NASKAH PETILAN
PERANG BANJAR HAMPIR BERAKHIR
KARYA: H. ADJIM ARIJADI
Reproduksi naskah
YAYASAN SANGGAR BUDAYA KALSEL
SEKR :
JL. CEMARA RAYA KOMPLEK PERUMNAS
BLOK V NO.38 RT. 25 GG.
ANGSANA III
BANJARMASIN 70123 TELP.
0511-3302650
Adegan I
T. Silam : Jangan
koba kau memancing-mancingku. Kau toh
tidak akan berhasil menunda kematianmu (MENGELUARKAN TALI PENGIKAT) Sekarang
kau serahkan kepadaku, kedua tanganmu itu.
Layang : Tidak. Kau tidak bias berbuat sewenang-wenang. Aku punya hak, untuk menuntut kebenaran
diriku Aku menuntut kematianku, dialas kebenaran, bila hokum menyatakan aku
bersalah. Namun diriku yang tak pernah
ternodai oleh siapapun, tak mau menghadapi kematian dengan caramu itu.
T. Silam : Sudah
berulang kali kukatakan, aku tidak memerlukan hukum kerajaan itu. Aku bukan warganya yang mau tunduk terhadap
peraturan-peraturan. Peraturan Kerajaan
Banjar bagiku tidak lebih dari peraturan pemerintah yang masih mencoba dan
meraba-raba. Hukum dan peraturan yang
disusun selama ini, omong kosong.
Layang : Tidak
T. Silam : Kau
tidak bisa mengelak. (INGIN
MENYERGAPNYA). Jangan coba-coba
memaksaku untuk membunuhmu dengan keji.
Adegan 2
PADA SAAT
ITU MUNCUL ZULEKHA, KEMUDIAN DISUSUL OLEH PANGLIMA BATUR
P.
Batur : Tumenggung
T.
Silam : Bagus sekali, Pucuk dicinta ulam tiba
NARRATOR : PADA
AKHIRNYA, NIAT BURUK TUMENGGUNG SILAM YANG INGIN MENGHABISI NYAWA ISTRINYA YANG
MUDA, KEPERGOK JUGA OLEH PANGLIMA BATUR DAN SRIKANDI ZULEKHA
Zulekha : Tumenggung
Silam. Mau kau apakan istrimu Layang ?
T. Silam : Mau
mengadilinya. Dengan maksud apa dating
kemari ?
Zulekha : Dari
jauh kudengar ada jeritan seorang wanita.
Kemudian kami cari. Ternyata jeritan
itu adalah jeritan istrinya. Dia akan
kau adili secara keji ?
T. Silam : Itu
terserahku
Zulekha : Akan
kau gantung dia ?
Layang : Suamiku main
hakim sendiri. Dia akan membunuhku
P. Batur : Akan
membunuhmu? Ah, tidak segampang itu.
Tumenggung, Silam tidak akan membunuhmu Layang, sehingga aku masih ada
di muka bumi ini.
T. Silam : Tidak
salah dugaannku Layang ! Kau tidak akan pantas untuk diampuni ! Kubunuh kau !
DENGAN
SECEPAT KILAT MANDAUNYA TERHUNUS, TAPI SECEPAT KILAT PULA ZULEKHA
MENGHALANGINYA, SELANJUTNYA PANGLIMA BATUR MENGAMBIL KESEMPATAN PULA HENDAK
MENEBASKAN PEDANGNYA YANG PANJANG KEPADA TUMENGGUNG, SILAM TAPI BERHASIL PULA
DIRINTANGI ZULEKHA
Zulekha : Atas
permintaan seorang wanita, kiranya kalian sudi bersedia menyarungkan kembali
senjata kalian. Kelaki-lakian kalian ternyata takluk kepada nafsu yang
berlebihan. Ini akan berarti kalian
kehilangan makna kesatriaan yang hakiki. Tumenggung Silam. Apakah arti dai
jasa-jasa pertimbanganmu selama Tumenggung mendampingi ayahku Panambahan Gusti
Muhmammad Seman dan kakekku Panambahan Antasari selagi beliau masih ada. Hanya
karena persoalan kecil. Hanya untuk kepentingan pribadi. Hanya karena persoalan
kecil. Hanya untuk kepentingan pribadi. Memuaskan nafsu sendiri ini kepentingan
pribadi namanya.
T. Silam : Tapi
ini urusan saya. Urusan keluarga. Kenapa mesti Ratu campuri?
Zulekha : Siapa
bilang. Urusan perempuan, Cuma urusan Tumenggung sendiri. Sarungkan senjata
Tumenggung.
T. Silam : (MENYARUNGKAN
SENJATANYA) Mhhh…perempuan selalu membawa keonaran.
Zulekha : Saya
seorang perempuan. Begitu enteng kau pandang kaum hawa. Inilah sebabnya, mengapa
persoalan pribadi kalian berdua ingin saya tengahi. Ini disebabkan oleh karena
terpanggilnya saya untuk menempatkan posisi kaum hawa di tempat selayaknya.
Selama ini, mereka dianggap sebagai babu rumah tangga, mengurusi anak, tempat
tidur cuci piring mangkok, menanak nasi dan memijati suami. Cuma itu.
P. Batur : Tapi
tidak semua lelaki seperti yang Ratuku sebutkan. Oleh karena itu saya berani
mengatakan bahwa si Putri Layang tidak akan mati terbunuh oleh suaminya selagi
saya masih ada.
Zulekha : Kerajaan
ini kita punya Badan Pengadilan Agama. Dan persoalan kalian berdua akan lebih
bijaksana bila disidangkan dalam kerapata Qadi Kerajaan disini. Ini berarti dihargainya kaum hawa oleh
Tumenggung. Tidak menghakimi sendiri ini
bukan zamannya.
T. Silam : Tapi
tahu apa kalian bedua tentang perasaan yang mendendam di hati saya. Dan tahu
apa kalian tentang perasaan seorang suami yang dipermainkan oleh keserongan
istrinya?
Zulekha : Tumenggung
tahu bukan, bahwa satu-satunya wanita yang terjun ke medan perang sampai menderita korban
tertipunya suamiku lalu ditawan. Bagaimanakah pula perasaan suami saya di dalam
kamp tahanan Batavia.
Membiarkan istrinya meneruskan cita perjuangannya? Setiap orang di dalam
pasukan kita. Punya perasaan dan punya
pengorbanan. Tapi semuanya dicurahkan untuk berperang secara ksatria di dalam
pertempuran melawan musuh.
Layang : Ratu.
Suamiku menuduhku serong dibelakangnya. Sedeng saya belum pernah merasakan
adanya keserongan itu.
Zalekha : Lebih-lebih
lagi, adanya kekaburan dalam persoalan ini.
T. Silam : Tidak
heran, kalau Pelanduk melupakan jerat.
Tapi jerat tak akan melupakan Pelanduk.
Sudah umum kalau yang bersalah itu, tidak merasa bersalah. Kadang-kadang ia merasa benar, sebab ia
terhanyut oleh kenikmatan itu, lalu melupakan dosa-dosanya. Dan dalam hal ini,
engkau berdosa Layang !
Layang : Aku tidak
terima. Dan aku tidak rela. Kuminta agar
kau menceraikan aku.
P. Batur : Betul.
Tindakanmu bagus sekali, Layang.
T. Silam : Lalu
setelah putri yang manis itu kucerai, kau langsung saja memasuki bulan madu. Begitukah hai pahlawan
sampai kaputing ? Engkau Batur, benar-benar seorang laki-laki yang menggunting
kain dalam lipatan.
P. Batur : Masih
juga kau bawa persoalan diriku
Zulekha : Janganlah
Tumenggung libatkan pribadi Batur.
Lebih-lebih kanda Batur adalah Panglima kita.
T. Silam : Kepanglimaan
Batur selama ini, tidak berarti apa-apa bagiku. Dulu dia memang pahlawan tapi
kepahlawanannya sekarang sudah luntur oleh noda dan dosa-dosanya.
P. Batur : Apa
yang dimaksudkan suamimu ?
Layang : Suamiku
menuduhku, bahwa aku berbuat serong dibelakangnya. Prasangkanya, gara-gara
malam itu, aku berkunjung ke tempat panglima.
P. Batur : Ini
soal nama. Hei Tumenggung sudah sejauh mana kau sebarkan kebohongan ini?
T. Silam : Bukan
kebohongan, tapi jelas adalah kenyataan. Dan panglima tidak usah kuatir kalau
nama panglima kusebarkan. Tidak. Perbuatan jahat itu cukup kalau kucatat
sendiri. Namun sebagai tindakan yang
sudah masuk kupertimbangkan, ialah membunuh istriku Layang.
P. Batur : Kau
jadi nekat, hendak membunuhnya ?
T. Silam : Tentu
engkau jadi keberatan. Ini dapat dibenarkan, sebab kasih saying kalian berdua
sudah membabi-buta. Batur, kenanglah olehmu, bahwa dengan perbuatanmu yang
gila-gilaan dengan istriku Layang, bagiku namamu itu bukanlah seorang pahlawan.
Tapi engkau seorang pengecut.
P. Batur : Kalau
begitu, hunus mandaumu. Buktikan kepahlawananmu itu. Tempat boleh kau pilih. Di
sini atau di pinggir pantai. Ayo?
Zulekha : Tidak
perlu
P. Batur : Saya
mau buktikan, siapa sebenarnya yang pengecut
Zulekha : Tidak
perlu
P. Batur : Saya
mau buktikan, siapa sebenarnya yang pengecut
Zulekha : Bukanlah
saatnya. Dan bukan pula medannya
T. Silam : Musuh
tidak kucari-cari dalam kerajaan ini. Tapi daripada Tumenggung malu maka musuh
yang menantangku, akan siap kulayani (SIAP)
Zulekha : Tidak
perlu, katakana ! Sikap kalian berdua bukan untuk mempertahankan nama
kepahlawanan, tapi justru ingin memperebutkan nama kepengecutan!. Tapi kalau
kalau kalian masih bersikeras hendak mencari kematian dengan cara yang tidak
kusetujui ini, maka kalian kutentang.
Nah, sekarang aku tidak pilih bulu, siapa saja boleh maju menghadapiku.
DIKEJAUHAN
TERDENGAR ABA-ABA TANDA TERLIHATNYA MUSUH. KEADAAAN JADI TEGANG.
NARRATOR : PADA
AKHIRNYA PERSOALAN TUMENGGUNG SILAM DENGAN ISTRINYA PUTRI LAYANG TIDAK
TERSELESAIKAN. DEMIKIAN DENGAN PEREBUTAN
NAMA KEPAHLAWANAN DAN NAMA KEPENGECUTAN MENJADI USAI SEBAB DENGAN TIBA-TIBA
TERDENGAR ABA-ABA, BAHWA PENYERBUAN BELANDA SEGERA TIBA. INILAH SAAT PENYERANGAN
YANG SUDAH DIRENCANAKAN LETTENANT CHRISTOFFEL BERSAMA TUMENGGUNG SILAM. PERANG
YANG AKAN MENENTUKAN TERUS ATAU BERHENTINYA PERANG BANJAR.
Layang
: Ratu, Tanda musuh menyerang
Zulekha : (PAUSE)
Baik, perebutan nama dengan cara konyol seperti ini kita urungkan. Sekarang saat yang tepat, untuk kembali
mempertahankan nama. Layang, mari ikuti
aku.
ZULEKHA KELUAR BERSAMA LAYANG. KEMUDIAN DISUSUL
OLEH PANGLIMA BATUR, LALU TUMENGGUNG SILAM.
NARRATOR : (DALAM
DALANG)
TACARITA
PANAMBAHAN GUSTI MUHAMMAD SEMAN YANG BERSIAP TERJUN KE MEDAN PERANG SETELAH
DIDENGARNYA LAPORAN BAHWA MUSUH ADA DI PERAIRAN.
NARRATOR : (DALAM
SOSOK RITMIS, SAMBIL MENYIAPKAN RUANG SEMENTARA DALANG MENUTURKAN KEJADIAN)
BABAK III
SEBUAH RUANG PERSIDANGAN KERAJAAN BANJAR DI
PEDALAMAN KALIMANTAN TENGAH. DINDING RUANG KELIHATAN GELAP SEBAB
BAHAN-BAHANNYA TERDIRI DARI KAYU ULIN, PERSIS DI TENGAH PANGGUNG ATAS ADA KURSI
TEMPAT DUDUKNYA PANAMBAHAN DENGAN SISI SEBELAH-MENYEBELAH AGAK KE BELAKANG ADA
BEBERAPA PUCUK SENJATA. ADA
BEBERAPA TRAP UNTUK DUDUKNYA PARA PEMBESAR
KERAJAAN SEBUAH BENDERA DENGAN LAMBANG KERAJAAN YANG TERIKAT PADA TIANGNYA.
TERLETAK SENDIRI. RUANG MASIH KELIHATAN SAMAR-SAMAR, YANG TAMPAK SECARA
TOTALITAS CUMA SEPERTI HALAMAN DI DALAM BENTENG.
NARRATOR
: (DALAM
LAKON DALANG)
MARILAH KITA BUKA LEMBARAN BARU
SEBUAH
LEMBARAN LANJUTAN MASA LALU
TAPI DISINI, TIDAK SEORANGPUN YANG TAU
ADANYA KEJADIAN YANG MEMBUAT HATI PILU
DISINILAH WADAHNYA SELAKON TIPUAN
SEORANG PELAKU BERSAMA TUMENGGUNG SILAM
DIHATINYA DENDAN TAK BERKESUDAHAN
TIDAKLAH DIA PUAS KALAU BUKAN KEHANCURAN
ADEGAN
1
DI LAPANGAN BENTENG, KARANG DARAH,
KELIHATAN BEBERAPA PRAJURIT PERANG BANJAR SIBUK BERLATIH SILAT
NARRATOR : (DALAM
LAKON RITMIS)
NAH,
SEKARANG SANG NASIB
MULAI
BERLOMBA DENGAN SANG WAKTU
DAN APAKAH
DIANTARA KITA YANG PASTI TAHU
SIAPA DIANTARA
KITA YANG MENJADI PENENTU
NAMUN KAMI
KEPINGIN CUMA MENJADI SAKSI
AGAR TIDAK
TERLIBAT KE DALAM HATI DENGKI
DARI ITU
KAMI INGIN SEMBUNYI
SEBAB GARIS
SANG NASIB HARUS DITEPATI
BUNYI
GEGAR MERIAM DI KEJAUHAN
Prajurit 1 : Kompeni
Walanda
Prajurit 2 : Kita
diserang ?
Prajurit 3 : Yah,
kita dikepung
Orang-orang : Kita akan mati konyol (PANIK DALAM GERAK,
GADUH DALAM BUNYI)
NARRATOR : (DALAM LOKASI RITMIS)
BETUL, KALIAN DISERANG KALAIN TERJEBAK
Hahaha, KALIAN
MASUK PERANGKAP
ASTAGA! KAMI
JADI TERLANJUR
KAMI SUDAH
TERLIBAT DI MEDAN
TEMPUR
TAPI KAMI
TAK BOLEH MUNDUR
KEKUATAN
TAK BOLEH KENDUR
MENYATU DALAM KERICUHAN
Prajurit 1 : Kompeni Walanda!
Orang-orang : Oh, ampun beribu ampun tuanku Panambahan
G.M Seman : Musuh mengepung kita?
Orang-orang :
Perintahkanlah kami
Kita
tak boleh lari.
G.M Seman : Betul. Haram bagi kita lari, tapi musuh
harus kita hadapi. Kita harus berani sekalipun tanpa dengan senjata api.
Prajurit lain : Panambahan pintu gerbang hamper kebobolan
G.M Seman : Kemanakah Batur panglimaku? Dan Zulekha
putriku?
(MELIHAT
KE SUATU ARAH) Zulekha, Batur.
Zulekha : Ayahanda Panambahan
G.M Seman : Bagaimana pertahanan kita? Batur.
P. Batur : Komando
untuk seluruh prajurit sudah dilaksanakan. Penambahan kita diserang dari empat
arah.
G. M Seman : Begitu
cepat serdadu Belanda mengisi posisi. Serangan dari empat jurusan?
Zulekha : Artinya
kita kekurangan prajurit
P. Batur : Di
arah pintu gerbang, prajurit-prajurit cukup diandalkan. Tapi di tida arah
lainnya, kekuatan kita lemah sekali. Tiga arah tersebut masing-masing hanya
dibekali satu meriam Lila. Kekuatan dikerahkan pada arah pantai. Tapi percalah
panambahan, Benteng Karang Darah, dengan system dinding batang-batang
bersilang, pastilah tidak akan memudahkan musuh masuk ke dalam benteng.
Prajurit lain : Panglima.
Pintu gerbang kebobolan
P. Batur : Pintu
gerbang bobol? Panambahan. Ini mengherankan
T. Silam : (MUNCUL)
Serangan musuh tidak mungkin dapat terelakkan. Lihatlah kembali di pintu
gerbang sana.
Ribuan serdadu Marsose dengan pimpinan langsung Perwira Christoffer Houtman
Zulekha : (MELIHAT
LEWAT PINTU KE KEJAUHAN)
Betul, ayahanda. Dengan jelas pasukan
marsose
P. Batur : Belanda
Keparat!! Begitu berani memasuki wilayah benteng ini? Hei serdadu Marsose.
Tunggu Batur di situ! (MENGHUNUS PEDANG DAN INGIN KELUAR)
G. M Seman : Panglima,
Kendalikan perasaan. Perang yang dilandasi oleh emosi akan lebih menguntungkan
pihak lawan. Saya tidak ingin melihat kalau engkau mati dengan sia-sia.
P. Batur : Tapi
saya tidak boleh membiarkan para prajurit menjadi korban.
Zulekha : Bagaimana
ayahanda? Apakah ayahanda perkenankan nanda bertarung di lapangan?
G. M Seman : Bertarung
tanpa dikawal prajurit?
Orang-orang : Kami
siap mendampingi
G. M Seman : Kalau begitu hadapi saja musuh di luar
P. Batur : Dan
saya harus mendampingi Panambahan
T. Silam : Apa?
Seorang panglima perang kali ini tidak ingin terjun ke medan Perang? Panambahan. Apakah panglima
yang kita miliki sekarang ini seorang panglima pengecut?
G. M Seman : Batur,
panglimaku. Aku tidak perlu dikawal. Peluru emas yang dihasilkan dari tapa dan
amalan darah dagingku, sudah cukup melindungiku. Bertempurlah bersama zulekha.
P. Batur : Tapi
Panambahan/
T. Silam : Tidak usah khawatir. Aku sendiri yang akan
mendampingi panambahan disini.
Layang : Engkau akan
melindungi panambahan?
P. Batur : Kau
meragukannya layang? Bukankah dia suamimu?
Layang : Betul dia
suamiku. Tapi????!!!
T. Silam : Engkau
layang, jangan suka mencampuri urusan kerajaan dan urusan perang. Engkau wanita
tidak pada tempatnya. Urusi dapur dan tempat tidur. Itu saja. Dan siapakah
diantara kalian yang masih meragukan keberanian Tumenggung silam?
Layang : Panambahan,…
Zulekha : Waktu
jangan terbuang percuma Layang. Pegang senjata ini. Pertahankan dirimu,
sekalipun engkau seorang wanita, tapi kau harus sanggup. Pergilah bersembunyi.
Ayahanda, .kami pergi
G.M. Seman : Zulekha,
jangan lupa selendang kuningmu. Dan ini pertahankan bendera kerajaan sampai
titik darah yang penghabisan. Pertahankan dengan harapan mati syahid. Isi urat
tulang kalian dengan rasa kemanusiaan yang menuntut kemerdekaan. Perjuangan kita
adalah benar, mantapkanlah tekad kalian. Komandangkanlah semboyan perjuangan.
Ingat kebiasaan ayahanda almarhum Panambahan antasari. Haram Manyarah.
Semuanya : Haram
Manyarah
Waja Sampai Kaputing
SEGELINTIR
PASUKAN ITU BERGERAK DIBAWAH PANJI-PANJI KERAJAAN. SEMANGAT JUANG MEREKA
BERKOBAR DIIRINGI SUARA “ALLAHUAKBAR, DAN LAGU PERJUANGAN. SUARA-SUARA ITU
MAKIN MENGHILANG. LETUSAN-LETUSAN BEDIL MULAI TERDENGAR.
Adegan 2
G. M Seman : (SEDIKIT
TERPERANJAT MENDENGAR DENTUM MERIAM DI LUAR KEMUDIAN MAU MAJU SETELAH MENGAMBIL
SENAPANNYA)
Zulekha!!
T. Silam : Panambahan.
Simpang siur peluru di halaman keraton sangat membahayakan, jadi jangan
coba-coba kita menengoknya.
G. M Seman : Aku
punya firasat aneh, Tumenggung. Aku justru mengkhawatirkan keselamatan putriku
Zulekha dan seluruh prajurit kita.
T. Silam : Pertahankanlah
tahtadan mahkota di tempat duduk tuanku panambahan.
(MELIHAT KE PINTU LALU BERBALIK)
Panambahan, sepasukan serdadu Marsose menuju tempat ini.
G. M Seman : Mereka
bisa menembus perlawanan Zulekha dan Panglima Batur?
T. Silam : Mana
mungkin serangan bisa dipertahankan, jumlah musuh terlalu banyak. Tidak
seimbang dengan kekuatan kita. Bagaimana Panambahan, dengan pasukan marsose
itu?
G. M. Seman : Hadang
saja mereka di muka pintu. Dan aku menyiapkan diri dengan kekuatan 3 biji
peluru emas ini.
T. Silam : Tapi
sebaiknya peluru emas tuanku itu kugunakan untuk menumpas serdadu itu dari muka
pintu
G. M Seman : Peluru
emas ini tidak boleh lepas dari diriku. Sebab apabila tidak mengenai
sasarannya, besar kemungkinan akan mengenai tubuhku.
T. Silam : Percayalah
Panambahan. Peluru emas itu akan kubidikkan tepat pada serdadu-serdadu di luar
pintu kraton ini. Percayalah pada saya.
G. M Seman : (DIWAJAHNYA
TAMPAK SUATU KERAGUAN, SEHINGGA TIDAK TERLIHAT TANDA-TANDA UNTUK MENYERAHKAN
SENAPAN ITU)
T. Silam : Panambahan
ragu terhadap hamba? Oh, Kenapa mensti diragukan? Tidakkah panambahan sadari
bahwa umur kita masing-masing jauh berbed. Hamba jauh lebih tua dari Panambahan
dan Panambahan lupa bahwa Almarhum Panambahan Antasari bersaudara angkat dengan
hamba dan menjelang wafatnya, ayahanda Panambahan telah beramanat kepada hamba,
agar hamba menjagakan keselamatan Panambahan. Nah, mengapa Panambahan mesti
meragukan jaminan hamba?
G. M. Seman : Senapan
dengan 3 biji peluru emasnya, hanya bias digunakan bila keselamatan jiwa
ponanda sudah berada di puncak kegawatan.
T. Silam : Keadaan
tahta sudah mendekati keruntuhan, dan keselamatan Panambahan termasuk
keselamatan nyawa hamba sudah di puncak kegawatan. Mau apa kita disini. Apakah menanti
takdir dengan berdiam diri sampai pasukan Marsose itu menawan kita?
G. M. Seman : Biarkan
serdadu Belanda itu masuk ke ruangan ini, dan Poanandaakan segera menumpaskannya
dengan peluru emas ini.
T. Silam : Apa?
Poananda Panambahan akan membiarkan serdadu-serdadu itu menginjakkan kakinya di
ruangan keratin ini? Ponanda Panambahan serdadu-serdadu itu orang kafir. Haram
bagi kita untuk menjamahnya. Dan bila kaki serdadu-serdadu itu sampai menginjak
lantai kerajaan ini, berarti ponanda membiarkan najis mengotori lantai yang
suci ini. Tidak. Hamba tidak akan membiarkan orang-orang kafir itu memasuki
keratin ini. Biarlah pamanda akan menjadi korban, menghadang pasukan serdadu
Belanada di muka pintu, tanpa menggunakan sejata (MELEPASKAN MANDAU YANG
TERIKAT DI PINGGANGNYA. LALU SIAP MENUJU PINTU KELUAR)
G. M Seman : Apakah
pamanda tidak menggunakan senjata yang ada?
T. Silam : Apa
artinya dari perlawanan kita kalu Cuma menggunakan senjata tajam. Ini lawan
yang patut untuk menantang peluru dan
mesiu. Dan bila pamanda tanpa senjata, ini berarti pamanda akan mati konyol
dimusnahkan oleh peluru senapan musuh. Nah, jagalah tahta Panambahan. Tapi akan
jelas terjadi, bila pamanda mati maka serdadu Marsose yang kafir dan keparat itu, segera akan
menginjakkan kakinya di lantai yang suci ini. Jagalah diri ponanda baik-baik.
G. M Seman : Pamanda.
Sayangilah nyawa pamanda, selagi kita masih punya kemampuan dan kekuatan.
T. Silam : Tapi
bagi paman, lebih baik mati sebagai pahlawan dalam pertempuran tanpa senjata
yang sepadan.
G. M. Seman : Tidak
Pamanda. Bekailah keberanian pamada dengan 3 peluru emas ini.
T. Silam : Jangan
Ponanda, pamanda justru menginginkan keselamatan nyawa dan tahta ponanda dengan
peluru betuah ini.
G. M. Seman : Maafkan
pamanda. Kalau pada mulanya ponanda menolak permintaan pamanda naiklah. Ponanda
ikhlas memberikan senjata ini
T. Silam : (BURU-BURU
MELIHAT KELUAR LALU KEMBALI)
Ponanda, selamatkan tahta dan nyawa ponanda.
Hey Belanda kafir jangan kau coba menginjakkan kakimu yang haram itu ke tangga
istana. Tunggu Tumenggung Silam distu. Hei Keparat, kalian tahu bagaimana
tumenggung siolam melwan kalian untuk kepentingan syahid ?
G.M Seman ; Pamanda
(MENDEKATI T SILAM LALU MEMBERIKAN SENJATA YANG BERISI PELURU EMAS)
Terimalah senjata ini. Senjata darah
daging ponanda. Terimalah (DITERIMA T. SILAM) dan jangan lupa, inilah puncak
kepercayaan yang ponanda serahkan kepada satu-satunya orang yang ponanda
percayai. Tidak kepada Gusti Muhammad Said, saudara kandung ponanda. Tidak
kepada Batur, panglima kepercayaan ponanda. Atau kepada Zalekha, putrid
kesayangan ponanda. Justru kepada pamanda. Gunakanlah semau ponanda
T. Silam : (SETELAH
MENERIMANYA). Diserahkan kepada Pamanda ?
G. M Seman : Gunakanlah
semau ponanda
T. Silam : Baik.
Terimakasih atas rela dan ketulusan ponanda. Tentunya ponanda menyerahkan
keselamatan ponanda kepada paman bukan ?
G. M Seman : Tiga
Peluru emas itu, ponanda percayakan sepenuhnya kepada pamanda. Peluru ynag
sudah menyatu padu dengan darah daging ponanda. Hadapilah pasukan Marsose di
luar sana.
T. Silam : Ponanda
Panambahan. Apakah pamanda sudah menyadari bahwa benteng terakhir Perang Banjar
disini sudah berada di puncak kehancurannya.
G. M Semen : Namun
dengan semangat. Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing yang diwariskan ayahanda
Panambahan Antasari almarhum, tidaklah akan menggoyahkan prajurit-prajurit yang
bertempur di tengah medan.
T. Silam : Itu
tidak benar ponanda Panambahan. Semangat Haram Manyarah sudah berada di pihak
lawan
G. M. Semen : Apa
yang pamanda Tumenggung maksudkan ?
T. Silam : Maksud
pamanda, keunggulan berada di pihak pamanda
G. M. Seman : Apa
? pamanda sudah berada di pihak lawan ?
T. Silam : Jangan
diherankan, bila nasib dan takdir suatu suku bangsa bisa diatur menurut taktik
dan logika. Tak lepas dari takdir seseorang yang selalu pasrah kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Demikian halnya dengan takdir ponanda Panambahan pamanda sudah
sudah bisa memperhitungkannya. Kapan ponanda sampai pada takdir yang
menyedihkan hati. Dan kapan akhir dari perang Banjar ini.
G. M. Semen : Ponanda
sudah takabbur
T. Silam : Takabur?
Pamanda kira tidak, Ponanda Panambahan bukanlah hanya dengan peluru emas yang
diperoleh dengan puja dan tapa ini, yang bisa menyadari hidup ponanda ?
G. M. Semen : Pamanda
T. Silam : Janganlah
ponanda bergerak dari kursi kerajaan ini.
G. M. Seman : Pamanda
berkhianat ?
T. Silam : (KETAWA
KURANG AJAR)
NARATOR : PADA
AKHIRNYA TEBAKAN DARI SUATU TEKA – TEKI SUDAH DAPAT DI JAWAB. MUSUH DALAM
SELIMUT, TIDAKLAH JARANG TERJADI DI ANTARA SANAK DAN KELUARGA. JATUH –
MENJATUHKAN. FITNAH – MENFITNAH DAN SALING MEMBUNUH. INILAH CIRI UMUM DALAM
MEMPEREBUTKAN KEKUASAAN DAN KEINGINAN MERAIH KEUNTUNGAN PRIBADI. BEGITULAH
HALNYA DENGAN T SILAM, SEORANG SAHABAT TERBAIK PAHLAWAN ANTASARI DENGAN
TIBA-TIBA INGIN MEMBUNUH PENAMBAHAN DI SAAT PRAJURIT NPERANG DI MEDAN
PERTEMPURAN.
T. Silam : (MELIHAT
KELUAR) mau apa zulekha itu kemari ?
G. M. Seman : pamanda
sebaiknya sebelum zulekha mengetahui niat buruk pamanda, tembakanlah peluru
emas itu kepada belanda.
T. Silam : Lalu
pamanda menerima kematian hanya dengan mandau pamanda ini ? begini saja,
sebelum zulekha mengetahui pamanda akan menodongkan mulut senapn ini di
belakang ponanda. Dan bila zulekh masuk, perintahkan dia agar terus bertempur
sampai mati. Tapi bila ponanda berkata yang menyimpang dari keinginan pamanda,
maka zulekha akan menjadi korban peluru emas ini (PINDAH POSISI).
Zulekha : Ayahanda
muncul. (MUNCUL)
G.M. Seman : Zulekha,
kau kewalahan menghadapi lawan ? hah ? sanggulmu terputus ?
Zulekha : Kita
harus mencari perlindungan baru ayahanda.
G.M. Seman : Dengan
mengundurkan diri dan pasukan dari pertempuran ?
T. Silam : Tepatnya
: pasukan perang banjar mengalami kekalhn zulekha. Mundur bukan berarti jiwa
seorang patriot. Kakekmu pangeran antasari tidak menghendaki anak cucunya lari
terbirit-birit sebagai seorang pengecut. Kakekmu tidak pernah mengenal kalah.
Nah, warisi keberanian kakekmu itu. Atau kalau memang engkau takut, biarlah diriku
yang sudah tua ini menggantikan mu di medan
perang. Penambhan. Perintahkan zulekha dan panglima batur menyelamtkan diri.
G.M.Seman : Zulekha,
tentunya kamu ingin menyelamatkn ayah, bukan ?
Zulekha : Prajurit
kita tinggal sedikit ayahanda. Sekarang terserah ayahanda.
G.M.Seman : Lawanlah
musuh di luar sana
sampai tetesan darah terakhir.
Zulekha : Ayah.
Prajurit kita tinggal beberap orang saja lagi. Sedang pasukan marsose masih
ribuan dengan persenjataan lengkap.
T. Silam : Tampak
nya engkau tidak mengikuti jiwa kepahlawanan kakekmu dan ayahmu. Engkau
benar-benar pengecut. Engkau seorang penakut zulekha! Dan aku sebagai sahabat
terdekat almarhum kakekmu, tidak menyukai seorang pengecut seperti engkau.
Zulekha : Apa
maksud tumenggung ?
T. Silam : Mengikis
habis pahlawan perang banjar yang penakut seperti engkau! (MELEPASKAN PELURU)
Zulekha : (TANGANNYA
SEBELAH TERKENA TEMBAK)
Penghianat!
T. Silam : Masih
ada 2 buah peluru emas ayahmu, zulekha.
Zulekha : Ayah!
Peluru emas itu!
T. Silam : Yah!
Peluru emas! Masih cukup untuk menyudahi umur ayahmu dan umurmu sendiri.
Zulekha : Ayah!
T.Silam : (MELEPASKAN
SATU PELURU KEJANTUNG M. SEMAN)
Zulekha : Tumenggung
silam. Dendam ku pasti terbalas yah!
T. Silam : (TERJATUH
KARENA SATU BUNYI LETUSAN SENAPAN)
Zulekha : (KEHERANAN)
Layang : (MUNCUL
DENGAN MULUT SENAPAN BERASAP)
Zulekha : Engkau
menembaknya, layang?
Layang : Ratu.
Ambilah senapan di tangannya itu.
Zulekha : layang.
Kau berjasa besar dalam perang ini. Kau telah berhasil membunuh musuh yang
paling jahat dalam perjuangan.
Layang : Sekalipun
aku sebagi isterinya yang membenci dia, tapi aku membunuhnya tidak berdasarkan
dendam dan rasa sakit hati. Dia kubunuh, karena dia penghianat bangsa!
Zulekha : (SIAGA)
musuh yang paling jahat, adalah musuh yang menohok kawan seiring.
Layang : Dialah
musuh dalam selimut!
Zulekha : ya!
Musuh yang dari kawan seijaan dan sabumi haram menyerah, adalah musuh yang tak
pernah habis-habisnya. Inilah bahaya masa kini. Bahaya masa depan bagi banu
kita. Bahaya yang akan menyerahkan banua ini kepada orang lain.
PANGLIMA BATUR MUNCUL
P. Batur : Kau
terluka ratu? Penambahan (MERANGKUL) korban peluru kesasar?
Zulekha : Korban
peluru emas.
P. Batur : siapa?
Zulekha : Orang
yang paling ayahanda percaya.
P.Batur : Dia?
Laying : Dan aku berhasil
menumpaskannya.
P. Batur : Bagaimana
ratu kekuatan kit semakin lemah.
Zulekha : Hidup
kita tidak punya arti sama sekali. Ayahanda menjadi korban penghianat. Dan
suami ku gusti Muhammad Arsyad, terkena tipu pula. Apa arti dari hidup ini?
Belanda keparat! Kubunuh kalian! (BERLARI MENUJU MEDAN)
P. Batur : Ratu!
(MEMANGGIL) Ratu…….jangan turutkan hati panas, ratu!ratu! laying selamatkan
jiwamu. Aku akan melindungi ratu.
Layang : Tidak. Aku
turut bersamamu.
P. Batur : Layang.
Perang kali ini sangat membahayakan.
Layang : Kanda batur,
aku ingin meti bersama kanda. Kanda takut menghadapi sardadu belanda itu? Kalau
begitu, ikuti dinda. (DENGAN GAGAH MENUJU PINTU KELUAR)
P. Batur : Layang
(MENGIKUTI)
KEADAAN MENJADI GELAP
NARATOR : (DALAM
LAKON DALANG)
ZULEKHA SRIKANDI
ZULEKHA YANG GAGAH BERANI
ZULEKHA SANG CUCU ANTASARI
MENANTANG BELANDA TAK TAKUT
MATI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar