin : Belum ada perintah puuun.
Aling : Nang
panting bakalahi. Batimpas tuhai.
Pang.
Antasari : sabar. Harap diingat agar mulai sekarang kita baru boleh bergerak
dengan melalui alur komando. Berbuat hendaknya atas dasar perintah resmi.
Jangan sampai bertindak secara sendiri-sendiri.
Leutenant : Masih
ada keterangan lain yang tidak kalah pentingnya dengan kekuatan Benteng
Pengaron. Karena bocornya rahasia rencana penyerangan pasukan Perang Banjar ini,
menyebabkan Residen Graaf Van Benthem Tecklenberg, telah mengirimkan bantuan
serdadu yang lebih besar lagi dengan rencana akan memudikkan kapal perang
Cipanas dari Banjarmasin ke Martapura.
Sambang : Dari
itu, sebelum bantuan itu tiba, kita sudah dapat menghancurkan Benteng Pengaron.
Pang.
Antasari : Sekarang dengarkan. Kalau pasukan Muning dari Tapin, diberi tugas
untuk menghancurkan Pengaron dari arah Tapin, maka pasukan Fi Sabilillah Demang
Lehman bertugas untuk melakukan penyerangan dari Martapura. Tapi cukup sebagian
saja. Sedangkan separonya, ditugaskan menghadang mudiknya kapal serdadu
Belanda, di sepanjang sungai Martapura.
Pasukan Haji Buyasin, bertugas
mengurung Tambang Batu Bara Oranye Nassau.
Saya bersama anggota pasukan
lainnyaakan mengamuk ke dalam Benteng.
Untuk para pejuang yang datang
dari Kandangan, Amuntai, Barabai, agar segera kembali untuk menyusun barisan
dan membuat benteng-benteng pertahanan di daerah yang dianggap baik.
Demang
Lehman : Allahu
Akbar!
Semuanya : Allahu
Akbar!
Pang.
Antasari : Haram Manyarah!
Semuanya : Haram
Manyarah, Waja Sampai Kaputing!
GENDERANG PERANG MEMBAKAR SEMANGAT JUANG. IRAMA DZIKIR, TELAH
MENIMPA ALUR BARISAN YANG PANJANG.
WAKTU BERLALU. PERANG PUN BERKECAMUK. TAMPAK SEBUAH BENTENG YANG
BERDINDINGKAN BATANG-BATANG BESAR, TELAH DIRAYAPI OLEH PARA PEJUANG. SEMENTARA
SERDADU MARSOSE TIDAK KALAH GENCARNYA MENEMBAKKAN BEDIL DAN MERIAMNYA KELUAR
BENTENG. ANGGOT PASUKAN PERANG BANJAR, TAMPAK BERJATUHAN SATU PERSATU DARI
DINDING YANG DIPANJATNYA. NAMUN GUGUR SATU, MUNCUL PULUHAN LAINNYA, LALU
MENERKAM DAN MEMARANGKAN SENJATANYA KEPADA SERDADU MARSOSE.
DI PINTU BENTENG, TAMPAK BARISAN PASUKAN BANJAR MEMBAWA
BATANG-BATANG POHON, LALU MENDOBRAK PINTU BENTENG YANG TERKUNCI KUAT. PINTU
BENTENG ITU KUAT SEKALI, DAN TIDAK BISA TERBUKA. TEMBAK-TEMBAKAN, AGAKNYA SUDAH
MENYEPI. HANYA TERIAKAN-TERIAKAN DAN AMARAH RAKYAT SAJA YANG MENGGUNTUR. TAPI
TERIAKAN-TERIAKAN INI PUN SEMAKIN MENGENDUR, MALAH BERHENTI SAMA SEKALI,
SETELAH ADA ABAH-ABAH UNTUK MENYATUKAN BARISAN.
NARASI:
Hari itu tanggal du apuluh delapan april tahun seribu delapan ratus
lima puluh sembilan, adalah hari bersatunya segenap lapisan rakyat di Banua
Banjar, dalam melakukan serangan serentak ke benteng pertahanan Belanda di
Pengaron. Dengan restu Pangeran Hidayatullah, bergeraklah pasukan Perang Banjar
di bawah satu komando....Panglima Perang Antasari.
Tanggal 28 April 1859, adalah awal dari pecahnya Perang Banjar,
untuk menjauhkan kaum penjajah yang selalu ikut campur dalam urusan penduduk
pribumi dan urusan kerajaan. Itulah perang kemerdekaan yang didukung oleh
seluruh rakyat di wilayah Bumi Kalimantan baik bagian Selatan, bagian Tengah
dan bagian Timur maupun bagian wilayah Barat.
SUNYI DAN SUNYI.
HANYA KEPULAN-KEPULAN ASAP YANG TAMPAK DI SEKITAR BENTENG
PENGARON YANG MASIH KOKOH DAN MEGAH ITU, NAMUN TIDAK SEORANG PUN SERDADU
MARSOSE YANG TAMPAK. TAPI APABILA KITA TELUSURI PINGGIRAN HUTAN DI SEKELILING
BENTENG PENGARON ITU, BETAPA BESAR JUMLAH PEJUANG PERANG BANJAR YANG SIAP
MENUNGGU KOMANDO KEMBALI UNTUK MENGIKIS HABIS KEKUATAN BELANDA YANG MASIH
TERSISA DI DALAM BENTENG. DAN APABILA KITA MELIHAT KE DALAM BENTENG, SELAIN
SERDADU MARSOSE YANG PADA LOYO, JUGA MAYAT YANG TUMPANG TINDIH ANTARA PRAJURIT
PERANG BANJAR DENGAN SERDADU BELANDA. SISA-SISA SERDADU INI SEBENARNYA HANYA
MENUNGGU NAFASNYA YANG TERAKHIR, APABILA SERANGAN DILANCARKAN KEMBALI OLEH
PANGERAN ANTASARI.
==SELESAI==
Naskah, 22 September 1987
Penulis H. Adjim Arijadi
FFXIV Titanium Nugget - Titanium Art
BalasHapusFind more details about FFXIV Titanium Nugget implant grade titanium earrings at this site. titanium white wheels You can also explore our other styles, including ceramic titanium ion color art, sculptures, omega seamaster titanium and other collections on mens wedding bands titanium our website.