Pragmen
PANGERAN ANTASARI
Sumber : Drs. Helius Syamsuddin M.A
Karya : H. Adjim Arijadi
Narasi : Sejarah telah membuktikan ratusan tahun
dalam pengalaman, perjuangan selalu diakhiri dengan perpecahan. Dan kita tak
pernah menang. Perpecahan dan penghianatan, adalah faktor yang melumpuhkan
perjuangan itu. Karena itu, tidak ada perjuangan yang lebih berarti dari pada
perjuangan atas nama rakyat dan untuk rakyat. Kata kunci semua itu adalah
persatuan. Kita membutuhkan persatuan bukan untuk golongan. Sekali lagi,
persatuan…!!
Narator sekaligus P. Antasari yang muncul
diantara silang – silang api obor yang menimpa sorak sorai dan gemerincing
pedang dan peraduan senjata dalam Perang Abad 19 DI BUMI BORNEO (Kalimantan).
Fade in.
1.
Didalam
kamar tahanan Tangsi Kompeni Belanda. Seorang tahanan bersama Sambang di hadapan
Letnan Pieter dan Sipir.
Letnan Pieter :
Besok pagi kamu orang, akan digantung tahu itu, hah….
Sambang :
Saya sudah tahu.
Letnan Pieter :
Kamu orang betul – betul angkuh dan keras kepala. Kalau kamu orang mau kasih
tau siapa pemimpinmu dan apa rencana dia orang, saya bisa bantu kasih bebas
kamu orang.
Sambang :
Saya tidak punya pemimpin.
Letnan Pieter :
Inlander busuk !
Sambang :
Percuma tuan memaksa saya.
Dan saya tidak akan menghianati perjuangan Bangsa
saya.
Letnan Pieter :
Kamu orang ingi cepat digantung ?
Sambang :
Gantunglah saya !
Letnan Pieter :
Well, well… ini malam kamu orang bisa banyak berdoa, sebab besok pagi kamu
orang sudah jadi mayat. Jaga, dia orang dengan baik.
Sipir :
Siap, Letnan.
Letnan Pieter meninggalkan kamar tahanan
dengan sinis, sementara Sipir menutup pintu dan akan menguncinya. Tapi dengan
tiba – tiba Mat Seman dan Mat Said membekuk dan membungkamnya. Sipir kejang dan
tergeletak serta diseret Mat Said keluar, sementara Mat Seman masuk kamar
tahanan dan mengajak Sambang meloloskan diri.
Mat Seman :
Cepat keluar dari sini !
Sambang :
Siapa saudara ?!
Mat Seman :
Jangan banyak tanya. Kita harus cepat keluar dari sini.
Mat Said muncul, lalu bersama – sama menghilang.
Fade Out.
Fade In
- Disebuah ruangan pada sebuah rumah. P. Antasari sehabis sholat. Muncul Mat Seman dan Mat Said bersama Sambang.
Mat Seman : Assalamu’alaikum.
P. Antasari : Waalaikumssalam Wr. Wb.
Mat Seman, Said, bawa dia masuk. Silahkan duduk.
Mat Seman dan Mat Said duduk mengapit
Sambang.
P. Antasari :
Kamu yang bernama Sambang ?
Sambang :
Paman mengenal saya ?
dan
kenapa paman menolong saya ?
P. Antasari :
Karena engkau memusuhi Kompeni Belanda.
Karena engkau puteranya Datu Aling.
Sambang :
Dan paman siapa ?
Mat Seman :
Beliau ayah kami.
P. Antasari :
Saya, Antasari.
Sambang :
(sungguh terkejut dan dengan terbata – bata bertanya)
Jadi…………..
paman……………
P. Antasari :
Tidak salah lagi. Saya memang Antasari.
Dan
yang menolongmu adalah putra say, Mat Said dan
Mat
Seman.
Sambang :
Maafkan saya…
Saya
harus bersikap bagaimana terhadap tuanku Pangeran.
P. Antasari :
Jangan panggil saya Pangeran. Saya selalu berada ditengah kehidupan rakyat.
Saya sama saja dengan kalian ditengah perjuangan ini. Pagil saja saya Paman.
T. Jalil :
(muncul dengan memberikan salam) Assalamu’alaikum.
P. Antasari :
(menerima jabat tangan Jalil. Jalil mencium tangan
P.
Antasari, tapi di tarik oleh P. Antasari)
Ini adalah Temenggung Jalil, pimpinan
perlawanan di Benua Lima.
Sambang :
Saya sering mendengar kehebatan tuan.
Saya
tidak menyangka sedang berhadapan dengan orang yang saya kagumi.
T. Jalil :
Jangan memuji saya terlalu tinggi, anak muda. Saudara tak kalah hebatnya di banding
saya. sendirian mendatangi markas Kompeni. Bukankah itu keberanian yang luar
biasa?
Sambang :
Itulah kebodohan saya. tidak memperhitungkan tindakan yang saya lakukan. Itu
sama dengan bunuh diri.
P. Antasari :
Itu keberanian namanya.
Tidak
sia – sia Datu Aling memiliki seorang putra seperti kamu.
Sambang :
Saya jadi malu. Saya akan cerita pada ayah, atas kebaikan paman.
P. Antasari :
Saya tahu,
Ayahmu
adalah seorang Datu yang disegani penduduk. Pengikutnya cukup banyak. Cuma
sayang, gerakan dan perlawanan yang dilakukan ayahmu untuk melawan Kompeni
Belanda, belum menyatu dengan gerakan daerah lainnya.
Sambang :
Maksud paman ?
P. Antasari :
Perlawanan terhadap Kompeni Belanda hampir merata di seluruh daerah. Temenggung
Surapati di Barito, Kapuas dan Kahayan. Demang
Lehman di Martapura, Riam Kiwa dan Riam Kanan. Haji Buyasin di Tanah Laut.
Temenggung Antaludin di Hulu Sungai. Ananda Jalil sendiri di Amuntai. Pemimpin
– pemimpin perang itu sudah bersatu dalam ikatan pasukan perang Banjar. Tinggal
ayahmu Datu Aling.
Sambang :
Kalau boleh saya bertanya untuk siapa sesungguhnya,
Perjuangan
yang paman maksudkan ?
P. Antasari :
Untuk rakyat. Tidak ada perjuangan yang lebih berarti dari pada perjuangan atas
nama rakyat dan untuk rakyat.
Itulah
sebabnya saya menolong membebaskan kamu.
Karena
kamu adalah Panglima kepercayaan dan anak kesayangan Datu Aling.
Sambang :
Saya yakin, ayah akan segera bergabung dengan ajakan paman.
P. Antasari :
Ternyata banyak sekali yang tidak kamu ketahui selama kamu meninggalkan Muning.
Sambang :
Ada apa dengan
ayah saya paman ?.......
Ada apa, paman ?
Mat Seman :
Datu Aling ayahmu, bukan lagi Datu Aling yang dulu.
Fade Out.
Fade In.
- Dihalaman terbuka, orang siap menantikan fatwa Datu Aling. Sebelumnya terdengar sorak sorai mengelukan Datu Aling.
Orang-orang :
Hidup Datu Aling. Hidup Datu Aling. Hiduuup !
Datu Aling :
Hidup Datu Aling, hidup pula perjuangan kita !
Orang-orang :
Hidup Datu Aling……. Hidup !
Datu Aling :
Janganlah di sebut saya Datu Aling, kalau tidak mampu merbut kekuasaan yang ada
di Martapura !
Negeri
ini sudah terjual oleh penguasa kepada Kompeni. Kita harus rebut Negeri ini !
dan saya akan segera mengambil alih kekuasaan. Saya akan jadi raja kalian.
Orang-orang :
Hidup Datu Aling……… Hidup Raja kita !..........
Datu Aling :
Di nadi saya, menitis rokh Lambung Mangkurat. Ke dalam diri putera – puteri
saya, rokh Lambung Mangkurat itupun telah menitis pula. Nah, kalau diri saya
adalah seorang Panambahan, maka putera saya yang bernama Sambang saya beri
gelar Sultan Kuning. Sambang putera saya memang seorang sakti. Dia seorang diri
sangat berani memasuki daerah kerajaan Banjar di Martapura. Saya yakin berapa
orang saja serdadu Belanda yang dibunuhnya.
Lelaki Satu :
Hidup Sultan Kuning.
Orang-orang :
Hidup…!!!
Lelaki Satu :
Hidup Datu Aling.
Orang-orang :
Hidup…!!!
Saranti dengan kecantikan dan kegagahannya,
muncul dari depan.
Datu Aling :
Ini dia, satu – satunya puteri saya. Saranti !
dan
puteri saya Saranti,
saya
beri gelar Puteri Junjung Buih!
Lelaki Satu :
Hidup Junjung Buih !
Hidup
Sultan Kuning !
Hidup
Panambahan !
Orang-orang : Menyambutnya
dengan gegap gempita.
Datu Aling :
Saya adalah Nabi, Tuhan telah mengutus saya ke atas bumi ini, untuk mengambil
alih kekuasaan dan sekaligus mengusir Kompeni Belanda dari Bumi Banjar ini.
Lelaki Dua :
Terkutuklah orang – orang yang berani
membangkang
perintah dan fatwa – fatwa utusan Tuhan.
Hidup
Nabi Datu Aling !
Orang-orang :
Hidup ! (berzikir sampai Trans)
Lelaki Tiga :
(muncul mendatangi lelaki satu lalu membisikinya. Lelaki satu langsung
menyampaikan kepada Datu Aling)
Datu Aling :
(geram dan membubarkan orang-orang)
Baik.
Baik. Saya Datu Aling akan menghadapinya.
Kepada
semua agar pulang kerumah masing – masing. Bubar ! semuanya bubar !
Orang-orang :
(membubarkan diri, sementara Datu Aling jadi beringas dan ikut menghilang. Ditempat ini tinggal
lelaki satu dan Saranti)
Lelaki Satu :
Saranti….. Hari ini harus ada kepastian. Aku sebagai orang kepercayaan ayahmu,
ingin di ikat dalam bentuk perkawinan antara kita berdua.
Saranti :
(seperti tidak peduli dan perhatiannya terarah pada Sambang dan rombongan yang
datang. Saranti begitu rindu pada kakaknya yang datang)
Kak
Sambang.
Sambang :
Saranti adikku
(pagutan
kemesraan ini, telah disaksikan oleh lelaki satu, juga oleh Mat Said dan Mat
Seman)
O..
ya, adikku Saranti. Kak lupa. Inilah orang – orang yang berjasa dalam
menyelamatkan jiwaku. Gusti Mat Said dan Gusti Mat Seman. Keduanya adalah
putera P. Antasari.
Saranti,
ayah ada dirumah ?
Saranti :
Ayah sedang marah. Entah apa sebabnya. Sebaiknya jangan kakak temui dulu.
Sambang :
Kakak harus menemui ayah. Kanda Mat Said. Mat Seman, mampir dulu.
Mat Said :
Terima Kasih.
Mat Seman :
Kami langsung ke Tanah Laut menemui Haji Buyasin.
Pesan
ayah harus segera disampaikan.
Sambang :
Kalau begitu selamat jalan (masuk)
Lelaki Satu :
(melihat Saranti terpesona melihat Mat Said, lalu mendekati Saranti dan meminta
Saranti menjauh)
Saranti,
lebih baik kau layani kakakmu Sambang.
………
Saranti, ayo masuk kerumah.
Saranti :
(tak menghiraukannya malah perhatiannya tercurah kepada Mat Said yang penuh
pesona)
Kakak
tidak mampir dulu ?
Mat Said :
Masih banyak tugas perjuangan yang harus diselesaikan.
Saranti :
Atau bermalam dirumahku ?
Lelaki Satu :
Saranti…….. (jadi marah dan menyuruh Saranti menjauh)
Sikapmu
memalukan. Ayo masuk kerumah !
Saranti :
(menolak paksaan itu, sehingga terjadi pertengkaran kecil)
Jangan
paksa aku. Kamu bukan apa – apaku. Bukan sanak keluargaku. Jadi jangan kau atur
aku.
Lelaki Satu :
(tersinggung, tapi tak bisa berbuat apa – apa)
Saranti :
Tinggalkan aku !
Lelaki Satu :
(dengan rasa malu, pergi)
Mat Seman :
Sebaiknya kami pergi dulu. Mari Said.
Secara tiba – tiba terdengar sumpah pisuh
Datu Aling, sehingga membuat Mat Seman,Mat Said dan Saranti jadi kaget.
Datu Aling :
(OS) anak kurang ajar !
Sambang :
(buru – buru mendekati Mat Said dan Mat Seman)
Saranti :
Kak Sambang, ada apa ?
Sambang :
Orang tua itu, tidak bisa diajak bicara.
Lebih
baik kita tinggalkan saja.
Mat Seman :
Bagaimana kalau kami yang bicara.
Sambang :
Tak ada gunanya. Mari kita tinggalkan.
Datu Aling :
(teriak) Kamu boleh pilih, ayahmu atau Antasari !
Sambang :
Ayah…
Lelaki Satu :
(segera mendekati Datu Aling) Ada
apa Datu ?
Datu Aling :
Dia, Sambang yang aku ajari dari Alif Ba Ta, sekarang jadi orang sombong. Dia
sekarang menantangku.
Lelaki Satu :
Berita menyedihkan telah terjadi Datu.
Datu Aling :
Berita Apa ?
Lelaki Satu :
Orang – orang Antasari telah menyerusup didaerah kita.
Mereka
telah mempengaruhi anggota pasukan kita, agar menjadi anggota pasukan Antasari.
Datu Aling :
Antasari ? Pangeran yang terbuang itu,
masih
ingin jadi raja ?
Sambang :
Ayah jangan mengada – ada. Paman Antasari, berjuang bukan bermaksud jadi raja.
Beliau ingin kita bersatu memerangi orang kafir, Kompeni Belanda dan ingin
mengembalikan Pangeran Hidayat sebagai pewaris syah tahta kerajaan Banjar.
Datu Aling :
Kamu anak bodoh Sambang.
Mana
ada orang berjuang kalau bukan bertujuan seperti ayahmu ini. Ayahmu harus duduk
diatas kerajaan, karena selama ini hidup saya dan seluruh anak – anak saya,
selalu dilanda oleh kemiskinan. Nah, kalau kamu berpihak kepada Antasari,
berarti kamu tantang ayahmu sendiri.
Idar
(kepada lelaki satu)
Lelaki Satu :
Ya, Datu
Datu Aling :
Kumpulkan anggota pasukan.
Siapkan
kuda dan persenjataan.
Lelaki Satu :
Maksud Datu ?
Datu Aling :
Sebelum pasukan Antasari merebut tahta kerajaan di
Martapura,
kita harus mendahuluinya. Tahta itu harus jadi milik saya.
Sambang :
Ayah tidak boleh merusak persatuan perang Banjar.
Pangeran
Antasari justeru ingin mengajak ayah secara serentak menyerang Belanda.
Datu Aling :
Lalu setelah kita menang, Antasari akan menduduki tahta bukan ?
Mat Seman :
Jangan keliru Datu
Datu Aling :
Siapa kamu ?
Lelaki Satu :
Kedua pemuda itu, puteranya Pangeran Antasari.
Mereka
berdua teman akrabnya Sambang, mereka pulalah yang mengacaukan anggota pasukan
kita.
Datu Aling :
Pantas !
Idar,
cepat kau perintahkan anggota pasukan berkumpul disini.
Lelaki Satu :
Baik Datu. Tapi Datu tidak keberatan, kalau sebelum kita menyerang,
dilaksanakan pernikahan saya dengan Saranti ?
Datu Aling :
Anak ingusan ! Pikiranmu cuma kawin. Kita sedang gawat tahu ?
Lelaki Satu :
Baik Datu. (pergi)
Mat Seman :
Datu. Sambang mendapat tugas dari ayah, untuk mengajak pasukan Datu bersatu
dengan pasukan daerah lainnya.
Mat Said :
Perlawanan terhadap Kompeni Belanda terjadi dimana – mana, tapi selalu kalah.
Karena apa ? karena kita tidak bersatu. Karena kita berjuang untuk kepentingan
kita masing – masing.
Sambang :
Itu sebabnya saya ajak ayah bergabung dalam pasukan perang Banjar yang dipimpin
oleh pamanda Pangeran Antasari.
Datu Aling :
Jangan bicara itu lagi Sambang ! saya tegaskan sekali lagi, saya tidak akan
bergabung dengan Pangeran Antasari, Pangeran yang terbuang itu. Kamu dengar?
sekarang tinggalkan saya.
dan
jangan kau injak lagi rumah ini! pergi !
Sambang :
Baik, kalau itu yang ayah mau. Sekarang juga Sambang anakmu, pergi (terus menghilang)
Datu Aling :
Katakan kepada bangsawan hina itu, saya Datu Aling yang akan duduk ditahta
kerajaan Banjar ! dan kalau dia ingin merebut tahta kerajaan, katakan terlebih
dulu menghadapi Datu Aling ! Sambang !
Suara sumbang terdengar bergema, semacam
suara dan ucapan pengulangan yang mengaku perasaan Datu Aling.
Sambang :
Ayah hanya berjuang untuk kepentingan diri ayah sendiri ! Ayah sesatkan orang
banyak dari agamanya !
Ayah
bodoh – bodohi rakyat untuk kepentingan ayah sendiri !
Ayah
serakah ! Ayah kufur ! Ayah bermimpi !
Saranti :
(menyadarkan ayahnya dari godaan suara sumbang itu)
Ayah,
lebih baik ayah istirahat.
Datu Aling :
Apa ? istirahat ? Saranti anakku. Kamu harus pergi ke Hulu Sungai. Temui
kakakmu Undang dan Kusamin ditempat pamanmu. Tinggallah disana selama ayah
berperang merebut tahta kerajaan di Martapura. Ayah berjuang semata untuk masa
depan kalian. Kita sudah bosan dengan kemiskinan. Kalau ayah tidak merebut
tahta kerajaan, akan selamanya kita dipasung kemelaratan.
Lelaki Satu :
(muncul tergopoh – gopoh) Datu……….
Datu Aling :
Ada apa ?
Lelaki Satu :
Semua laskar menolak perintah Datu. Tidak seorangpun mau berkumpul untuk
melakukan penyerangan.
Datu Aling :
Apa ? Menolak ?
Lelaki Satu :
Sambang yang mempengaruhi mereka.
Semua
orang berbalik kepada Antasari. Dan Antasari yang Datu benci itu, rupanya ada
di daerah ini. Mereka lebih percaya pada Sambang dibanding kepada Datu.
Datu Aling :
Kurang ajar ! anak keparat ! (menghunus senjatanya)
Tiba – tiba perhatiannya terarah dikejauhan
dan dilihatnya anaknya Sambang bersama empat orang lainnya kembali.
Datu Aling :
Akhirnya, kau akan mandi darah Sambang.
Saranti :
Ayah…
Datu Aling :
Saranti, masuklah kedalam.
Saranti :
Tapi… ayah,
Datu Aling :
Masuk ! (masuk penuh dengan kekawatiran)
(siap
dengan perangnya)
P. Antasari :
(memandang dengan ramah)
Sambang :
Ayah, Beliau ini Pangeran Antasari yang pernah menlong saya keluar dari tahanan
Belanda.
P. Antasari :
Assalamu’alaikum.
Datu Aling :
Tidak usah berbasa basi. Mau apa kalian ?
P. Antasari :
Kami datang dengan maksud baik.
Datu Aling :
Maksud baik katamu ?
Merebut
anak saya dari tangan saya ?
Apa
itu maksud baik ?!
P. Antasari :
Tidak ada yang merebut anak Datu.
Sampai
sekarang Sambang masih anak Datu, Panglima Datu yang Datu banggakan.
Datu Aling :
Anak keparat ! Menikam orang tua dari belakang (menentang Sambang) cabut
senjatamu, Sambang kau saya besarkan untuk menjadi laki – laki yang berguna.
Tidak sebagai pengecut ! tapi apa yang kamu lakukan dibelakang saya, justeru
membuat dirimu sebagai banci ! siapa yang mengajarimu Pangeran yang terbuang
ini ?
Sambang :
Ayah tidak boleh membawa – bawa paman Antasari. Ini persoalan antara ayah dan
saya, dan harus kita selesaikan oleh kita berdua.
Datu Aling :
Kalau begitu hunus senjatamu. Tunjukkan bahwa kau laki – laki ! lawanlah saya !
Sambang :
Maafkan saya ayah. Kalau saya melawan ayah, bukan karena saya benci pada ayah,
bukan karena durhaka, tapi karena ayah yang memaksa saya. (siap melawan)
P. Antasari :
Sambang ! Tahan ! Jangan kamu melawan orang tuamu !
Saranti :
(dari dalam) Kak Sambang
Datu Aling :
Sambang rupanya engkau sudah ditakdirkan, mati terbunuh oleh ayahmu sendiri.
P. Antasari :
Datu. Sebaiknya keperkasaan Datu jangan dilampiaskan kepada anak kandung
sendiri. Datu akan malu. Bagaimana bisa kita temukan persatuan, kalau antara
Datu dengan anak tidak bisa rukun.
Datu Aling :
Jangan berhotbah disini. Saya akan beri pelajaran kepada orang yang tidak mau
patuh pada saya. Sambang, kau akan bersimbah darah, anak sombong.
Ayoh,
lawan saya !
P. Antasari :
(maju dan menarik Sambang kebelakang)
Datu,
sebelum Datu terlanjur membunuh anak Datu sendiri, berpikirlah sekali lagi.
Kalau soal kepatuhan anggota pasukan Datu yang Datu ragukan. Saya bisa buktikan
bahwa mereka tetap patuh dan setia pada Datu. Said, hadapkan salah satu dari
pimpinan laskar Muning kemari.
Mat Said :
Baik ayah. (Said memberi isyarat orang yang dikejauhan)
Lelaki Dua :
(segera menghadap dan berada didekat P. Antasari)
P. Antasari :
Kamu salah seorang pimpinan Laskar Muning pimpinan Datu Aling yang mengaku
dirinya sebagai Panambahan. Apa benar memboikot Datu ?
Lelaki Dua :
Kami akan lakukan pemboikotan, bila Datu tidak mau bergabung dengan pasukan
Perang Banjar, yang tuanku Pangeran
pimpin.
P. Antasari :
Artinya bila Datu bersedia bahu membahu dan
mau
bergabung untuk berperang,
kamu
dan orang – orang yang kamu pimpin, masih tetap mengakui Datu sebagai pimpinan
?
Lelaki Dua :
Kami akan selalu mematuhi perintah Datu.
Sambang :
Dan saya akan selamanya menaruh hormat pada ayah.
T. Jalil :
Kalau datu siap bergabung, saya segera pulang ke Amuntai dan mengerahkan
anggota pejuang Benua Lima untuk bersama – sama menyerang Benteng Pengaron.
Datu Aling :
Pengaron ?
P. Antasari :
Disitulah benteng terkuat Belanda yang harus kita gempur. Disitu pula tambang
batu bara Wehelmina.
Sambang :
(mendekati ayahnya yang termenung dengan pandangan jauh kedepan) Ayah…….,
Saranti :
(mendekati ayahnya) Ayah. Kita harus bersatu, ayah.
Sambang :
Ayah. Sambang tetap anak ayah.
Datu Aling :
(dengan penuh haru) Sambang anakku.
P. Antasari :
(dengan suara mendesah) Haram Manyarah.
Semuanya :
Haram Manyarah, Waja Sampai Kaputing.
|
Produksi,
01 April 2005
Kelompok Studi Seni
Sanggar Budaya Banjarmasin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar