Senin, 20 Februari 2012

HARAM MANYARAH


Babak Kedua
Dalam “ 2 Kisah
HARAM MANYARAH
Kaya : H. Adjim Arijadi


Kisah Satu.

HULU SUNGAI TEWEH TAHUN 1862.
ENAM BULAN SESUDAH KEANGKATAN ( L)

DALAM SEBUAH RUANG DARURAT DARI SEBUAH KERAJAAN YANG BARU DIBAGUN. DUA BUAH PINTU YANG MENGHUBUNGKAN RUANG DALAM DAN DAN SATU PINTU MASUK KELUAR. DITENGAH AGAK KEBELAKANG ADA SEBUAH TRAP TEMPAT DUDUKNYA SULTAN. DISEBELAH KIRI AGAK KEBELAKANG TERDAPAT MEJA KECIL TEMPAT KENDI MINUMAN DITARUHKAN.
DIBELAKANG TRAP, BERGANTUNGAN DINDING AIR GUCI. DAN SAMPING MENYAMPING KITI DAN KANAN JENDELA TERBUKA LEBAR, DAN DENGAN JELASNYA TERLIHAT TANAH HUTAN MENDAKI DAN MENURUN.

RUANGAN SEPI.
KEMUDIAN MASUK PEREMPUAN DOJA DI IKUTI OLEH DARWIL LELAKI GEMUK DAN SEORANG PETANI TUA. KETIGANYA MENGAMATI RUANGAN DENGAN HATI – HATI.


Doja                : (Bernafsu Melihat Tahta dan Duduk di Trap Kerajaan)
Kelak bila kepala Antasari kita persembahkan kepada Kompeni     Belanda…
                          dengan upacara khidmat, akan resmi kurebut tahta ini. Dan untuk kalian
                          berdua, tentu saja mendapat tempat yang layak, baik dipihak Belanda,
                          maupun dipihak kerajaan. Sebab kalian menjadi kepercayaan raja.
                          Darwil, tak seorangpun diruangan ini. Dan tak seorangpun yang curiga
                          terhadapku. Saat ini, mereka lengah. Simpan dirimu diruang peraduan
                          Antasari (Dareil Dengan Patuhnya)… Tunggu dulu… (Mengambil –  
  Sebungkus Racun Dari Dadanya) Kekuatan racun ini,luar biasa.
  Antasari mati bersama mimpinya (Dituangkannya Racun Itu Kedalam
  Kendi –  Dimeja)… Seandainya Antasari terlepas juga dari jebakan
  racun ini, tikam dadanya dengan kerismu. Dan jangan lupa, mengambil
  kepalanya. Karena itu, mandaumu harus tajam.

Darwil             : (Menghunus Mandaunya) Lebih tajam dari sembilu. Dua hari
                          Kumengasahnya. Beres ? Hahaha.

Doja                : Kalau perlu tahan nafasmu. Bergerak, artinya bahaya bagimu.
                          Ayoh, bersembunyi.

Darwil             : (Darwil Dengan Tangkasnya Menuju Ruang Dalam Lewat Pitu Kanan)
Doja                : (Kepada Petani) Aku yakin, bahwa Pangeran Antasari sayang
                          Kepada Bapak.

Petani              : Itu sudah jelas. Aku kenal baik dengan Pangeran. Dan perkenalan ini
                          ketika, kubertemu beliau dibekas benteng yang sudah hancur. Kedua
                          tangan beliau kucium rindu. Yaya, Pangeran sangat sayang padaku.
                          Itu jelas dan jelas.

Doja                : Dan sekarang ?

Petani              : Dan sekarang…. Dan sekarang, tentu saya lain dari biasa.

Doja                : Untuk susu dan keju Belanda bukan ?

Petani              : (Menelan Ludahnya) Yah, tentu saja untuk susu lezat dan keju.
                          Kapan makanan syorga itu, kudapatkan ?

Doja                : Setelah Bapak sampaikan surat rahasia ini.

Petani              : Pergi ke Banjarmasin ? Oh, aku tak sanggup.

Doja                : Cukup dibawa ke Pantai Barito.

Petani              : Cuma ke Pantai Barito ? Oh, gampang sekali. Mari kubawa (Ketawa)
                          Tunggu yang paling ringan (Ketawa)…. demi susu dan keju (Ketawa)
                          Aku merindukan susu dan keju, seperti dulu kumerindukan Pangeran
                          Antasari. (Ketawa dan Berjalan Menuju Pintu Keluar Sambil
  Menyimpan Surat itu Kedalam Blankonya)

Intan Sari        : (Masuk dan Berpapasan Dengan Petani. Sikap Petani Diperhatikannya)

Doja                : Yang namanya Srikandi, akan mati dimedan pertempuran.

Intan Sari        : Kau sudah disini Doja ? Panambahan sudah gelisah mencarimu.
                          Kemana saja sejak pagi tadi.

Doja                : Hutan Barito tetap menakjubkan. Aku yang dilahirkan dari keluarga
                          hutan rimba, kini seperti disulap saja. Begitu gampang kuperoleh
                          kepercayaan seorang Panambahan. Dan begitu nyaman hidupku kini.
                          Namun bagaimanapun senangnya saya didalam kerajaan, tapi saya
                          masih  merindukan tanah kelahiran saya. Cintaku pada tanahku, makin                 terpahat dalam. Tanah subur, hutan menghijau didalamnya tersembunyi harta melimpah. Inilah yang menjadi renungan setiap hari.

Intan Sari        : Dan hubunganmu dengan Petani tua itu ?

Doja                : Kau tidak menyukai, masuknya Orang Tua itu, keruangan ini ?
                          Toh, kau tahu, orang tua itu, kerajanya keluar masuk Kraton.
                          Orang tua itu begitu bebas disini, justeru ia menjadi kepercayaan  
  Pangeran

Intan Sari        : Tapi hendaknya agar dibatasi.

Doja                : (Ketawa Dibuat Buat) Lucu sekali. Seorang tua yang dikasihani Sultan,
                          malah dicurigai. Apakah kerugiannya, Intan Sari.

Intan Sari        : Kerugiannya mungkin mengeruhkan keadaan. Dan dalam kekeruhan
                          inilah, siapa saja dapat dapat menangguki keuntungan.

Doja                : Intan Sari ! Kau menuduhku ?!

Intan Sari        : Kau merasa, aku menuduhmu ?! Aku sendiri tidak tahu, tuduhan apa
                          yang kau maksudkan.

Doja                : Kau kumaklumi Intan Sari. Kadang – kadang seorang wanita punya
                          rasa cemburu buta.

Intan Sari        : Cemburu ?!

Doja                : Kau agaknya, tercengang dan heran… Tapi, baiklah, kalau kau memang
                          tidak cemburu, atau mungkin juga kau iri dan dengki.

Intan Sari        : Jangan yang berkata bukan – bukan, Doja. Apa yang kudengkikan.

Doja                : Kau tidak dengki bukan, karena melihat Panambahan sayang kepadaku.

Intan Sari        : Mudahan saja kasih sayang itu, tidak disalah gunakan.

Doja                : Terima kasih atas nasihatmu. Tapi yang jelas, antara kita berdua punya
                          perbedaan yang jauh terpisah. Engkau seorang Srikandi yang akan mati,
                          dimedan pertempran. Tapi aku sendiri ada kemungkinan duduk ditahta.

Intan Sari        : Begitu hebat cita – citamu. Seorang yang berakal waras, akan –
                          mengatakannya, sebuah cita – cita orang gila.

Doja                : Gila ?

Intan Sari        : Rupanya kau berharap, akan dapat menggantikan fungsi Saranti sebagai
                          isteri Gusti Mat Sait ? bagi Gusti Mat Said, besar kemungkinan menjadi
                          raja, menggantikan kedudukan Panambahan Antasari.

Doja                : Tebakanmu keliru.

Intan Sari        : Atau kau berusaha untuk menjadi isteri Gusti Mat Said yang kedua.

Doja                : Juga Salah.
Intan Sari        : Mungkin juga ada hubungannya dengan Gusti Oemar. (2)

Doja                : Jalan pikiranmu, begitu hebat. Gusti Oemar dan Tahta.

Intan Sari        : Sudah kuduga. Doja, sikapmu itu, sangat membahayakan.

Doja                : Raja dan Permaisuri.

Intan Sari        : Doja, apa kau kira aku tidak bisa bertindak ? Dengan cita – citamu yang
                          gila itu, telah menunjukkan gejala penghianatan.

Doja                : Kau tahu, bahwa aku anak kesayangan raja. Dan apakah anak
                          kesayangan ini, tidak ada kemungkinan untuk menjadi ratu. Sekalipun
                          cuma seorang anak angkat. Dan akupun akan gampang saja memilih
                          suami yang tepat, untuk diangkat menjadi Sultan.

Intan Sari        : Nafsumu untuk menguasai tahta, telah membawa ingatanku kepada
                          kisah hidup Ratu Kumala Sari. Yang berusaha mendudukkan anaknya
                          menjadi raja. Puteranya yang bernama Perabu Anom yang tidak dicintai
                          rakyat itu, juga bergulat dengan akal liciknya, dan telah berhasil pula
                          membunuh saudara kandungnya, Pangeran Abdurrahman, Sultan muda
                          kerajaan Banjar di Martapura. Tapi apa hasilnya, saudara kandung mati
                          terbunuh, sedang tahta kerajaan jatuh ketangan Pangeran Tamdjit,
                          kemudian Pangeran Perabu Anom, diasingkan Belanda ke Pariangan.

Doja                : Untuk mendapatkan tahta, harus menempuh jalan berliku. Diri kita
                          harus siap untuk hidup dan mati. Tak luput untuk diriku………….
                          Sultan Oemar………….. Ohhhhhhh, betapa manisnya.
                          Suatu ketika, tahta jatuh ketangan Gusti Oemar dan penobatan untuk
                          menjadi raja, diadakan dalam acara besar. Aku berada disisinya, dan
                          orang – orang kagum memandangnya. Aku harus dapatkan tahta
                          kerajaan. Dan tahta tidak sekedar impian, ia harus menjadi kenyataan.
                          (Impiannya Dengan Duduk Leluasa Diterap Kebesaran)
                          (Tiba – Tiba Datang Pangeran Antasari Masuk Bersama T. Surapati)

P. Antasari      : (Setelah Memperhatikan Sejenak Dan Menegurnya) Doja.

Doja                : Oh, pamanda yang baik hati. (Bersujud)

T. Surapati       : Tidakah, kau dapat menggunakan kata – kata tuanku Panambahan ?!

P. Antasari      : Oh……… itu sekedar adat leluhur, anakku. (Ramah)

T. Surapati       : Kebebasanmu ada batasnya Doja. Sudah berulangkali kukatakan.

Doja                : Apa hakmu, menegurku Temenggung.

Intan Sari        : Adat bahari jangan dibuang Doja.

Doja                : Jangan lancang. Kalian toh, bukan turunan bangsawan.
P. Antasari      : (Setelah Melihat T. Surapati dan Intan Sari tersinggung ?! cepat –
                          cepat menengahi)
                          Kerajaan memerlukan adapt yang baik anakku. Nah,masuklah kedalam.
                          Karena ada beberapa persoalan yang akan dibicarakan.

Doja                : Tapi disini, tidak kulihat Gusti Oemar.

P. Antasari      : Justru Gusti Oemar, yang menjadi bahan pembicaraan.

Doja                : (Gairah) Oh, tentu saja begitu, Gusti Oemar, memang cerdik dan punya
                          keberanian. Gt Oemar tangkas dan berwibawa. Tanda – tanda untuk
                          menjadi orang besar jelas sekali pada wajahnya. Kurasa Gt. Oemar
                          jauh lebih hebat dari pada putra pangeran sendiri, baik Mat Seman
                          maupun Mat Said.

P. Antasari      : Begitukah ?! Kau juga orang cerdik tampaknya.
                          Nah, masuklah sekarang.

Doja                : Anakanda permisi, (Dengan Angkuhnya Dia Masuk Lewat Pintu Kiri)

T. Surapati       : Bah ! (Darahnya Menanjak)

P. Antasari      : (Duduk Diterap dan Menuang Air Dikendi), Jadi menurut penyelidikan
                          Pihak prajurit – prajurit itu, merupakan suatu komplotan yang
  membahayakan.

T. Surapati       : Malah dalam waktu yang dekat, mereka akan menjadi lawan,
                          kabut hitam Barito, saat ini, telah menyelubungi tahta dan kerajaan.

P. Antasari      : Tidakkah berdasarkan kira – kira saja ?!

T. Surapati       : Kita akan ditusuk dari belakang.

P. Antasari      : Dan menurut hasil pendekatanmu, Intan Sari ?

Intan Sari        : Jangan heran, kalau terjadi salah seorang adik membunbuh kaka
                          kandungnya, hanya karena tahta. Atau seorang anak membunuh
                          ayahnya, dan sebaliknya dalam tahta di Negeri kita, sejak zaman
                          Lambung Mangkurat Di Negara Dipa, sampai zaman Sultan Adam,
                          maut terus saja menghadang. Bahkan kakae Panambahan sendiri
                          Pangeran Amir,toh menjadi buruan saudara kandungnya Pangeran Nata.
                          Apakah tidak mungkin, kalau tahta dan nyawa Panambahan kini tengah
                          terancam.

P. Antasari      : Ketidak jujuran ini akan kuhadapi dengan tenang.

T. Surapati       : Tapi hamba tidak ingin melihat, Panambahan mati begitu saja.
                          Panambahan harus bertindak.

P. Antasari      : Sulit menggapai sesuatu, diluar fakta.
T. Surapati       : Itulah manfaatnya penelitian. Itulah pentingnya pandangan. Dengan
                          penelitian, Pangeran telah mendapat bukti. Dan pandangan kita, setelah
                          melihat fakta dan pengalaman,akan mudah mengambil kesimpulan.

P. Antasari      : Temenggung sudah menyimpulkannya ?

T. Surapati       : Hamba rasa, tidak lebih dari penghianatan.

P. Antasari      : Dimana kesalahanku.

Intan Sari        : Kepercayaan yang tulus, hamba rasa.
                          Dan tidak berprasangka, juga menjadi faktornya.

P. Antasari      : Hdupku, tidak lebih dari seorang rakyat biasa, Kutaruhkan diriku
                          ketengah petani, ketengah Ulama, dan ketengah Prajurit. Kebiasaan
                          hidupnya dan kesenangannya, kuperlihara dengan baik. Apa yang perlu
                          diragukan. Dan untuk apa berprasangka.

T. Surapati       : Hamba telah berprasangka, ketika Gt Oemar mendesak Panambahan,
                          agar pemimpin – pemimpin perang, berpecah dan kembali mencari
                          daerah – daerah pertahanan yang baru. Temenggung Karta Pata, di
                          wilayah hilir Teweh, hamba menyayangkan, terpisah dengan Kyai
                          Demang Lehman, Haji Buyasin dan Temenggung Antaluddin. Dan
                          tidaklah berarti, mendirikan benteng didaerah yang mati, seperti ;
                          Hulu Sungai dan Tanah Laut. Apa lagi untuk daerah Martagiri Tapin,
                          Gunung Djabuk, Gunung Pamaton dan Tatas Muning segala. Kita
                          kasihan melihat pahlawan – pahlawan kecil yang digerakkan oleh
                          Temenggung Tjakra Wati di Bukit Madang. Padahal dengan pusat
                          pertahanan di Hulu Sungai Teweh ini, kita perkuat dengan pejuang –
                          pejuang yang kuat, akan terbukalah rencana perang yang sempurna.
                          Kita dipisahkan oleh Sejarah. Hubungan kita, terlalu sulit. Dan pada
                          kesempatan inilah, kita akan ditikam……..(Menuju Jendela) Kita dapat
                          melihat dari jendela ini. Latihan perang berlangsung siang dan malam.
                          Jelas terlihat, adanya pemisahan yang ketat, antara prajurit Islam yang
                          dipimpin oleh Gt Oemar dan prajurit suku dayak yang hamba pimpin.

Intan Sarri       : Hambapun merasa, kedua pihak makin meruncing.

P. Antasari      : Mereka perlu disadarkan, dengan arti perjuangan.

T. Surapati       : Tapi nafsu lebih berkuasa dari otak.

P. Antasari      : Tugasku, untuk memerangi nafsu – nafsu itu.

Intan Sari        : Hamba tidak ingin darah Panambahan tahta.

P. Antasari      : Begitulah resiko seorang raja. Dan raja, tidak saja ditahta. Raja, harus
                          berada ditengah rakyat jelata. Dengan hasil penelitian adanya dan
                          sumber penghianatan, saya akan hadapi penghianat itu, diluar
                          kekerasan. Baiklah, atas pandangan dan penelitian kalian berdua, sangat
                          mengembirakan. Mari kita tabahkan hati kita, guna menempa Iman
                          yang kendor, silahkan beristirahat. (Keduanya Berlalu Dan Tinggal
                          P. Antasari Menyendiri) Tawakkaltu Alalah. (Matanya Memandang
                          Jauh Kedepan Kemudian Mengusap Muka, Ketika Hendak Minum
                          Intan Sari Masuk Kembali)
                          (Intan Sari Setelah Masuk Keluar Lagi, Ia Gelisah.)

P. Antasari      : Kau tampak gelisah Intan Sari.

Intan Sari        : Ada perasaan – perasaan yang menghawatirkan…. baiklah hamba
                          berjaga dipintu luar… (Intan Sari Keluar, Sedang P. Antasari Langsung
                          Menuju Ruang Peraduan. Sementara Kemudian Intan Sari
  Menampakkan Diri Lagi, Dan Meneliti Keadaan Keraton Dengan
                          Matanya. Kemudian Keluar Menghilang. Lampu Semakin Redup,
                          Bintang Malam Menambah Keheningan Malam. Muncullah Doja,
                          Kemudian Darwil Yang Langsung Menghunus Kerisnya. Doja Setelah
                          Yakin Dengan Kesepian Keraton, Lalu mengisyaratkan Darwil, Agar
                          Segera Melakukan Pembunuhan. Darwil Masuk Keruang Peraduan
                          Pangeran Antasari. Tiba – Tiba Ada Benda Yang Terkait Kaki Doja,
                          Menyebabkan Intan Sari Muncul Tiba – Tiba.)

Intan Sari        : Siapa ?!
                          (Doja Menyembunyikan Diri. Intan Sari, Segera Keluar Menyusul
                          Penjaga Gerbang. Darwil Menuju Persembunyian Semula, Rombongan
                          Intan Sari Langsung Menuju Ruangan P.Antasari Dan Kesempatan
                          Doja Bersama Darwil Menyelinap Keluar.)

Intan Sari        : Aku yakin ada mahluk yang berniat jahat. Apa memang tak ada orang
                          yang masuk lewat pintu gerbang ?

Utusan I          : (Menggeleng)
                          Mari teliti diluar sana.
                          (Merekapun Menghilang. Ruangan Gelap Dan Tiada Beberapa Lama
                          Terdengar Letusan Bedil.)

T. Surapati       : (Datang Tergopoh – Gopoh)

P. Antasari      : Apa yang terjadi, Surapati ?

G. Oemar        : (Buru – Buru datang) Kudengar ada bunyi senapan.

T. Surapati       : Akupun mendengarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar