Senin, 20 Februari 2012

PANGERAN ANTASARI


Pragmen
PANGERAN ANTASARI
Sumber : Drs. Helius Syamsuddin M.A
Karya : H. Adjim Arijadi


Narasi  : Sejarah telah membuktikan ratusan tahun dalam pengalaman, perjuangan selalu diakhiri dengan perpecahan. Dan kita tak pernah menang. Perpecahan dan penghianatan, adalah faktor yang melumpuhkan perjuangan itu. Karena itu, tidak ada perjuangan yang lebih berarti dari pada perjuangan atas nama rakyat dan untuk rakyat. Kata kunci semua itu adalah persatuan. Kita membutuhkan persatuan bukan untuk golongan. Sekali lagi, persatuan…!!


Narator sekaligus P. Antasari yang muncul diantara silang – silang api obor yang menimpa sorak sorai dan gemerincing pedang dan peraduan senjata dalam Perang Abad 19 DI BUMI BORNEO (Kalimantan).

Fade in.
1.  Didalam kamar tahanan Tangsi Kompeni Belanda. Seorang tahanan bersama Sambang di hadapan Letnan Pieter dan Sipir.

Letnan Pieter   : Besok pagi kamu orang, akan digantung tahu itu, hah….

Sambang         : Saya sudah tahu.

Letnan Pieter   : Kamu orang betul – betul angkuh dan keras kepala. Kalau kamu orang mau kasih tau siapa pemimpinmu dan apa rencana dia orang, saya bisa bantu kasih bebas kamu orang.

Sambang         : Saya tidak punya pemimpin.

Letnan Pieter   : Inlander busuk !

Sambang         : Percuma tuan memaksa saya.
                          Dan saya tidak akan menghianati perjuangan Bangsa saya.

Letnan Pieter   : Kamu orang ingi cepat digantung ?

Sambang         : Gantunglah saya !

Letnan Pieter   : Well, well… ini malam kamu orang bisa banyak berdoa, sebab besok pagi kamu orang sudah jadi mayat. Jaga, dia orang dengan baik.

Sipir                 : Siap, Letnan.

Letnan Pieter meninggalkan kamar tahanan dengan sinis, sementara Sipir menutup pintu dan akan menguncinya. Tapi dengan tiba – tiba Mat Seman dan Mat Said membekuk dan membungkamnya. Sipir kejang dan tergeletak serta diseret Mat Said keluar, sementara Mat Seman masuk kamar tahanan dan mengajak Sambang meloloskan diri.

Mat Seman      : Cepat keluar dari sini !

Sambang         : Siapa saudara ?!

Mat Seman      : Jangan banyak tanya. Kita harus cepat keluar dari sini.

Mat Said muncul, lalu bersama – sama menghilang.

Fade Out.

Fade In

  1. Disebuah ruangan pada sebuah rumah. P. Antasari sehabis sholat. Muncul Mat Seman dan Mat Said bersama Sambang.

Mat Seman      : Assalamu’alaikum.

P. Antasari      : Waalaikumssalam Wr. Wb.
                          Mat Seman, Said, bawa dia masuk. Silahkan duduk.

Mat Seman dan Mat Said duduk mengapit Sambang.

P. Antasari      : Kamu yang bernama Sambang ?

Sambang         : Paman mengenal saya ?
                          dan kenapa paman menolong saya ?

P. Antasari      : Karena engkau memusuhi Kompeni Belanda.
                          Karena engkau puteranya Datu Aling.

Sambang         : Dan paman siapa ?

Mat Seman     : Beliau ayah kami.

P. Antasari      : Saya, Antasari.

Sambang         : (sungguh terkejut dan dengan terbata – bata bertanya)
                          Jadi………….. paman……………

P. Antasari      : Tidak salah lagi. Saya memang Antasari.
                          Dan yang menolongmu adalah putra say, Mat Said dan
                          Mat Seman.

Sambang         : Maafkan saya…
                          Saya harus bersikap bagaimana terhadap tuanku Pangeran.

P. Antasari      : Jangan panggil saya Pangeran. Saya selalu berada ditengah kehidupan rakyat. Saya sama saja dengan kalian ditengah perjuangan ini. Pagil saja saya Paman.

T. Jalil             : (muncul dengan memberikan salam) Assalamu’alaikum.

P. Antasari      : (menerima jabat tangan Jalil. Jalil mencium tangan
                          P. Antasari, tapi di tarik oleh P. Antasari)
                          Ini adalah Temenggung Jalil, pimpinan perlawanan di Benua Lima.

Sambang         : Saya sering mendengar kehebatan tuan.
                          Saya tidak menyangka sedang berhadapan dengan orang yang saya kagumi.
T. Jalil             : Jangan memuji saya terlalu tinggi, anak muda. Saudara tak kalah hebatnya di banding saya. sendirian mendatangi markas Kompeni. Bukankah itu keberanian yang luar biasa?

Sambang         : Itulah kebodohan saya. tidak memperhitungkan tindakan yang saya lakukan. Itu sama dengan bunuh diri.

P. Antasari      : Itu keberanian namanya.
                          Tidak sia – sia Datu Aling memiliki seorang putra seperti kamu.

Sambang         : Saya jadi malu. Saya akan cerita pada ayah, atas kebaikan paman.

P. Antasari      : Saya tahu,
                          Ayahmu adalah seorang Datu yang disegani penduduk. Pengikutnya cukup banyak. Cuma sayang, gerakan dan perlawanan yang dilakukan ayahmu untuk melawan Kompeni Belanda, belum menyatu dengan gerakan daerah lainnya.

Sambang         : Maksud paman ?

P. Antasari      : Perlawanan terhadap Kompeni Belanda hampir merata di seluruh daerah. Temenggung Surapati di Barito, Kapuas dan Kahayan. Demang Lehman di Martapura, Riam Kiwa dan Riam Kanan. Haji Buyasin di Tanah Laut. Temenggung Antaludin di Hulu Sungai. Ananda Jalil sendiri di Amuntai. Pemimpin – pemimpin perang itu sudah bersatu dalam ikatan pasukan perang Banjar. Tinggal ayahmu Datu Aling.

Sambang         : Kalau boleh saya bertanya untuk siapa sesungguhnya,
                          Perjuangan yang paman maksudkan ?

P. Antasari      : Untuk rakyat. Tidak ada perjuangan yang lebih berarti dari pada perjuangan atas nama rakyat dan untuk rakyat.
                          Itulah sebabnya saya menolong membebaskan kamu.
                          Karena kamu adalah Panglima kepercayaan dan anak kesayangan Datu Aling.

Sambang         : Saya yakin, ayah akan segera bergabung dengan ajakan paman.

P. Antasari      : Ternyata banyak sekali yang tidak kamu ketahui selama kamu meninggalkan Muning.

Sambang         : Ada apa dengan ayah saya paman ?.......
                          Ada apa, paman ?

Mat Seman     : Datu Aling ayahmu, bukan lagi Datu Aling yang dulu.

Fade Out.


Fade In.

  1. Dihalaman terbuka, orang siap menantikan fatwa Datu Aling. Sebelumnya terdengar sorak sorai mengelukan Datu Aling.

Orang-orang   : Hidup Datu Aling. Hidup Datu Aling. Hiduuup !

Datu Aling      : Hidup Datu Aling, hidup pula perjuangan kita !

Orang-orang   : Hidup Datu Aling……. Hidup !

Datu Aling      : Janganlah di sebut saya Datu Aling, kalau tidak mampu merbut kekuasaan yang ada di Martapura !
                          Negeri ini sudah terjual oleh penguasa kepada Kompeni. Kita harus rebut Negeri ini ! dan saya akan segera mengambil alih kekuasaan. Saya akan jadi raja kalian.

Orang-orang   : Hidup Datu Aling……… Hidup Raja kita !..........

Datu Aling      : Di nadi saya, menitis rokh Lambung Mangkurat. Ke dalam diri putera – puteri saya, rokh Lambung Mangkurat itupun telah menitis pula. Nah, kalau diri saya adalah seorang Panambahan, maka putera saya yang bernama Sambang saya beri gelar Sultan Kuning. Sambang putera saya memang seorang sakti. Dia seorang diri sangat berani memasuki daerah kerajaan Banjar di Martapura. Saya yakin berapa orang saja serdadu Belanda yang dibunuhnya.

Lelaki Satu     : Hidup Sultan Kuning.

Orang-orang   : Hidup…!!!

Lelaki Satu     : Hidup Datu Aling.

Orang-orang   : Hidup…!!!

Saranti dengan kecantikan dan kegagahannya, muncul dari depan.

Datu Aling      : Ini dia, satu – satunya puteri saya. Saranti !
                          dan puteri saya Saranti,
                          saya beri gelar Puteri Junjung Buih!

Lelaki Satu     : Hidup Junjung Buih !
                          Hidup Sultan Kuning !
                          Hidup Panambahan !

Orang-orang   : Menyambutnya dengan gegap gempita.

Datu Aling      : Saya adalah Nabi, Tuhan telah mengutus saya ke atas bumi ini, untuk mengambil alih kekuasaan dan sekaligus mengusir Kompeni Belanda dari Bumi Banjar ini.





Lelaki Dua      : Terkutuklah orang – orang yang berani
                          membangkang perintah dan fatwa – fatwa utusan Tuhan.
                          Hidup Nabi Datu Aling !

Orang-orang   : Hidup ! (berzikir sampai Trans)

Lelaki Tiga      : (muncul mendatangi lelaki satu lalu membisikinya. Lelaki satu langsung menyampaikan kepada Datu Aling)

Datu Aling      : (geram dan membubarkan orang-orang)
                          Baik. Baik. Saya Datu Aling akan menghadapinya.
                          Kepada semua agar pulang kerumah masing – masing. Bubar ! semuanya bubar !

Orang-orang   : (membubarkan diri, sementara Datu Aling jadi beringas  dan ikut menghilang. Ditempat ini tinggal lelaki satu dan Saranti)

Lelaki Satu     : Saranti….. Hari ini harus ada kepastian. Aku sebagai orang kepercayaan ayahmu, ingin di ikat dalam bentuk perkawinan antara kita berdua.

Saranti            : (seperti tidak peduli dan perhatiannya terarah pada Sambang dan rombongan yang datang. Saranti begitu rindu pada kakaknya yang datang)
                          Kak Sambang.

Sambang         : Saranti adikku
                          (pagutan kemesraan ini, telah disaksikan oleh lelaki satu, juga oleh Mat Said dan Mat Seman)
                          O.. ya, adikku Saranti. Kak lupa. Inilah orang – orang yang berjasa dalam menyelamatkan jiwaku. Gusti Mat Said dan Gusti Mat Seman. Keduanya adalah putera P. Antasari.
                          Saranti, ayah ada dirumah ?

Saranti            : Ayah sedang marah. Entah apa sebabnya. Sebaiknya jangan kakak temui dulu.

Sambang         : Kakak harus menemui ayah. Kanda Mat Said. Mat Seman, mampir dulu.

Mat Said         : Terima Kasih.

Mat Seman     : Kami langsung ke Tanah Laut menemui Haji Buyasin.
                          Pesan ayah harus segera disampaikan.

Sambang         : Kalau begitu selamat jalan (masuk)

Lelaki Satu     : (melihat Saranti terpesona melihat Mat Said, lalu mendekati Saranti dan meminta Saranti menjauh)
                          Saranti, lebih baik kau layani kakakmu Sambang.
                          ……… Saranti, ayo masuk kerumah.




Saranti            : (tak menghiraukannya malah perhatiannya tercurah kepada Mat Said yang penuh pesona)
                          Kakak tidak mampir dulu ?

Mat Said         : Masih banyak tugas perjuangan yang harus diselesaikan.

Saranti            : Atau bermalam dirumahku ?

Lelaki Satu     : Saranti…….. (jadi marah dan menyuruh Saranti menjauh)
                          Sikapmu memalukan. Ayo masuk kerumah !

Saranti            : (menolak paksaan itu, sehingga terjadi pertengkaran kecil)
                          Jangan paksa aku. Kamu bukan apa – apaku. Bukan sanak keluargaku. Jadi jangan kau atur aku.

Lelaki Satu     : (tersinggung, tapi tak bisa berbuat apa – apa)

Saranti            : Tinggalkan aku !

Lelaki Satu     : (dengan rasa malu, pergi)

Mat Seman     : Sebaiknya kami pergi dulu. Mari Said.

Secara tiba – tiba terdengar sumpah pisuh Datu Aling, sehingga membuat Mat Seman,Mat Said dan Saranti jadi kaget.

Datu Aling      : (OS) anak kurang ajar !

Sambang         : (buru – buru mendekati Mat Said dan Mat Seman)

Saranti            : Kak Sambang, ada apa ?

Sambang         : Orang tua itu, tidak bisa diajak bicara.
                          Lebih baik kita tinggalkan saja.

Mat Seman     : Bagaimana kalau kami yang bicara.

Sambang         : Tak ada gunanya. Mari kita tinggalkan.

Datu Aling      : (teriak) Kamu boleh pilih, ayahmu atau Antasari !

Sambang         : Ayah…

Lelaki Satu     : (segera mendekati Datu Aling) Ada apa Datu ?

Datu Aling      : Dia, Sambang yang aku ajari dari Alif Ba Ta, sekarang jadi orang sombong. Dia sekarang menantangku.

Lelaki Satu     : Berita menyedihkan telah terjadi Datu.

Datu Aling      : Berita Apa ?





Lelaki Satu     : Orang – orang Antasari telah menyerusup didaerah kita.
                          Mereka telah mempengaruhi anggota pasukan kita, agar menjadi anggota pasukan Antasari.

Datu Aling      : Antasari ? Pangeran yang terbuang itu,
                          masih ingin jadi raja ?

Sambang         : Ayah jangan mengada – ada. Paman Antasari, berjuang bukan bermaksud jadi raja. Beliau ingin kita bersatu memerangi orang kafir, Kompeni Belanda dan ingin mengembalikan Pangeran Hidayat sebagai pewaris syah tahta kerajaan Banjar.

Datu Aling      : Kamu anak bodoh Sambang.
                          Mana ada orang berjuang kalau bukan bertujuan seperti ayahmu ini. Ayahmu harus duduk diatas kerajaan, karena selama ini hidup saya dan seluruh anak – anak saya, selalu dilanda oleh kemiskinan. Nah, kalau kamu berpihak kepada Antasari, berarti kamu tantang ayahmu sendiri.
                          Idar (kepada lelaki satu)

Lelaki Satu     : Ya, Datu

Datu Aling      : Kumpulkan anggota pasukan.
                          Siapkan kuda dan persenjataan.

Lelaki Satu     : Maksud Datu ?

Datu Aling      : Sebelum pasukan Antasari merebut tahta kerajaan di
                          Martapura, kita harus mendahuluinya. Tahta itu harus jadi milik saya.

Sambang         : Ayah tidak boleh merusak persatuan perang Banjar.
                          Pangeran Antasari justeru ingin mengajak ayah secara serentak menyerang Belanda.

Datu Aling      : Lalu setelah kita menang, Antasari akan menduduki tahta bukan ?

Mat Seman     : Jangan keliru Datu

Datu Aling      : Siapa kamu ?

Lelaki Satu     : Kedua pemuda itu, puteranya Pangeran Antasari.
                          Mereka berdua teman akrabnya Sambang, mereka pulalah yang mengacaukan anggota pasukan kita.

Datu Aling      : Pantas !
                          Idar, cepat kau perintahkan anggota pasukan berkumpul disini.

Lelaki Satu     : Baik Datu. Tapi Datu tidak keberatan, kalau sebelum kita menyerang, dilaksanakan pernikahan saya dengan Saranti ?


Datu Aling      : Anak ingusan ! Pikiranmu cuma kawin. Kita sedang gawat tahu ?

Lelaki Satu     : Baik Datu. (pergi)

Mat Seman     : Datu. Sambang mendapat tugas dari ayah, untuk mengajak pasukan Datu bersatu dengan pasukan daerah lainnya.

Mat Said         : Perlawanan terhadap Kompeni Belanda terjadi dimana – mana, tapi selalu kalah. Karena apa ? karena kita tidak bersatu. Karena kita berjuang untuk kepentingan kita masing – masing.

Sambang         : Itu sebabnya saya ajak ayah bergabung dalam pasukan perang Banjar yang dipimpin oleh pamanda Pangeran Antasari.

Datu Aling      : Jangan bicara itu lagi Sambang ! saya tegaskan sekali lagi, saya tidak akan bergabung dengan Pangeran Antasari, Pangeran yang terbuang itu. Kamu dengar? sekarang tinggalkan saya.
                          dan jangan kau injak lagi rumah ini! pergi !

Sambang         : Baik, kalau itu yang ayah mau. Sekarang juga Sambang anakmu, pergi (terus menghilang)

Datu Aling      : Katakan kepada bangsawan hina itu, saya Datu Aling yang akan duduk ditahta kerajaan Banjar ! dan kalau dia ingin merebut tahta kerajaan, katakan terlebih dulu menghadapi Datu Aling ! Sambang !

Suara sumbang terdengar bergema, semacam suara dan ucapan pengulangan yang mengaku perasaan Datu Aling.

Sambang         : Ayah hanya berjuang untuk kepentingan diri ayah sendiri ! Ayah sesatkan orang banyak dari agamanya !
                          Ayah bodoh – bodohi rakyat untuk kepentingan ayah sendiri !
                          Ayah serakah ! Ayah kufur ! Ayah bermimpi !

Saranti            : (menyadarkan ayahnya dari godaan suara sumbang itu)
                          Ayah, lebih baik ayah istirahat.

Datu Aling      : Apa ? istirahat ? Saranti anakku. Kamu harus pergi ke Hulu Sungai. Temui kakakmu Undang dan Kusamin ditempat pamanmu. Tinggallah disana selama ayah berperang merebut tahta kerajaan di Martapura. Ayah berjuang semata untuk masa depan kalian. Kita sudah bosan dengan kemiskinan. Kalau ayah tidak merebut tahta kerajaan, akan selamanya kita dipasung kemelaratan.

Lelaki Satu     : (muncul tergopoh – gopoh) Datu……….

Datu Aling      : Ada apa ?


Lelaki Satu     : Semua laskar menolak perintah Datu. Tidak seorangpun mau berkumpul untuk melakukan penyerangan.

Datu Aling      : Apa ? Menolak ?

Lelaki Satu     : Sambang yang mempengaruhi mereka.
                          Semua orang berbalik kepada Antasari. Dan Antasari yang Datu benci itu, rupanya ada di daerah ini. Mereka lebih percaya pada Sambang dibanding kepada Datu.

Datu Aling      : Kurang ajar ! anak keparat ! (menghunus senjatanya)


Tiba – tiba perhatiannya terarah dikejauhan dan dilihatnya anaknya Sambang bersama empat orang lainnya kembali.


Datu Aling      : Akhirnya, kau akan mandi darah Sambang.

Saranti            : Ayah…

Datu Aling      : Saranti, masuklah kedalam.

Saranti            : Tapi… ayah,

Datu Aling      : Masuk ! (masuk penuh dengan kekawatiran)
                          (siap dengan perangnya)

P. Antasari      : (memandang dengan ramah)

Sambang         : Ayah, Beliau ini Pangeran Antasari yang pernah menlong saya keluar dari tahanan Belanda.

P. Antasari      : Assalamu’alaikum.

Datu Aling      : Tidak usah berbasa basi. Mau apa kalian ?

P. Antasari      : Kami datang dengan maksud baik.

Datu Aling      : Maksud baik katamu ?
                          Merebut anak saya dari tangan saya ?
                          Apa itu maksud baik ?!

P. Antasari      : Tidak ada yang merebut anak Datu.
                          Sampai sekarang Sambang masih anak Datu, Panglima Datu yang Datu banggakan.

Datu Aling      : Anak keparat ! Menikam orang tua dari belakang (menentang Sambang) cabut senjatamu, Sambang kau saya besarkan untuk menjadi laki – laki yang berguna. Tidak sebagai pengecut ! tapi apa yang kamu lakukan dibelakang saya, justeru membuat dirimu sebagai banci ! siapa yang mengajarimu Pangeran yang terbuang ini ?


Sambang         : Ayah tidak boleh membawa – bawa paman Antasari. Ini persoalan antara ayah dan saya, dan harus kita selesaikan oleh kita berdua.

Datu Aling      : Kalau begitu hunus senjatamu. Tunjukkan bahwa kau laki – laki ! lawanlah saya !

Sambang         : Maafkan saya ayah. Kalau saya melawan ayah, bukan karena saya benci pada ayah, bukan karena durhaka, tapi karena ayah yang memaksa saya. (siap melawan)

P. Antasari      : Sambang ! Tahan ! Jangan kamu melawan orang tuamu !

Saranti            : (dari dalam) Kak Sambang

Datu Aling      : Sambang rupanya engkau sudah ditakdirkan, mati terbunuh oleh ayahmu sendiri.

P. Antasari      : Datu. Sebaiknya keperkasaan Datu jangan dilampiaskan kepada anak kandung sendiri. Datu akan malu. Bagaimana bisa kita temukan persatuan, kalau antara Datu dengan anak tidak bisa rukun.

Datu Aling      : Jangan berhotbah disini. Saya akan beri pelajaran kepada orang yang tidak mau patuh pada saya. Sambang, kau akan bersimbah darah, anak sombong.
                          Ayoh, lawan saya !

P. Antasari      : (maju dan menarik Sambang kebelakang)
                          Datu, sebelum Datu terlanjur membunuh anak Datu sendiri, berpikirlah sekali lagi. Kalau soal kepatuhan anggota pasukan Datu yang Datu ragukan. Saya bisa buktikan bahwa mereka tetap patuh dan setia pada Datu. Said, hadapkan salah satu dari pimpinan laskar Muning kemari.

Mat Said         : Baik ayah. (Said memberi isyarat orang yang dikejauhan)

Lelaki Dua      : (segera menghadap dan berada didekat P. Antasari)

P. Antasari      : Kamu salah seorang pimpinan Laskar Muning pimpinan Datu Aling yang mengaku dirinya sebagai Panambahan. Apa benar memboikot Datu ?

Lelaki Dua      : Kami akan lakukan pemboikotan, bila Datu tidak mau bergabung dengan pasukan Perang Banjar, yang tuanku  Pangeran pimpin.

P. Antasari      : Artinya bila Datu bersedia bahu membahu dan
                          mau bergabung untuk berperang,
                          kamu dan orang – orang yang kamu pimpin, masih tetap mengakui Datu sebagai pimpinan ?

Lelaki Dua      : Kami akan selalu mematuhi perintah Datu.

Sambang         : Dan saya akan selamanya menaruh hormat pada ayah.

T. Jalil             : Kalau datu siap bergabung, saya segera pulang ke Amuntai dan mengerahkan anggota pejuang Benua Lima untuk bersama – sama menyerang Benteng Pengaron.

Datu Aling      : Pengaron ?

P. Antasari      : Disitulah benteng terkuat Belanda yang harus kita gempur. Disitu pula tambang batu bara Wehelmina.

Sambang         : (mendekati ayahnya yang termenung dengan pandangan jauh kedepan) Ayah…….,

Saranti            : (mendekati ayahnya) Ayah. Kita harus bersatu, ayah.

Sambang         : Ayah. Sambang tetap anak ayah.

Datu Aling      : (dengan penuh haru) Sambang anakku.

P. Antasari      : (dengan suara mendesah) Haram Manyarah.

Semuanya       : Haram Manyarah, Waja Sampai Kaputing.





Ketik ulang :
                          A. Shobirin. M
                          Banjarmasin, 04 April 2005
 
******************** SELESAI ********************




                                                                                                          Produksi, 01 April 2005
Kelompok Studi Seni
Sanggar Budaya Banjarmasin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar