Babak Kedua
Dalam “ 2 Kisah
HARAM MANYARAH
Kaya : H. Adjim Arijadi
Kisah Satu.
HULU SUNGAI
TEWEH TAHUN 1862.
ENAM BULAN
SESUDAH KEANGKATAN ( L)
DALAM SEBUAH
RUANG DARURAT DARI SEBUAH KERAJAAN YANG BARU DIBAGUN. DUA BUAH PINTU YANG
MENGHUBUNGKAN RUANG DALAM DAN DAN SATU PINTU MASUK KELUAR. DITENGAH AGAK
KEBELAKANG ADA
SEBUAH TRAP TEMPAT DUDUKNYA SULTAN. DISEBELAH KIRI AGAK KEBELAKANG TERDAPAT
MEJA KECIL TEMPAT KENDI MINUMAN DITARUHKAN.
DIBELAKANG
TRAP, BERGANTUNGAN DINDING AIR GUCI. DAN SAMPING MENYAMPING KITI DAN KANAN
JENDELA TERBUKA LEBAR, DAN DENGAN JELASNYA TERLIHAT TANAH HUTAN MENDAKI DAN
MENURUN.
RUANGAN SEPI.
KEMUDIAN MASUK
PEREMPUAN DOJA DI IKUTI OLEH DARWIL LELAKI GEMUK DAN SEORANG PETANI TUA.
KETIGANYA MENGAMATI RUANGAN DENGAN HATI – HATI.
Doja : (Bernafsu Melihat Tahta dan Duduk di Trap Kerajaan)
Kelak bila
kepala Antasari kita persembahkan kepada Kompeni Belanda…
dengan upacara khidmat, akan resmi kurebut
tahta ini. Dan untuk kalian
berdua, tentu saja mendapat tempat yang layak,
baik dipihak Belanda,
maupun dipihak kerajaan. Sebab kalian menjadi
kepercayaan raja.
Darwil, tak seorangpun diruangan ini. Dan tak
seorangpun yang curiga
terhadapku. Saat ini, mereka lengah. Simpan
dirimu diruang peraduan
Antasari (Dareil Dengan Patuhnya)… Tunggu
dulu… (Mengambil –
Sebungkus Racun Dari Dadanya) Kekuatan racun
ini,luar biasa.
Antasari mati bersama mimpinya (Dituangkannya
Racun Itu Kedalam
Kendi – Dimeja)… Seandainya Antasari terlepas juga
dari jebakan
racun ini, tikam dadanya dengan kerismu. Dan
jangan lupa, mengambil
kepalanya. Karena itu, mandaumu harus tajam.
Darwil : (Menghunus Mandaunya) Lebih tajam dari sembilu. Dua
hari
Kumengasahnya. Beres ? Hahaha.
Doja : Kalau perlu tahan nafasmu. Bergerak, artinya bahaya
bagimu.
Ayoh, bersembunyi.
Darwil : (Darwil Dengan Tangkasnya Menuju Ruang Dalam Lewat
Pitu Kanan)
Doja : (Kepada Petani) Aku yakin, bahwa Pangeran Antasari
sayang
Kepada Bapak.
Petani : Itu sudah jelas. Aku kenal baik dengan Pangeran. Dan
perkenalan ini
ketika, kubertemu beliau dibekas benteng yang
sudah hancur. Kedua
tangan beliau kucium rindu. Yaya, Pangeran
sangat sayang padaku.
Itu jelas dan jelas.
Doja : Dan sekarang ?
Petani : Dan sekarang…. Dan sekarang, tentu saya lain dari
biasa.
Doja : Untuk susu dan keju Belanda bukan ?
Petani : (Menelan Ludahnya) Yah, tentu saja untuk susu lezat
dan keju.
Kapan makanan syorga itu, kudapatkan ?
Doja : Setelah Bapak sampaikan surat rahasia ini.
Petani : Pergi ke Banjarmasin
? Oh, aku tak sanggup.
Doja : Cukup dibawa ke Pantai Barito.
Petani : Cuma ke Pantai Barito ? Oh, gampang sekali. Mari
kubawa (Ketawa)
Tunggu yang paling ringan (Ketawa)…. demi
susu dan keju (Ketawa)
Aku merindukan susu dan keju, seperti dulu
kumerindukan Pangeran
Antasari. (Ketawa dan Berjalan Menuju Pintu
Keluar Sambil
Menyimpan Surat itu Kedalam Blankonya)
Intan Sari : (Masuk dan Berpapasan Dengan Petani. Sikap Petani
Diperhatikannya)
Doja : Yang namanya Srikandi, akan mati dimedan
pertempuran.
Intan Sari : Kau sudah disini Doja ? Panambahan sudah gelisah mencarimu.
Kemana saja sejak pagi tadi.
Doja : Hutan Barito tetap menakjubkan. Aku yang dilahirkan
dari keluarga
hutan rimba, kini seperti disulap saja.
Begitu gampang kuperoleh
kepercayaan seorang Panambahan. Dan begitu
nyaman hidupku kini.
Namun bagaimanapun senangnya saya didalam
kerajaan, tapi saya
masih merindukan tanah kelahiran saya. Cintaku pada
tanahku, makin terpahat dalam. Tanah subur,
hutan menghijau didalamnya tersembunyi harta melimpah. Inilah yang menjadi
renungan setiap hari.
Intan Sari : Dan hubunganmu dengan Petani tua itu ?
Doja : Kau tidak menyukai, masuknya Orang Tua itu,
keruangan ini ?
Toh, kau tahu, orang tua itu, kerajanya
keluar masuk Kraton.
Orang tua itu begitu bebas disini, justeru ia
menjadi kepercayaan
Pangeran
Intan Sari : Tapi hendaknya agar dibatasi.
Doja : (Ketawa Dibuat Buat) Lucu sekali. Seorang tua yang
dikasihani Sultan,
malah dicurigai. Apakah kerugiannya, Intan
Sari.
Intan Sari : Kerugiannya mungkin mengeruhkan keadaan. Dan dalam
kekeruhan
inilah, siapa saja dapat dapat menangguki
keuntungan.
Doja : Intan Sari ! Kau menuduhku ?!
Intan Sari : Kau merasa, aku menuduhmu ?! Aku sendiri tidak tahu,
tuduhan apa
yang kau maksudkan.
Doja : Kau kumaklumi Intan Sari. Kadang – kadang seorang
wanita punya
rasa cemburu buta.
Intan Sari : Cemburu ?!
Doja : Kau agaknya, tercengang dan heran… Tapi, baiklah,
kalau kau memang
tidak cemburu, atau mungkin juga kau iri dan
dengki.
Intan Sari : Jangan yang berkata bukan – bukan, Doja. Apa yang
kudengkikan.
Doja : Kau tidak dengki bukan, karena melihat Panambahan
sayang kepadaku.
Intan Sari : Mudahan saja kasih sayang itu, tidak disalah gunakan.
Doja : Terima kasih atas nasihatmu. Tapi yang jelas,
antara kita berdua punya
perbedaan yang jauh terpisah. Engkau seorang
Srikandi yang akan mati,
dimedan pertempran. Tapi aku sendiri ada kemungkinan
duduk ditahta.
Intan Sari : Begitu hebat cita – citamu. Seorang yang berakal waras,
akan –
mengatakannya, sebuah cita – cita orang gila.
Doja : Gila ?
Intan Sari : Rupanya kau berharap, akan dapat menggantikan fungsi
Saranti sebagai
isteri
Gusti Mat Sait ? bagi Gusti Mat Said, besar kemungkinan menjadi
raja, menggantikan kedudukan Panambahan
Antasari.
Doja : Tebakanmu keliru.
Intan Sari : Atau kau berusaha untuk menjadi isteri Gusti Mat Said yang
kedua.
Doja : Juga Salah.
Intan Sari : Mungkin juga ada hubungannya dengan Gusti Oemar. (2)
Doja : Jalan pikiranmu, begitu hebat. Gusti Oemar dan
Tahta.
Intan Sari : Sudah kuduga. Doja, sikapmu itu, sangat membahayakan.
Doja : Raja dan Permaisuri.
Intan Sari : Doja, apa kau kira aku tidak bisa bertindak ? Dengan cita –
citamu yang
gila itu, telah menunjukkan gejala
penghianatan.
Doja : Kau tahu, bahwa aku anak kesayangan raja. Dan
apakah anak
kesayangan ini, tidak ada kemungkinan untuk
menjadi ratu. Sekalipun
cuma seorang anak angkat. Dan akupun akan
gampang saja memilih
suami yang tepat, untuk diangkat menjadi
Sultan.
Intan Sari : Nafsumu untuk menguasai tahta, telah membawa ingatanku
kepada
kisah hidup Ratu Kumala Sari. Yang berusaha
mendudukkan anaknya
menjadi raja. Puteranya yang bernama Perabu Anom yang tidak dicintai
rakyat itu, juga bergulat dengan akal
liciknya, dan telah berhasil pula
membunuh saudara kandungnya, Pangeran
Abdurrahman, Sultan muda
kerajaan Banjar di Martapura. Tapi apa
hasilnya, saudara kandung mati
terbunuh, sedang tahta kerajaan jatuh
ketangan Pangeran Tamdjit,
kemudian Pangeran Perabu Anom, diasingkan
Belanda ke Pariangan.
Doja : Untuk mendapatkan tahta, harus menempuh jalan
berliku. Diri kita
harus siap untuk hidup dan mati. Tak luput
untuk diriku………….
Sultan Oemar………….. Ohhhhhhh, betapa manisnya.
Suatu ketika, tahta jatuh ketangan Gusti
Oemar dan penobatan untuk
menjadi raja, diadakan dalam acara besar. Aku
berada disisinya, dan
orang – orang kagum memandangnya. Aku harus
dapatkan tahta
kerajaan. Dan tahta tidak sekedar impian, ia
harus menjadi kenyataan.
(Impiannya Dengan Duduk Leluasa Diterap
Kebesaran)
(Tiba – Tiba Datang Pangeran Antasari Masuk
Bersama T. Surapati)
P. Antasari : (Setelah Memperhatikan Sejenak Dan
Menegurnya) Doja.
Doja : Oh, pamanda yang baik hati. (Bersujud)
T. Surapati : Tidakah, kau dapat menggunakan kata –
kata tuanku Panambahan ?!
P. Antasari : Oh……… itu sekedar adat leluhur, anakku.
(Ramah)
T. Surapati : Kebebasanmu ada batasnya Doja. Sudah
berulangkali kukatakan.
Doja : Apa hakmu, menegurku Temenggung.
Intan Sari : Adat bahari jangan dibuang Doja.
Doja : Jangan lancang. Kalian toh, bukan turunan
bangsawan.
P. Antasari : (Setelah Melihat T. Surapati dan Intan
Sari tersinggung ?! cepat –
cepat menengahi)
Kerajaan memerlukan adapt yang baik anakku.
Nah,masuklah kedalam.
Karena ada beberapa persoalan yang akan
dibicarakan.
Doja : Tapi disini, tidak kulihat Gusti Oemar.
P. Antasari : Justru Gusti Oemar, yang menjadi bahan
pembicaraan.
Doja : (Gairah) Oh, tentu saja begitu, Gusti Oemar, memang
cerdik dan punya
keberanian. Gt Oemar tangkas dan berwibawa.
Tanda – tanda untuk
menjadi orang besar jelas sekali pada
wajahnya. Kurasa Gt. Oemar
jauh lebih hebat dari pada putra pangeran
sendiri, baik Mat Seman
maupun Mat Said.
P. Antasari : Begitukah ?! Kau juga orang cerdik
tampaknya.
Nah, masuklah sekarang.
Doja : Anakanda permisi, (Dengan Angkuhnya Dia Masuk Lewat
Pintu Kiri)
T. Surapati : Bah ! (Darahnya Menanjak)
P. Antasari : (Duduk Diterap dan Menuang Air Dikendi),
Jadi menurut penyelidikan
Pihak prajurit – prajurit itu, merupakan
suatu komplotan yang
membahayakan.
T. Surapati : Malah dalam waktu yang dekat, mereka
akan menjadi lawan,
kabut hitam Barito, saat ini, telah
menyelubungi tahta dan kerajaan.
P. Antasari : Tidakkah berdasarkan kira – kira saja ?!
T. Surapati : Kita akan ditusuk dari belakang.
P. Antasari : Dan menurut hasil pendekatanmu, Intan
Sari ?
Intan Sari : Jangan heran, kalau terjadi salah seorang adik membunbuh
kaka
kandungnya, hanya karena tahta. Atau seorang
anak membunuh
ayahnya, dan sebaliknya dalam tahta di Negeri
kita, sejak zaman
Lambung Mangkurat Di Negara Dipa, sampai
zaman Sultan Adam,
maut terus saja menghadang. Bahkan kakae
Panambahan sendiri
Pangeran Amir,toh menjadi buruan saudara
kandungnya Pangeran Nata.
Apakah tidak mungkin, kalau tahta dan nyawa
Panambahan kini tengah
terancam.
P. Antasari : Ketidak jujuran ini akan kuhadapi dengan
tenang.
T. Surapati : Tapi hamba tidak ingin melihat,
Panambahan mati begitu saja.
Panambahan harus bertindak.
P. Antasari : Sulit menggapai sesuatu, diluar fakta.
T. Surapati : Itulah manfaatnya penelitian. Itulah
pentingnya pandangan. Dengan
penelitian, Pangeran telah mendapat bukti.
Dan pandangan kita, setelah
melihat fakta dan pengalaman,akan mudah
mengambil kesimpulan.
P. Antasari : Temenggung sudah menyimpulkannya ?
T. Surapati : Hamba rasa, tidak lebih dari
penghianatan.
P. Antasari : Dimana kesalahanku.
Intan Sari : Kepercayaan yang tulus, hamba rasa.
Dan tidak berprasangka, juga menjadi
faktornya.
P. Antasari : Hdupku, tidak lebih dari seorang rakyat
biasa, Kutaruhkan diriku
ketengah petani, ketengah Ulama, dan ketengah
Prajurit. Kebiasaan
hidupnya dan kesenangannya, kuperlihara
dengan baik. Apa yang perlu
diragukan. Dan untuk apa berprasangka.
T. Surapati : Hamba telah berprasangka, ketika Gt
Oemar mendesak Panambahan,
agar pemimpin – pemimpin perang, berpecah dan
kembali mencari
daerah – daerah pertahanan yang baru. Temenggung
Karta Pata, di
wilayah hilir Teweh, hamba menyayangkan,
terpisah dengan Kyai
Demang Lehman, Haji Buyasin dan Temenggung Antaluddin.
Dan
tidaklah berarti, mendirikan benteng didaerah
yang mati, seperti ;
Hulu Sungai dan Tanah Laut. Apa lagi untuk
daerah Martagiri Tapin,
Gunung Djabuk, Gunung Pamaton dan Tatas
Muning segala. Kita
kasihan melihat pahlawan – pahlawan kecil
yang digerakkan oleh
Temenggung Tjakra Wati di Bukit Madang.
Padahal dengan pusat
pertahanan di Hulu Sungai Teweh ini, kita
perkuat dengan pejuang –
pejuang yang kuat, akan terbukalah rencana
perang yang sempurna.
Kita dipisahkan oleh Sejarah. Hubungan kita,
terlalu sulit. Dan pada
kesempatan inilah, kita akan
ditikam……..(Menuju Jendela) Kita dapat
melihat dari jendela ini. Latihan perang
berlangsung siang dan malam.
Jelas terlihat, adanya pemisahan yang ketat,
antara prajurit Islam yang
dipimpin oleh Gt Oemar dan prajurit suku
dayak yang hamba pimpin.
Intan Sarri : Hambapun merasa, kedua pihak makin
meruncing.
P. Antasari : Mereka perlu disadarkan, dengan arti
perjuangan.
T. Surapati : Tapi nafsu lebih berkuasa dari otak.
P. Antasari : Tugasku, untuk memerangi nafsu – nafsu
itu.
Intan Sari : Hamba tidak ingin darah Panambahan tahta.
P. Antasari : Begitulah resiko seorang raja. Dan raja,
tidak saja ditahta. Raja, harus
berada ditengah rakyat jelata. Dengan hasil
penelitian adanya dan
sumber penghianatan, saya akan hadapi
penghianat itu, diluar
kekerasan. Baiklah, atas pandangan dan
penelitian kalian berdua, sangat
mengembirakan. Mari kita tabahkan hati kita,
guna menempa Iman
yang kendor, silahkan beristirahat. (Keduanya
Berlalu Dan Tinggal
P. Antasari Menyendiri) Tawakkaltu Alalah.
(Matanya Memandang
Jauh Kedepan Kemudian Mengusap Muka, Ketika
Hendak Minum
Intan Sari Masuk Kembali)
(Intan Sari Setelah Masuk Keluar Lagi, Ia Gelisah.)
P. Antasari : Kau tampak gelisah Intan Sari.
Intan Sari : Ada
perasaan – perasaan yang menghawatirkan…. baiklah hamba
berjaga dipintu luar… (Intan Sari Keluar,
Sedang P. Antasari Langsung
Menuju Ruang Peraduan. Sementara Kemudian
Intan Sari
Menampakkan Diri Lagi, Dan Meneliti Keadaan
Keraton Dengan
Matanya. Kemudian Keluar Menghilang. Lampu
Semakin Redup,
Bintang Malam Menambah Keheningan Malam.
Muncullah Doja,
Kemudian Darwil Yang Langsung Menghunus
Kerisnya. Doja Setelah
Yakin Dengan Kesepian Keraton, Lalu mengisyaratkan Darwil, Agar
Segera Melakukan Pembunuhan. Darwil Masuk
Keruang Peraduan
Pangeran Antasari. Tiba – Tiba Ada Benda Yang
Terkait Kaki Doja,
Menyebabkan Intan Sari Muncul Tiba – Tiba.)
Intan Sari : Siapa ?!
(Doja Menyembunyikan Diri. Intan Sari, Segera
Keluar Menyusul
Penjaga Gerbang. Darwil Menuju Persembunyian
Semula, Rombongan
Intan Sari Langsung Menuju Ruangan P.Antasari
Dan Kesempatan
Doja Bersama Darwil Menyelinap Keluar.)
Intan Sari : Aku yakin ada mahluk yang berniat jahat. Apa memang tak ada
orang
yang masuk lewat pintu gerbang ?
Utusan I : (Menggeleng)
Mari teliti diluar sana.
(Merekapun Menghilang. Ruangan Gelap Dan
Tiada Beberapa Lama
Terdengar Letusan Bedil.)
T. Surapati : (Datang Tergopoh – Gopoh)
P. Antasari : Apa yang terjadi, Surapati ?
G. Oemar : (Buru – Buru datang)
Kudengar ada bunyi senapan.
T. Surapati : Akupun mendengarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar