KERETA KENCANA
( Les
Chaises )
Karya : Eugene Ionesco
Terjemahan
: W.S. Rendra
Pusat
Pengembangan dan Penataran Guru Kesenian Yogyakarta
2004
( WAKTU LAYAR DIBUKA PANGGUNG GELAP DAN SUNYI,
KEMUDIAN TERDENGAR SUARA)
………………… Wahai,
Wahai……………….. Dengarlah engkau dua orang tua yang selalu bergandengan, dan
bercinta, sementara siang dan malam berkejaran dua abad lamanya.
Wahai, wahai
dengarlah !
Aku memanggilmu.
Datanglah berdua bagai dua ekor burung dara. Akan kukirimkan kereta kencana
untuk menyambut engkau berdua. Bila bulan telah luput dari mata angin, musim
gugur menampari pepohonan dan daun-daun yang rebah berpusingan.
Wahai, wahai !
Di tengah malam
di hari ini akan kukirimkan kereta kencanaa untuk menyambut engkau berdua.
Kereta kencana, 10 kuda 1 warna.
( EMPAT
KETUKAN, SETELAH ITU NENEK MASUK DENGAN LILIN MENYALA. DUHAI GUGUPNYA)
NENEK : Henry, engkaukah itu ?
Henry…..
ah…. dari mana engkau sayang ?
( NENEK BERJALAN DENGAN LILIN MENYALA, IA DUDUK DI
KURSI BAGUS TANPA SANDARAN, DAN MEMBISU )
NENEK : (MELETAKKAN
LILIN KE MEJA ) Henry, dari mana engkau ? Kenapa diam saja ? saya mencarimu, ada apa dengan engkau ?
Ayolah jangan diam saja ? Henry apakah kau tadi yang bersuara keras ?
KAKEK : (
MENGGELENGKAN KEPALA BAGAI TERMENUNG )
NENEK : Sakitkah
engkau ? Ayolah jangan diam saja. Nyalakan lampu listriknya. Di kamar ini dan
di kamar tidur kita saja yang ada lampu listriknya, dikamar lain sudah rusak
semuanya. Oh Tuhan……. Alangkah bobroknya rumah kita ini. Baiklah. Ayolah
nyalakan lampu listriknya Henry.
(KAKEK TETAP MEMBATU, NENEK LALU PERGI MENYALAKAN
LAMPU. LAMPU MENYALA HIJAU, NENEK TERKEJUT )
NENEK : Kenapa
sayang, kenapa? (MENGAMBIL LILIN KAKEK, MENARUHNYA KE SEBELAH LILIN NENEK,
LALU MEMADAMKAN KEDUA LILIN TADI) Apakah kau sakit ? Oh, jangan
membingungkan saya, apa kau tadi berteriak keras ?
KAKEK : (
MENGGELENGKAN KEPALA )
NENEK : Saya
mendengarkan suara.
KAKEK : Saya
juga.
NENEK : Kau
juga ? Suara apa ?
KAKEK : Suara
yang dulu lagi. Aku mendengar suara yang dulu lagi.
NENEK : Aku
juga mendengarnya.
KAKEK : Suara
yang berulang kali datang.
NENEK : Ya
! Suara yang dulu.
KAKEK : Angin
bertiup keras.
NENEK : Ya
!
KAKEK : Lalu
ketukan pintu.
NENEK : Ya
!
KAKEK : Tapi
kali ini ada tambahannya.
NENEK : ?????
KAKEK : Suara
orang berkata. ( DIAM SEJENAK)
NENEK : Jadi
kau juga mendengarnya ? Cobalah kau katakan bagaimana mendengar kata itu.
KAKEK : Kita
berdua mendapat panggilan.
NENEK : Jadi
kau pikir panggilan itu untuk kita
berdua ?
KAKEK :
Dau orang tua yang dua abad usianya, siap lagi kalau bukan kita ? Baru dua hari
yang lalu aku merayakan ulang tahun yang ke 200.
NENEK : Coba
menurut kau bagaimana kau mendengar suara itu ?
KAKEK : Tengah
malam nanti, apabila angin mendayu dan bulan luput dari mata. Akan datang sebuah
kereta kencana untuk menyambut kita berdua. Waktu itu aku sedang mencari-cari
buku harianku di kamar perpustakaan, lalu kudengar suara itu isinya kurang
lebih begitu, tapi aku tak tahu bagaimana persisnya.
NENEK : Aku
tahu, aku juga mendengarnya. Engkau dua orang tua yang selalu bergandengan
tangan dan bercinta, sementara siang dan malam berkejaran dua abad lamanya.
Wahai…wahai…. Dengarlah
aku memanggilmu, datanglah berdua bagai dua ekor burung dara. Akan kukirimkan
kereta kencana untuk menjemput kau berdua. Bila bulan telah luput dari mata
angin. Musim gugur menampari pepohonan dan daun-daunan yang berpusing.
Wahai….wahai….. di
tengah malam di hari ini akan kukirimkan kereta kencana. Kereta kencana 10 kuda
1 warna.
KAKEK : Jadi
kau dengar suaranya ? Sementara mendengar itu semua.
NENEK : Jantungku
berkeridutan, penyakit yang lama kembali lagi.
KAKEK : Aku
juga, penyakitku kembali lagi, tubuhku berkeringat dan nafasku sesak.
NENEK : Tahukah
kau artinya semua ini ?
KAKEK : Ya
! Malam ini kita akan mati bersama.
(HENING,
KAKEK MELANGKAH KE JENDELA DAN MEMBUKANYA)
NENEK : Kenapa
kau buka jendela itu ? Hawa di luar sangat dingin.
KAKEK : Malam
musim gugur.
NENEK : Kau
nanti masuk angin.
KAKEK : Bintang
bertebaran dan bulan nampak pucat, sebentar lagi akan datang angin-angin itu
menbawa mendung, dan mendung itu akan membawa bulan luput dari pandang mata.
NENEK : Tutuplah
jendela itu.
( KAKEK
MENUTUP JENDELA, MENUJU KURSI PIANO, LALU DUDUK )
KAKEK : Aku
merasa kosong.
NENEK : Angin
buruk gampang membuatmu sakit, sayang.
KAKEK : Kita
terlalu hidup, dan terlalu lama memeras tenaga untuk mengisi umur kita yang
panjang ini. Berapa kali sajakah kita mengharap mati ? Tiap datang ketukan
pintu, kita berpikir, inikah saatnya ? Tapi kita selalu salah duga.
NENEK : Tapi
kali ini kita tidak akan salah duga.
KAKEK : Pasti,
pasti tidak akan salah lagi. Setelah akan datang sungguh saat ini, beginilah
rasanya.
NENEK : Apakah
kau takut ?
KAKEK : Tak
tahu, dan kau ?
NENEK : Tak
tahu. Tapi sedihkah kau ?
KAKEK : Tidak.
Sedihkah kau ?
NENEK : Saya
kira tidak, aku tak tahu.
KAKEK : Tak
tahu, itulah jawaban yang paling tepat. Kita balon yang berisi hawa. Tak takut,
tak sedih, Cuma hawa yang hampa.
NENEK : Sebentar
lagi takkan hampa-hampa juga. Kita sekali bisa mengisi hidup ini.
KAKEK : Aku
merasa jemu dan lesu.
NENEK : Apa
artinya kebudayaan kalau manusia tidak bisa menghibur dirinya.
KAKEK : Aku
mau membuka jendela.
NENEK : Jangan,
jangan sayang. Apakah kau akan bertingkah nakal lagi Henry ? Ah, kau terlalu
banyak aku manjakan manis.
KAKEK : Aku
tidak bertingkah, aku tidak berbuat apa-apa, hidupku sudah kosong.
NENEK : Jiwa
dan akal lebih luas dari kejemuan. Kebudayaan kita harus menag dari kejemuan.
Senyumlah sayang, senyum disaat seperti ini adalah kebudayaan.
KAKEK : Aku
tidak mau tersenyum.
NENEK : Menyanyi
?
KAKEK : Tidak
!
NENEK : Baiklah
engkau seorang badut. (LAKUNYA SEPERTI BERKATA KEPADA ANAK KECIL)
KAKEK : Aku
senang jadi badut. Ingatkah kau ketika aku masih mahasiswa? Aku pernah jadi
juara lomba lawak.
NENEK : Tentu
saja, engkau badut yang manis.
KAKEK : Manisku,
aku sekarang badut.
NENEK : Badut
yang pintar, bukan ?
KAKEK : Badut
yang manja.
NENEK : Boleh,
sekarang badut yang manja ingin apa ?
KAKEK : Saya
ingin kau jadi layang-layang.
NENEK : Ini
layang-layang (MENGEMBANGKAN TANGANNYA)
KAKEK : Uluuuuuur,
tariiiiiiiiiiiiik, uluuuuuuuuuuur,
tarik………….. uluuuuuuur-uluuuuuuuur…………. Ah putus.
(NENEK
JATUH KE LANTAI, KAKEK TERTAWA SENANG )
NENEK : (
TERENGAH-ENGAH ) Wah, badutnya nakal. (TAPI NAMPAK NENEK SANGAT SENANG )
KAKEK : Hihihihihihihihihihi,
lihatlah aku sendiri ketawa, kaulah badut dunia penghibur orang lain dan aku
sendiri.
NENEK : (BERDIRI)
Engkau tertawa dan mukamu segar seperti
buah apel. Engkau mengalahkan kesempitan dan kekosonganmu, hiburan bukanlah
pesta yang mahal. Hiburan sejati adalah kebijaksanaan (BERTEPUK TANGAN)
Badutku, hore………. Hore……. (KAKEK MEMBUNGKUK HORMAT) Badut adalah raja
kebudayaan (APPLAUSE DARI NENEK)
NENEK :
Aku lelah sayang, maukah kau berbuat sesuatu untukku ?
KAKEK : Aku
selalu bersedia sayang, Abunawas selalu bersedia.
NENEK : Tidak,
engkau tidak lagi menjadi badut. Sekarang ganti jadilah Haodini main sulapan
untuk saya.
KAKEK : Aku
tidak mau. Tanganku yang tua tidak tangkas lagi main sulapan.
NENEK : Kalau
begitu jadilah pagi hari.
KAKEK : Pagi
hari manisku ?
NENEK : Ya
! Pagi hari.
KAKEK : Baiklah
ini pagi hari. (MENGGAMBARKAN PAGI HARI DENGAN GERAK TANGAN) Pagi hari
manisku.
NENEK : Terima
kasih, hebat sekali, engkau sangat pandai, engkau mestinya jadi jendral, kalau
engkau punya kemauan mestinya kau sudah jadi jendral sekarang.
KAKEK : Aku
bukanlah jendral, aku hanya seorang profesor yang dilupakan.
NENEK : Tapi
dulu kau pernah bergerilya, berjuang untuk Perancis. Engkaulah adalah pahlawan
Perancis, putra Jeanne d’arc. Pahlawanku, apakah kau mencintai aku ?
KAKEK : Aku
mencintaimu dengan semangat musim semi yang abadi.
NENEK : Cantikkah
aku pahlawanku.
KAKEK : Engkau
gilang-gemilang bagai putri Zeba !
NENEK : Darahku
berdeburan, pahlawanku. Dengan hormat berbuat sesuatu untukku.
KAKEK : Ciuman-ciuman
sudah terlalu badani, tapi…………. (MENGHAMPIRI MEJA) Akan kusajikan
minuman untuk membujuk darahmu Zeba. Tuan putrid berkenan minum apa ? (ASOSIASI SEOLAH-OLAH ADA BENDA-BENDA
ITU) Anggur dari Malaga, Wysky Scotlandia, Baounnet ? Martini ? Atau Champagne dari Canada ?
NENEK : (TERSENYUM)
KAKEK : Aha,……
atau teh dari Timur ?
NENEK : Terima
kasih, ya.
KAKEK : (BERBUAT
SEOLAH-OLAH MELAYANI TEH) Aha ? Inilah cawan dari Tiongkok, hasil karya
tangan berbakat dari lembah Yang Tse Kiang (MENGAMBIL CANGKIR). Cangkir
dan cawan berhias naga. Naga-naga ini berwarna hijau, karena disanapun hijau
bagai zamrut. (MENUANG TEH). Dan inilah the dari Assam. Tuan putri ingin
gula berapa ?
NENEK : Dua
!
KAKEK : (MEMASUKKAN
GULA MENGADUKNYA DAN MEMBERIKANNYA KEPADA NENEK). Teh dari timur untuk
putri Zeba.
NENEK : Terima
kasih pahlawanku, (MINUM TEH). Lezat sekali ! Ah (BANGKIT MENUJU
KURSI GOYANG) Apakah sang pahlawan menghendaki kue-kue dan panganan ? dan
silahkan panganan ini. Ini namanya kue “Harapan Senja Kala” Meskipun sebenarnya
tidak lebih dari kue Cherio ditambah vanili telor dan irisan buah apel. (MENGAMBIL
CAWAN) Ini juga bikinan Perancis tanah air kita. (MENGAMBIL GARPU DAN
MENYUGUHKANNYA KEPADA KAKEK) Ini buat putra dari Perancis, pahlawan dari
Orleance.
KAKEK : Terima
kasih putri Zeba (MAKAN KUE)
NENEK : Enak
?
KAKEK : Lezat
sekali.
NENEK : Dulu
kau pernah gemar makan kue Cherio, tapi kemudian kegemaranmu selalu
berubah-ubah.
KAKEK : Kau
pernah membuat bistik dari Jerman yang lezat untuk saya.
NENEK : Ah
iya ! Waktu itu kita gemar piknik dan main tenis, kenapa kita jadi tua.
KAKEK : Karena
bumi berputar, berputar……………….
NENEK : Kau
pintar sekali, mestinya kau jadi jendral.
KAKEK : (TIBA-TIBA
DENGAN LEMAS DUDUK DI LANTAI). Aku bukan jendral. Aku hanyalah profesor
yang dilupakan, aku sampah di buang.
NENEK : Jangan
begitu ! Ayolah ! Bangkit dari lantai.
KAKEK : Aku
orang hina, tempatku di tanah.
NENEK : Tidak.
yang di tanah cuma cacing, pahlawanku selalu berdiri di atas kedua kaki. Engkau
pahlawan Perancis, engkau pernah berjuang dan berperang untuk Perancis, engkau
pernah mendapatkan Legion d’honour, engkau harus berdiri.
KAKEK : Hidupku
hampa dan sia-sia.
NENEK : Putra
Perancis berdirilah !
KAKEK : Aku
orang terkutuk, aku tak punya anak, hidupku 200 tahun dan tak punya anak.
NENEK : (TERPAKU).
Dengan hormat, saya minta………… (MULAI MENANGIS) dengan hormat sayang,
dengan hormat manisku. Oh ! Kita tak boleh menangis. Bulan akan luput dari
mata, kereta kencan akan tiba, kita tak boleh menangis, kita punya kebudayaan,
kita tak boleh menangis (TIBA-TIBA) Henryyyyy mari, inilah bayi kita
menangis Henry.
KAKEK : (MENDEKAT,
NENEK MULAI BERSENANDUNG LAGU CRADLE SONG) Siapa nama anak kita ?
NENEK : Jean
Valjan (DIBACA ZYONG VALZYONG).
KAKEK : Jean
Valjan dari Les Misserable ? Jadi ia laki-laki ?
NENEK : Ya,
laki-laki. Ah, bayi kadang-kadang membingungkan apakah ia laki-laki atau
perempuan. Lihatl;ah sayang, mulutnya seperti mulutmu.
KAKEK : Hidungnya
seperti hidungmu.
NENEK : Cobalah
dukung dia.
KAKEK : Tak
mau.
KAKEK : Ayolah
Henry. (KAKEK MENDUKUNG TAPI KELIRU) Ya Tuhan jangna begitu (MEREBUT
BAYI DARI KAKEK). La, laaaaaaaala
lililililili, lulululululu, bayi harus diperlakukan secara halus, ia sangat
lemah seperti kupu-kupu yang baru ke luar dari kepompongnya, lililililili……
lulululululu……
KAKEK : Oh,…..
oh,……. Oh,…….!
NENEK : Kenapa
?
KAKEK : Bayinya
kencing !
NENEK : Oh,
oh, (RIBUT) Bayi nakal (MELETAKKAN BAYINYA DIBUAIAN) Ia nakal
seperti papanya (MENGANTIKAN POPOK BAYI). Kalau ia sudah besar ia akan
menjadi Jendral. Henry, cobalah kau sekarang menimangnya.
KAKEK : Aku
belum bisa, beri dia makan dulu.
NENEK : Lili………li……..lulululu…….lu…
KAKEK : Lalalalala…..lalalala…….laaaaaaaaaalala………
NENEK : Anakku
sayang, bungaku sayang, bintangku sayang, boboklah. Boboklah, boboklah supaya
lekas besar.
KAKEK : (MEMAINKAN
BIBIRNYA). Brrrrrrrrr, Brrrrrrrrrrrrrrr, brrrrrrrr, papa pinta ya! Papa
gagah ya! Papa lucu ya!
NENEK : Kau
menimang dirimu sendiri, bukan bayinya.
KAKEK : (TETAP
MEMAINKAN BIBIRNYA). Brrrrrrrrrr, brrrrrrrrrrr (TIBA-TIBA MENINGGALKAN
BUAIAN). Ah, aku sudah bosan bayinya nangis saja.
NENEK : (PERGI
DULU KE KURSI BAGUS). Sekarang kita
main halma ?
KAKEK : Malas.
NENEK : Sekarang
baiklah, kau sekarang mendongeng saja.
KAKEK : Mendongeng
apa ? Serigala dengan anggur ?
NENEK : Tidak,
sambungan yang lalu.
KAKEK : Baiklah
kalau belum bosan……… maka setelah pengembaraan yang lama itu, sampailah kita
kesebuah gerbang besi yang besar, kita telah basah kuyub. Berjam-jam,
berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan kehujanan, kita menggigil dan
gigi gemeretukkan. Ini terjadi seratus dua puluh lima tahun yang lalu, ingatkah
kau waktu kita minta dibukakan pintu, tapi mereka tak mau membukakannya.
Dibalik gerbang itu ada padang rumput, dan ada jalan berkerikil yang menuju ke
sebuah puri. Maka puri itu di kelilingi oleh kebun dan taman, dan taman itu
penuh dengan bunga anggrek dan gladiol……. Kita tak diperkenankan masuk, kita
harus mengembara lagi, 125 tahun lagi. Kita tiduri kota, seluruh ibu kota di
dunia. New York, New Delhi, Angkara, Peking, Madrid, Jakarta……….
NENEK : Kota
yang indah bukan ?
KAKEK : Lambang
kebudayaan.
NENEK : Tapi
London telah hancur…………
KAKEK : London
hancur, Madrid hancur, Moskow jadi padang belantara, di Berlin tumbuh semak
belukar lebat, dan tak terduga New York telah menjadi rawa.
NENEK : Dan
Paris, manisku ? Paris yang dulu kau bela dengan senjata itu ?
KAKEK : Dan
Paris kota yang tercinta itu telah hancur, kota yang jaya itu telah lebur
manisku. Batu bata di atas batu bata telah punah.Eifel terjungkir balik, Arc de
Triumph hilang dengan jejaknya dan Noterdam dun Paris telah terlibat oleh
sangkala, hanya tinggal sebuah lagu di kota itu.
NENEK : Sebuah
lagu ?
KAKEK : Sebuah
lagu buaian, sebuah perumpamaan.
NENEK : Kota
yang malang
KAKEK : Kota
tercinta yang malang.
(PINTU
DIKETUK KERAS-KERAS, NENEK DAN KAKEK TERKEJUT)
NENEK : Ada
tamu.
KAKEK : Apakah
bulan sudah luput dari pandangan mata ?
(KETUKAN
PINTU)
NENEK : Bukalah
pintu.
KAKEK : Apakah
itu betul-betul tamu?
(KETUKAN
PINTU)
NENEK : Putra
Perancis, bukalah pintu.
(KAKEK
MEMBUKA PINTU, TERKEJUT)
KAKEK : Perdana
Menteri !
NENEK : Perdana
Menteri ! (MENYAMBUT DENGAN GEMBIRA)
KAKEK : Ya,
Perdana Menteri. Silahkan masuk yang mulia (ABSTRAK. KAKEK MEMBETULKAN
PAKAIANYA, MEMBAWA TAMUNYA KE RUANG TENGAH ) Yang mulya inilah istri saya.
NENEK : Yang
mulya.
KAKEK : Maafkanlah
Yang mulya, harap topinya di bawa saja, di sini tidak ada kapstok, mantelnya
juga harap dibawa saja.
NENEK : Maafkanlah
keadaan rumah ini.
KAKEK : Semuanya
sudah dimakan oleh sangkala. Rumah terlalu besar, orangnya terlalu kecil,
tambah perabot rumah sudah punah. Tinggal kami berdua saja yang tinggal di rumah,
sebagai dua ekor tikus yang pengap.
NENEK : Matahari
menjahui kami.
KAKEK : Kami
ini tikus yang tidak dikehendaki orang lagi.
NENEK : Silahkan
duduk (MENUNJUK KE KURSI BAGUS). Bagaimana ?
KAKEK : Oh
? Paduka Perdana Menteri ingin duduk di kursi goyang. Silahkan Yang mulya, ya
silahkan. (BERHENTI SEJENAK). Kami berdua mengucapkan terima kasih atas
kunjungan paduka, yang berarti kehormatan bagi kami.
NENEK : Kunjungan
paduka membuat kami bangga dan mendapatkan diri kami.
KAKEK : Oh
ya, betul ! Sebenarnya dulu para perdana menteri suka mengunjungi kami. Ya
perdana menteri Inggris, India, dan juga Khaisar Jepang, presiden America,
Presiden Philipina dan Sekretaris PBB pernah datang mengunjungi kami.
Apa ? Oh ya, mereka
datang meminta nasehat saya, mengenai urusan pemerinatahan. Pengadilan,
Liberalisme, ataupun perlucutan senjata (MENJELASKAN).
Bagaimana ? Tidak,
tidak…… saya tidak memberi nasehat, tak ada gunanya……… saya hanya memberi
teka-teki saja.
NENEK : Tetapi
sekarang dunia telah melupakan (SEJENAK).
Ia telah ditindas roda jaman.
KAKEK : Begitu
Paduka…………. Oh ya, terima kasih, saya sangat bersuka bahwa paduka tidak melupakan saya………..
Apa ?……. Oooo ya, ……….
Astaga, jadi paduka pernah jadi murid saya ? Pada waktu saya di Sorbonne ? Tahun berapa ? ….Oh ! Dan mata kuliah apa yang
paduka ambil pada waktu itu? Filsafat, apa kimia, apa sejarah ? Oh ekonomi…….
Ya saya pernah mengajar semua itu, dan juga enthnologi, dan ilmu pasti. Ya………
saya pernah juga mengajar di fakultas kedokteran, saya menjadi dokter bedah
ketika umur saya 32 tahun (TERTAWA).
Tidak, tidak……… saya
tidak pernah jadi mantri. Saya hanya punya satu muka, sebab itu saya tidak bisa
jadi politikus. Tidak, saya tidak berpendapat bahwa politikus punya dua muka,
tapi saya berpendapat bahwa politikus punya seribu muka.
NENEK : Henry,
jagalah lidahmu !
KAKEK : (KEPADA
YANG MULIA) Bagaimana ? Ya, ya….. Kalau paduka marah boleh saja.
Oh…….begitu, syukurlah kalau paduka tidak marah. Paduka seorang yang baik,
memang kalau begitu paduka tidak suka bolos kuliah, bukan ? (TERSENYUM).
Paduka memang seorang yang baik, dan juga paduka tidak pernah melupakan
gurunya. Itu bagus, baiklah…….. sekarang harap diberi tahu, apakah perlunya
paduka berkunjung kemari ? (BERHENTI SEJENAK). Apakah sesuatu yang bisa
saya tolong…… Paduka telah tahu hal
itu ? …….. Apa ? Ya, ya kami tidak akan mengadakan pesta perpisahan……..
Apa ? Muridku yang lain akan datang ?
Wah ! Manisku bagaimana ini, sebentar lagi akan banyak tamu datang………….
Mereka ingin mengadakan pertemuan perpisahan dengan kita.
NENEK : Ya,
ya……. Tapi rumah kita sudah bobrok, tak ada perabotan kecuali yang ada ini. (KEPADA
YANG MULIA) bagaiman Yang mulia ?……….. Ya, betul……… mereka akan berdiri,
tetapi saya malu……..dan ruang yang lain lebih buruk lagi.
(PINTU
DIKETUK DENGAN KERAS DAN BERULANGKALI)
KAKEK : Mereka
datang.
NENEK : ??????
Mereka datang, buka pintu !
KAKEK : (MEMBUKA
PINTU DAN TAK ADA YANG NAMPAK)
(NENEK DAN KAKEK SIBUK
DENGAN PARA TAMU)
Selamat datang Tuan-tuan
dan Nyonya-nyonya (ORANG-ORANG MENGAJAK BERSALAMAN). Nah itu istriku (SEOLAH-OLAH
MENGAJAK TAMU UNTUK BERSALAMAN, NELAYANI PARA TAMU). Selamat datang,
selamat malam, sayang atap rumah ini sudah hancur, perabot sudah habis. (ORANG
TERUS DATANG DAN MENYALAMI, DAN ADA BEBERAPA ANAK KECIL). Selamat datang
Tuan-tuan, selamat datang Nyonya-nyonya, selamat datang manis, selamat datang
sayang, selamat datang mensinyur kardinal, selamat datang senator, selamat
datang jendral, selamat datang kapten……… Ahaaaaa, inilah bintang film Perancis
yang paling cantik, selamat datang. (SELAMA INI NENEK MENYAMBUNG).
Selamat datang Mastro, selamat datang, Ayooooo silahkan duduk, nyonya yang
dekat kursi itu, silahkan duduk. (MEREKA MEMAKSA KEDUANYA DUDUK). Apa
saya sendiri………. (KEPADA NENEK) Ah, bagaimana ini ? Tidak saya berdiri
saja. Wah, wah,…….. Baiklah. (MEREKA DIDORONG DUDUK DI KURSI)
Bagus,bagus…….
NENEK : Kita
tidak pantas duduk Henry, biarlah mensinyur saja.
KAKEK : Ya,
jendral saja.
NENEK : Ya,
baiklah kalau kami dipaksa ! Apa boleh buat.
KAKEK : Oh
ya, saya lupa. Tuan-tuan, dan nyonya-nyonya saya perkenalkan tamu saya yang
pertama ialah………. Paduka……. Hei, di mana beliau tadi ? Di mana ? Oh ! Itu dia ! Wah, wah. Jadi sudah kenal ? Maafkanlah
orang tua gampang lupa.
NENEK : Henry,
ucapkanlah pidato selamat datang. Ya, ya…….. ia akan pidato nanti.
KAKEK : Ah,
tidak usah saya……….
NENEK : Henry.
Ingat etika.
KAKEK : Baiklah………
(SEGAN-SEGAN BERDIRI DAN PIDATO DENGAN LANCARNYA). Yang mulya mensinyur
kardinal, para uskup, para guru, para maha guru, para jendral, para senator,
tuan tukang kayu, tuan penjual kelontong, tuan tukang kebun, tuan tukang masak,
anak-anak yang manis, dan ya semua saja hadirin yang saya sayangi.
Kami ucapkan selamat
datang, saya tidak akan berpidato dengan panjang lebar, dan sukar, karena
banyak anak-anak berada ditengah kita. Maka dari itu pembicaraan kita akan
bersifat sepanjang umur saja. Sebentar lagi bulan akan luput dari mata, angin
menderu dan jam menunjukan tengah malam. Lalu datanglah kereta kencana itu,
saya berterima kasih bahwa para hadirin telah suka datang untuk mengucapkan
kata perpisahan. Tuan-tuan , nyonya-nyonya………………… Apa ? Bagaimana ………….
Anak-anakku ?………….. Ah saya tidak boleh memakai kata anakku, sebab ada para
menteri, para kardinal……….. Bagaimana ? ………………. Ah, baiklah………..
Anak-anakku……………… (TIBA-TIBA MENANGIS).
NENEK : Kenapa
sayang, kenapa ?
KAKEK : Lihatlah…………….
Ini semua anak kita. Di saat ini setelah 170 tahun. Nanti akhirnya
diperkenankan juga kita mempunyai anak sebanyak ini, merekalah bunga Perancis,
ahli waris dari prinsip-prinsip perjuangan yang telah kubela dengan senjata,
ahli waris dari lagu cinta yang abadi. Ahli waris yang menantang penindasan dan
penjajahan…………….. Anak-anakku………. Bapak ingin berburu bersama putra-putranya,
bapak ingin bermain catur bersama dengan putri-putrinya…………. Anak-anakku (MENANGIS
DENGA HEBAT DAN KEHABISAN DAYA DAN TERTUNDUK).
NENEK : (MEMBELAI
KAKEK) Henry sayang, pahlawanku sayang…………... diamlah, pada suatu saat
saja………. Ketika langit di timur bersinar jingga, di atas air laut yang juga
jingga, adalah seekor elang laut yang hendak terbang meninggalkan sarang. Ia
mempunyai dua ekor anak, dan keduanya menanggis semuanya, mereka semuanya tidak
suka ditinggalkan ibunya. Ibunya menerangkan, bahwa sebentar lagi akan
lapar……….. kalau lapar perut jadi sakit, dan lemas. Sebab itu ibu harus pergi
ke laut, di laut banyak ikan-ikan yang lezat denga sisik megkilat. Ibu akan
menangkap ikan-ikan itu itu untuk sarapan pagi anak-anaknya………. Aanak-anakku
berhentilah menangis ………… dan anak-anakkupun berhenti menangis………… (TANGIS
KAKEK REDA)
(PINTU
DIKETUK DENGAN KERAS)
NENEK : Ada
tamu.
KAKEK : (BERDIRI)
Siapa ? Buka pintu (PERINTAH)
(PINTU
DIBUKA ORANG DAN NAMPAKNYA ORANG-ORANG RIBUT)
NENEK : Siapa
yang datang? Siapa Kaisar?
KAKEK : Kaisar
?
NENEK : Apa
di Perancis ada Kaisar ?
KAKEK : Minggir
semua, minggir, (SEMUA MINGGIR DAN KAKEK MENUJU KE PINTU, IA BERHENTI, DAN
KEMUDIAN JATUH KE LANTAI). Siapa tuan yangdatang melangkah dengan cahaya
gilang-gemilang ? cahaya tuan menyilaukan mata, mata tuan bagaikan matahari tak
kenal senja. Di depan tuan saya jatuh tak berdaya………………… Kaisar ? Bukan, ……………
Kekaisaran dari bumi.
Kekaisaran dari kerajaan
yang terang dan benar………….berlutut ………………. Semua berlutut ntuk kaisar (SEMUA
BERLUTUT, KAKEK MEMPERSILAHKAN TAMUNYA).
Sri baginda, hamba tak
pantas mendapat kunjungan paduka, tetapi berkata sepatah kata saja tentu akan
menjadi bersih. Hamba harap diampunkan, sebab hamba terpaksa memasukkan baginda
ke dunia dosa. Silahkan…………….. minggir, minggir Sri bagind akan duduk di kursi
goyang. (SETELAH BAGINDA DUDUK KAKEK MENGANDENG NENEK MENGHADAP KAISAR).
Baginda inilah istri hamba. Ayolah manisku, sri baginda mintakita berdiri (KEDUANYA
BERDIRI BERGANDENGAN TANGAN). Kunjungan baginda berarti kehormatan bagi
kami, lebih dari itu, suatu karunia. Ya, ya hamba sudah menduga arti kedatangan
baginda………… ya seperti juga yang lain, memang hamba mengerti, kami telah
menanti. Demikianlah………… bila bulan telah pudar………….. bila angin mendayu…………
ya, bulan tengah malam pukul dua belas. Ya, hamba percaya percaya kereta itu
pasti bagus, suatu kemulyaan. Tidak, kami tidak lagi berkisah, cahaya telah
datang………… permohonan terakhir.
NENEK : Ya,
ucapkan permohonan terakhir sayang.
KAKEK : Oh,
apa yang kan aku ucapkan ? Sri baginda inilah permohonan kami yang terakhir.
Kaisar dari kerajaan
benar dan terang, kami mohon ampun bagi yang mulya uskup, para jendral, para
senator, para tukang kebun, para tukang kayu, para tukang masak, para anak-anak
manusia, untuk istri yang tercinta, yang telah tua ini. Dan untuk seekor cacing
tanah ialah hamba sendiri yang hina dina.
NENEK : Terima
kasih baginda.
KAKEK : Terima
kasih sri baginda.
NENEK : Kami
mengerti.
KAKEK : Ya,
kami mengerti dan siap
NENEK : Kami
siap dan menanti.
KAKEK : Setiap
detik
NENEK : (TIBA-TIBA)
Minggir, minggir sri
baginda akan kembali, beri hormat dan minggir.
(ANGIN
MASUK MENDERU. KAKEK DAN NENEK MEMEGANG PAKAIANNYA)
KAKEK : Angin.
NENEK : Angin
yang menderu.
KAKEK : Minggir,
minggir……………….
Saya mau mengantar sri
baginda, beri aku jalan.
Minggir, hai………………………..
Mengapa kalian pergi
bersama baginda ? Hai…………………
(HENING.
MEREKA TELAH LENYAP SEMUA)
NENEK : Tutuplah
pintu.
KAKEK : (TERHENTI
DI PINTU) Langit mendung dan bulan lenyap dari mata.
NENEK : Dengan
segenap kasih tutuplah pintu, manisku.
(KAKEK LALU MENUTUP PINTU, LALU PERGI KE KURSI
GOYANG, NENEK KE KURSI PIANO)
NENEK : Apakah
kau takut ?
KAKEK : Tidak,
aku berdebar-debar.
NENEK : Perpisahan
badan bukan berarti perpisahan jiwa.
KAKEK : Kita
berdua tak akan dipisahkan.
NENEK : Henry,
aku mencintaimu.
KAKEK : Kita
adalah dua tangkai mawar yang saling berbelitan, akupun mencintaimu.
NENEK : Ingkatkah
kau pohon landen di kebun rumah orang tuaku.
KAKEK : Pohon
lenden itu manisku ?Adalah kipas raksasa yang mengagumkan.
NENEK : Kita
berdua suka membaca buku di situ, waktu itu kau sedang gila belajar
kesusastraan, kau ucapkan padaku sebuah sajak John Concord yang bernama Huesca.
KAKEK : Dan
kau lalu mengucapkan sajak Van Ostajen yang bernama Malopee.
NENEK : Maukah
kau mengucapkan Huesca sekali lagi untuk saya?
KAKEK : Maukah
kau mengucapkan Malopee sekali lagi untuk saya ?
(NENEK
BERDIRI MEMULAI, KAKEK MENYAMBUNG DENGA HUESCA)
NENEK : Terima
kasih manisku.
(BUNYI
KERETA)
NENEK : Dengarlah.
KAKEK : Kereta.
NENEK : Kereta
kencana.
(TIBA-TIBA KEDUANYA MEMEGANG JANTUNGNYA DENGAN
KESAKITAN, KAKEK MAJU DUA LANGKAH )
KAKEK : Putri
Zeba, inilah teh dari Timur. (MAJU DUA LANGKAH)
NENEK : Inilah
kue Cherio untuk putra Perancis.
(KEDUANYA RUBUH, LONCENG BERDENTANGAN DUA BELAS
KALI. LAMPU PADAM DAN SELESAILAH SANDIWARA INI )
PPPG
KESENIAN YOGYAKARTA
29 JANUARI 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar